Kupas Anggaran COVID-19: Sebuah Catatan untuk Pemkot Palembang

Masih ditemukan ketimpangan data dan catatan untuk Pemda

Palembang, IDN Times - Langkah pemerintah pusat maupun daerah menangani pandemik COVID-19 sejak Maret 2020 lalu sudah banyak dilakukan, seperti mengumpulkan anggaran khusus mitigasi dengan menyalurkan bantuan Jaring Pengamanan Sosial (JPS), ekonomi, dan juga kesehatan.

Namun dalam pelaksanaan di lapangan, anggaran COVID-19 dinilai belum digunakan secara maksimal, bahkan disebut kurang efektif. Berdasarkan data Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Sumatra Selatan (FITRA Sumsel), dana COVID-19 sejak awal pandemik mengalami sejumlah revisi dan perubahan.

Khusus di Kota Palembang, anggaran COVID-19 semula menyentuh angka Rp481 miliar, tetapi pada Agustus 2020 turun menjadi Rp271 miliar. Namun dari hasil yang diterima IDN Times melalui keterangan resmi Pemerintah Kota (Pemkot) lewat Sekretaris Daerah (Sekda), Ratu Dewa, pihaknya mengembalikan anggaran Rp344 miliar di bulan yang sama.

Aari anggaran awal Rp481 miliar hanya menyisakan dana sebesar Rp137 miliar yang digunakan untuk tiga sektor meliputi kesehatan, ekonomi dan JPS, dengan memfokuskan bidang kesehatan. Namun faktanya di lapangan, dari keseluruhan anggaran justru Palembang hanya menggunakan 12 persen untuk penanganan medis.

1. Penanggulangan bidang kesehatan COVID-19 hanya terealisasi 12 persen

Kupas Anggaran COVID-19: Sebuah Catatan untuk Pemkot PalembangKoordinator FITRA Sumsel Nunik Handayani (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Koordinator FITRA Sumsel, Nunik Handayani mengatakan, dari data yang berhasil dikumpulkan terungkap realisasi anggaran penanggulangan dampak COVID-19 di Sumsel paling banyak terserap di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), yakni mencapai 58 persen dari dana yang tersedia sebesar Rp176 miliar.

Sementara khusus Palembang, FITRA Sumsel menghimpun realisasi anggaran hanya terserap 12 persen. Dari Rp272 miliar yang tersedia, hanya terpakai Rp33 miliar. Menurut Nunik, angka tersebut menunjukkan Pemkot Palembang belum total menangani COVID-19. Sebab dibandingkan kabupaten dan kota lain, serapan anggaran Palembang sangat rendah.

"Realisasi dampak COVID-19 bidang kesehatan dari anggaran keseluruhan Rp18 miliar hanya terpakai 12 persen, dan bidang JPS hanya terserap 41 persen dari Rp15 miliar," katanya saat kegiatan 'Sejauh Mana Komitmen Pemerintah Daerah dalam Penanggulangan COVID-19', Senin (21/12/2020) lalu.

Baca Juga: Pemkot Palembang Kembalikan Dana COVID-19 Sebesar Rp344 Miliar

2. Pemkot Palembang terima anggaran tertinggi COVID-19

Kupas Anggaran COVID-19: Sebuah Catatan untuk Pemkot PalembangKegiatan Sejauh Mana Komitmen Pemerintah Daerah dalam Penanggulangan COVID-19 (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Masih banyak catatan yang harus diperbaiki Pemkot Palembang terhadap penanggulangan virus corona. Menurut Nunik, ketimbangan data yang disodorkan pihaknya bisa menjadi catatan bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang.

"Masih ditemukan ketimpangan data dan catatan untuk pemda, bisa ditindaklanjuti lagi bersama Pemkot agar semua kebutuhan masyarakat dan hal yang jadi pertanyaan kita semua bisa terjawab," ujar Nunik.

Ia menyampaikan, Pemkot Palembang semula menerima dana tertinggi dibandingkan kabupaten dan kota lain di Sumsel, selain Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setiap tahun. Namun dalam realisasinya, Pemkot belum ada keberanian dan keseriusan untuk menangani COVID-19.

"Terbukti dari adanya penambahan jumlah warga miskin baru dan masyarakat menengah ke bawah makin meningkat. Kewajiban pemerintah belum maksimal, bila menyoal konteks JPS," jelasnya.

3. RSMH Palembang menerima bantuan langsung Kemenkes

Kupas Anggaran COVID-19: Sebuah Catatan untuk Pemkot PalembangSuasana kota Palembang di pelataran Benteng Kuto Besak (BKB) saat corona mewabah (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Sementara untuk segmen penanggulangan COVID-19 di bidang kesehatan, menurut Wakil Ketua Tim Penyakit Infeksi Emerging (PIE) Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang, dr Harun Hudari, realisasi anggaran Pemkot Palembang ke rumah sakit juga belum terlihat.

Sejak RSMH Palembang menjadi rumah sakit rujukan pasien COVID-19, semua anggaran pembiayaan untuk pasien langsung diberikan dari pemerintah pusat lewat Kementerian Kesehatan (Kemenkes). 

Pemkot Palembang hanya berkontribusi pada Alat Pelindung Diri (APD), dan peralatan tersebut tidak diberikan secara terus menerus atau tak berkelanjutan. Harun menilai, anggaran COVID-19 untuk kesehatan tidak efektif dan kontinyu,

"Sekarang tidak terlihat (contoh bantuan rapid test) lagi kan, atau coba dari dana itu berikan swab gratis. Bagaimana nasib masyarakat menengah ke bawah yang terpapar COVID-19 tapi tidak ada biaya? Ini saja membuat COVID-19 tidak bisa ditekan," ungkap dia.

Baca Juga: Kasus COVID-19 Meningkat, Pemkot Palembang Disebut Tak Konsisten

4. Pemkot Palembang lima kali revisi kebijakan pasien COVID-19

Kupas Anggaran COVID-19: Sebuah Catatan untuk Pemkot PalembangWakil Ketua Tim Penyakit Infeksi Emerging (PIE) Rumah Sakit Umum Pusat Mohammad Hoesin Palembang, dr Harun Hudari (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Ia mengakui, RSMH Palembang sempat mengalami kendala saat menagih biaya pengobatan pasien COVID-19. Walau biaya tersebut ditanggung langsung Kemenkes, namun reimburse atau administrasi pembayaran kembali ke pihak rumah sakit lamban dan mesti menunggu sistem verifokator dari BPJS kesehatan.

"Di luar dari konteks anggaran, sejak awal pandemik memang pemerintah kita sudah lamban. Apalagi di Palembang tidak ada karantina wilayah, hanya ada PSBB dan itu konteksnya administrasi bukan dalam UU karantina seperti yang disarankan Menkes," jelasnya.

Kemudian untuk kebijakan kesehatan, Pemkot Palembang bahkan melakukan lima kali revisi keputusan soal pasien COVID-19. Terakhir pada Agustus lalu, mereka menganjurkan kasus positif yang tanpa gejala segera melakukan isolasi di rumah, atau tidak dianjurkan mendapat perawatan medis di rumah sakit.

"Padahal belum tentu kondisi rumah pasien sesuai standar. Ruangan isolasi itu ada kriteria khusus seperti suhu dan sterilisasi. Tidak semua masyarakat kita punya kondisi rumah yang baik," timpal dia.

Menurun Harus, tak heran jika kasus COVID-19 di Palembang terus melonjak. Belum lagi faktor pasien COVID-19 yang bertambah karena pemerintah menutup Rumah Sehat di Wisma Atlet Jakabaring.

5. LKPA Sumsel sebut data bansos masih ada penumpukan

Kupas Anggaran COVID-19: Sebuah Catatan untuk Pemkot PalembangKegiatan Sejauh Mana Komitmen Pemerintah Daerah dalam Penanggulangan COVID-19 (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Tidak hanya soal realisasi bidang kesehatan, penanggulangan dampak COVID-19 juga dinilai belum maksimal, khusus penyaluran JPS seperti bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat miskin di Palembang.

Perwakilan Lembaga Khusus Pengawasan Anggaran (LKPA) COVID-19 di Sumsel, Fini menerangkan, faktanya di lapangan masih banyak distribusi bansos yang belum tepat sasaran. Seperti data dari Dinas Sosial (Dinsos) yang tumpang tindih.

"Jadi ada satu nama tapi mendapat dua bantuan, atau sebaliknya yang berhak justru tidak menerima. Paling sering terjadi ada hak bantuan untuk satu nama, tetapi nama tersebut sudah meninggal yang seharusnya bisa diberikan kepada alih waris,," terang dia.

Fini juga memberi catatan kepada pemerintah daerah yang terkait pendataan jumlah kepala keluarga, serta nama penerima agar tak terjadi lagi penumpukan informasi maupun pengurangan hak penerima bansos.

Baca Juga: Ubah Anggaran untuk COVID-19, Palembang Setop Rencana Perbaikan Jalan

6. Pemerintah juga dinilai tidak ada inisiatif membangkitkan UMKM

Kupas Anggaran COVID-19: Sebuah Catatan untuk Pemkot PalembangIlustrasi kota Palembang di Jembatan Ampera Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Pengamat dan akademisi ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP) Amidi menilai, dampak COVID-19 terhadap sektor ekonomi di Bumi Sriwijaya sangat terlihat. Terbukti banyak sekali karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

"Kesalahan pemerintah soal penanggulangan di sektor ekonomi adalah tidak mendorong bangkitnya UMKM. Semestinya ada inisiatif mereka membantu UMKM untuk modal usaha, atau bagi mereka yang kena PHK ada bantuan untuk membuka usaha," tuturnya.

Meski pelaku usaha di Palembang terlihat seperti sempat mengalami mati suri, menurut Amidi, dirinya menyayangkan kebijakan dan penerapan yang dikeluarkan pemerintah terhadap protokol kesehatan (prokes) tak terlalu tegas.

"Ini berkaitan antara prokes dan pertumbuhan ekonomi, karena kesehatan dan ekonomi tidak bisa dipisahkan. Ekonomi sulit bergerak kalau kesehatan tidak tertangani. Lihat saja awal-awal dari kebijakan masyarakat patuh prokes, lama-kelamaan longgar," tambah dia.

7. Pemda alami science of crisis

Kupas Anggaran COVID-19: Sebuah Catatan untuk Pemkot PalembangPengamat Politik Sumsel Ardiyan Saptawan (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Pengamat Politik Sumsel, Ardiyan Saptawan mengatakan, minimnya penyerapan anggaran COVID-19 di Palembang dipengaruhi Pemkot yang mengalami krisis rancangan. Sehingga sering terjadi perubahan data dan banyak revisi anggaran.

"Terkesan gagap perencanaan makanya sering ada perubahan data. Manajemen angka-angka juga berbeda. Jadinya kinerja mereka tidak dapat dipantau dengan baik," ujar dia.

Ardiyan memberi penilaian berdasarkan analisa menyeluruh, dan tidak hanya menyoroti anggaran percepatan penanganan COVID-19 di Palembang. Secara holistik atau pola pikir psikologi, Pemkot Palembang berada dalam kondisi science of crisis.

"Mereka (Pemkot) kekurangan wawasan kedaruratan. Padahal penyerapan dana juga menyesuaikan sarana dan prasarana, apalagi sekarang gugus tugas sudah dibubarkan. Masih ada pun belum terkendali maksimal, apalagi sudah tidak ada," ungkapnya.

Baca Juga: Pemkot Palembang Klaim Pengelolaan Dana COVID-19 Berjalan Maksimal

8. Pemkot Palembang ketakutan mengelola dana COVID-19

Kupas Anggaran COVID-19: Sebuah Catatan untuk Pemkot PalembangKegiatan Sejauh Mana Komitmen Pemerintah Daerah dalam Penanggulangan COVID-19 (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Menurut Asisten Bidang Pemeriksa Laporan Ombudsman Sumsel, Agung pratama, ketimpangan data yang terjadi pada anggaran COVID-19 karena faktor gap antara perencanaan dan realisasi. Hal tersebut muncul karena ketakutan pemerintah daerah untuk menggunakan anggaran.

"Apalagi karena ada sanksi tegas kalau dana COVID-19 dikorupsi. Ada Kebingungan koordinasi yang terjadi antar instansi," kata dia.

Selain itu, segmen pelayanan publik kepada publik di era pandemik mengalami cultural shock. Jika biasanya pelayanan dilakukan secara tatap muka, lantas harus berubah menjadi online.

Sejauh ini aduan yang paling dominan diterima Ombudsman Sumsel adalah soal pemerima bansos yang tak tepat sasaran. Setidaknya ada 55 pengaduan, dengan 49 di antaranya fokus ke JPS.

'Laporan yang dimaksud adalah pembaruan data belum optimal. Perlu orang kompeten untuk penyampaian informasi. Seperti menunjukkan komitmen melakukan mitigasi bencana," tambahnya.

9. DPRD Palembang tidak menerima laporan rinci anggaran COVID-19

Kupas Anggaran COVID-19: Sebuah Catatan untuk Pemkot PalembangKantor DPRD Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Sementara itu anggota DPRD Palembang Komisi III Bidang Infrastruktur, Ruspanda Karibullah melanjutkan, perbedaan data anggaran COVID-19 di lapangan terjadi karena faktor terlalu banyak persoalan yang harus diurus. Namun mengenai bagaimana penyaluran dana, ia menyebut DPRD Palembang tidak fokus terlibat.

"Soal refocusing anggaran, baik jumlah semula hingga data terakhir yang katanya hanya ada dana penanggulangan COVID-19 sebesar Rp137 miliar, kami juga tidak paham karena DPRD Palembang tidak dilibatkan," ungkap pria yang akrab disapa Panda itu.

Pada akhirnya Pemkot Palembang terpaksa melaporkan keseluruhan dana yang terpakai saat rapat APBD tahunan yang membahas laporan keuangan. Namun di dalam laporan tersebut DPRD Palembang tidak menerima rincian perubahan anggaran sedari awal.

"Refocusing anggaran COVID-19 memang harus dilakukan sesuai SK Menteri, termasuk pembagian bansos. Terakhir ini ada 55 ribu misbar (warga miskin baru) yang mendapat bantuan dan sudah diverifikasi Dinsos, serta bantuan tambahan dari Presiden untuk 12 ribu UMKM," tandas dia.

Baca Juga: Gubernur Sumsel Batalkan Belajar Tatap Muka di Sekolah

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi

Berita Terkini Lainnya