IDI: Donor Plasma Konvalesen Bukan Terapi Utama Penyembuhan COVID-19

IDI Palembang sebut tingkat keberhasilannya hanya 60 persen

Palembang, IDN Times - Donor plasma konvalesen yang disebut bisa mengobati pasien terpapar virus corona ternyata bukan menjadi terapi utama penyembuhan COVID-19. Bahkan sebenarnya, tingkat kesembuhan pasca pasien menerima donor plasma hanya 60 persen.

Menurut Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Palembang, Zulkhair Ali, plasma konvalesen hingga saat ini masih dalam penelitian. Berdasarkan hasil webdinar nasional IDI terbaru, didapati bahwa terapi plasma tersebut masih bersifat alternatif.

"Dalam arti masih berupa terapi tambahan, jadi belum bisa dijadikan terapi definitif (tetap). Jadi metode ini (donor plasma konvalesen) jangan sampai masyarakat sangat mendewakannya," ujarnya kepada IDN Times, Sabtu (30/1/2021).

1. Kemenkes masih melakukan penelitian soal plasma konvalesen

IDI: Donor Plasma Konvalesen Bukan Terapi Utama Penyembuhan COVID-19Ilustrasi donor plasma konvalesen (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Zulkhair menjelaskan, dari beberapa pengalaman pasien yang telah mendapatkan donor plasma konvalesen dari penyintas COVID-19 ditemukan kasus yang sukses hingga pasien sehat. Tapi ada sebagian lain gagal seperti kondisi penderita COVID-19 justru tidak membaik.

"Kita membutuhkan (terapi) upaya meningkatkan kesembuhan. Tetapi pengalaman ada yang tidak berhasil. Karena memang kemenkes masih meneliti. Kasus ini (donor plasma) dilakukan kalau dokter yang merawat pasien meminta," kata dia.

Baca Juga: Cerita Dokter Penyintas, Donor Plasma Konvalesen Bantu Pasien COVID-19

2. Terapi plasma konvalesen dilakukan harus berdasarkan rekomendasi dokter

IDI: Donor Plasma Konvalesen Bukan Terapi Utama Penyembuhan COVID-19Ilustrasi donor plasma konvalesen (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Zulkhair menerangkan, terapi plasma konvalesen sebaiknya diberikan kepada pasien COVID-19 dengan kondisi terpapar sedang hingga berat. Karena jika pasien sudah dalam keadaan COVID-19 yang sangat berat pun, penyembuhan tidak efektif dan mungkin tidak berhasil.

"Ini (donor plasma) dianggap penting, padahal manfaatnya belum signifikan. Padahal metode plasma konvalesen tidak dilakukan jika pasiennya sendiri meminta. Metode ini harus berdasarkan rekomendasi dokter," terangnya.

Alasan mesti melalui hasil rekomendasi dokter yang merawat pasien COVID-19, pertama karena untuk mendapatkan plasma butuh biaya cukup mahal selain setelah donor dilakukan masih dapat menimbulkan efek samping.

"Efek samping plasma ada reaksi ada alergi. Karena komponen darah ada yang beberapa terkandung antibiotik sebagai anti virus alami," timpalnya.

3. Terapi plasma konvalesen masih bisa menimbulkan efek samping

IDI: Donor Plasma Konvalesen Bukan Terapi Utama Penyembuhan COVID-19Ilustrasi Rapid Test Plasma (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Zulkhair menerangkan, terapi plasma konvalesen sebaiknya diberikan kepada pasien COVID-19 dengan kondisi terpapar sedang hingga berat. Karena jika pasien sudah dalam keadaan COVID-19 yang sangat berat pun, penyembuhan tidak efektif dan mungkin tidak berhasil.

"Ini (donor plasma) dianggap penting, padahal manfaatnya belum signifikan. Padahal metode plasma konvalesen tidak dilakukan jika pasiennya sendiri meminta. Metode ini harus berdasarkan rekomendasi dokter," terangnya.

Alasan mesti melalui hasil rekomendasi dokter yang merawat pasien COVID-19, pertama karena untuk mendapatkan plasma butuh biaya cukup mahal selain setelah donor dilakukan masih dapat menimbulkan efek samping.

"Efek samping plasma ada reaksi ada alergi. Karena komponen darah ada yang beberapa terkandung antibiotik sebagai anti virus alami," timpal Zulkhair.

4. Donor plasma konvalesen dilakukan dengan metode apheresis

IDI: Donor Plasma Konvalesen Bukan Terapi Utama Penyembuhan COVID-19Ilustrasi donor plasma konvalesen (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Ia melanjutkan, vaksinasi prosesnya dengan cara memasukkan virus yang dilemahkan sehingga tubuh membentuk antibodi. Sementara terapi plasma konvalesen sudah memiliki antibodi dari penyintas yang mendonor kemudian dimasukan ke dalam tubuh orang sakit.

"Jadi otomatis dengan harapan, bahwa dimasukan antibodi dalam tubuh akhirnya tubuh terlindungi. Penerima konvalesen harus sesuai yang membutuhkan, yaitu gejala sedang dan mulai berat. Sedangkan untuk gejala sangat berat tidak perlu diberikan plasma, karena tidak ada hasilnya," tambahnya.

Proses pengambilan plasma konvalesen dari penyintas COVID-19 dilakukan dengan metode apheresis. Sehingga di hampir seluruh Rumah Sakit kabupaten/kota sudah diberikan alat untuk pengelolaannya. Teknis pengambilan plasma, yakni mengambil darah kemudian ambil kompenen yang penting (plasma).

Apheresis adalah kegiatan medis yang melakukan proses pengambilan salah satu komponen darah melalui alat apheresis, kemudian komponen lainnya akan dikembalikan lagi ke dalam tubuh. Hasil dari donor apheresis ini dipergunakan untuk pasien COVID-19.

"Alat itu dialiri darah jadi plasma-nya di ambil dengan alat modern, komponen-komponen dalam darah yang dibutuhkan, bisa dengan mudah dipisahkan dengan apheresis, untuk kemudian diambil sebagai bagian tindakan pengobatan, atau sebagai bentuk terapi (penyembuhan)," tandas dia.

Baca Juga: Pemberian Vaksinasi dan Terima Donor Plasma Konvalesen, Efektif Mana?

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya