HET Minyak Goreng Ketetapan Pemerintah Picu Kelangkaan

Palembang, IDN Times - Kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng masih terjadi di sejumlah daerah, termasuk di Palembang. Menurut pengamat ekonomi dari Universitas Sriwijaya (Unsri), Yan Sulistyo, kenaikan harga seperti sekarang disebabkan produsen tidak menginginkan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
"Mereka ingin harga ini tidak diatur pemerintah, tetapi harga kembali ke mekanisme pasar. Karena ini (HET) memengaruhi perkembangan bisnis," ujarnya kepada IDN Times, Senin (28/2/2022).
1. Pedagang eceran tidak ingin rugi karena HET

Bentuk penolakan terhadap HET kemudian membuat beberapa produsen menimbun minyak goreng. Sehingga jika stok produk habis, secara otomatis harga kembali ditentukan kepada mekanisme pasar.
"Pemberlakukan HET menjadi kabar buruk bagi agen yang sudah membeli minyak goreng dengan harga tinggi. HET yang diberlakukan membuat pedagang eceran yang sudah membeli banyak dengan harga tinggi tidak mau rugi," jelas
2. Kelangkaan minyak goreng menjadi ajang adu kuat

Peredaran ketersediaan minyak goreng yang mulai menipis terjadi sejak tiga pekan belakangan, seakan menciptakan ajang adu kuat antara pemerintah, pengusaha, dan produsen minyak sawit.
"Sekarang ini saya melihat adu kuat antara produsen minyak goreng dengan pemerintah. Tinggal lihat siapa yang lebih dulu menyerah dengan stok minyak goreng," ungkapnya.
3. Kelangkaan minyak goreng merupakan masalah yang tidak masuk akal

Yan menyebutkan, kelangkaan minyak goreng membuat masyarakat terutama warga Palembang seolah dibodohi. Sebab untuk membeli minyak goreng dengan HET yang telah ditetapkan, warga diharuskan mengantre di Operasi Pasar.
"Kasihan masyarakat kesusahan mencari minyak goreng dan imbasnya juga pada perekonomian. Padahal daerah kita sebenarnya sebagai penghasil nomor satu Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah dunia. Makanya tidak masuk akal kalau Indonesia mengalami kelangkaan minyak goreng," tandas dia.