Palembang, IDN Times - Pengamat politik UIN Raden Fatah Palembang, Yulion Zalpa meminta kepada parpol dan calon kepala daerah (Cakada) untuk memberikan gagasan bukan Gimmick dalam kontestasi pilkada. Terlebih dalam pilkada, suara generasi muda mendominasi pemilih sehingga gagasan akan menjadi daya tarik bagi Generasi milenial dan Generasi Z dalam memberikan dukungannya.
"Pengoptimalkan berbagai platform digital, diharapkan pemilih pemula dan milenial akan lebih tertarik pada isu-isu substantif yang berdampak langsung pada kehidupan mereka," ungkap Yulion, Senin (2/9/2024).
Baca Juga: Mengenal Herman Deru: Profil, Karier hingga Maju Cagub Sumsel 2024
1. Generasi muda berharap ada kampanye substantif
Yulion menyebutkan, jumlah pemilih pemula di Sumsel akan mendominasi pemilih. Berdasarkan data KPU Sumsel pada Pemilu 2024 lalu, jumlah pemilih muda mencapai 54,09 persen atau sekitar 3.442.205 orang.
"Para pemilih pemula cenderung rasional. Mereka lebih skeptis karena berpikir politik tak berdampak besar pada mereka. Adapun pemilu dianggap sebagai formalias sehigga generasi muda dinilai tidak begitu peduli," jelas dia.
Yulion menilai, paslon yang bisa memberikan kampanye yang informatif akan mendapat dukungan dari pemilih muda. Utamanya mereka yang bisa memberikan informasi detail mengenai visi dan misi di media sosial secara menarik.
"Dengan derasnya informasi di era digital, kita berharap generasi muda bisa mendapatkan informasi yang lebih objektif dan terlibat aktif," jelas dia.
2. Khawatir cakada bermain diisu non substansial
Ilustrasi penyelenggara pemilu. (IDN Times/Sukma Shakti) Yulion mengkhawatirkan, para calon akan bermain pada ranah non-substansial untuk mengaet pemilih. Hal ini terjadi karena para pemilih cenderung memberikan pilihan karena faktor kesamaan suku, hubungan kekerabatan dan gimmick politik.
"Saat ini, saya percaya bahwa pemilih hanya melihat calon berdasarkan suku, kekeluargaan, dan hal-hal lain yang tidak penting. Seharusnya, sejak awal para calon dan partai pengusung sudah mulai memunculkan ide dan gagasan untuk mendorong pemilih melihat kualitas calon secara rasional," jelas dia.
3. Pemilih dipaksa untuk tidak rasional
Yulion pun menyebut belumnya para calon menampilkan visi dan misi yang jelas sejalan dengan pola politik yang kerap dilakukan politisi lain hampir diseluruh Indonesia. Mereka lebih tertarik memainkan emosi dan perasaan ketimbang kinerja dan program.
"Karena mereka terus dihadapkan pada masalah yang tidak penting, pemilih kita sebenarnya "dipaksa" untuk tidak rasional. Ini adalah masalah yang kompleks dan mengakar, terutama sejak pemilu langsung diterapkan. Partai politik harusnya lebih berperan dalam mensosialisasikan politik yang substansial dan merekrut calon kepala daerah berdasarkan kualitas, bukan sekadar popularitas," jelas Yulion.
Baca Juga: Profil Cik Ujang, Putra Asli Lahat Calon Wakil Gubernur Sumsel 2024