Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi karhutla di Sumsel (IDN Times/Rangga Erfizal)
Ilustrasi karhutla di Sumsel (IDN Times/Rangga Erfizal)

Intinya sih...

  • Masyarakat Palembang mulai merasakan bau asap kebakaran hutan pada dini hari

  • Asap tipis dan bau pekat kebakaran tercium di beberapa kawasan Palembang, mengganggu kenyamanan warga

  • Kualitas udara di Palembang sempat menurun, dengan konsentrasi partikel polutan PM2,5 mencapai level tidak sehat

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Palembang, IDN Times - Sejumlah warga Kota Palembang mulai merasakan dampak asap diduga kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Sejak Jumat (26/9/2025) malam beberapa percikan abu terpantau betebaran di udara dan bau asap kebakaran mulai tercium menganggu indra penciuman.

Kondisi ini dirasakan oleh beberapa orang berada di tengah kota maupun pinggiran kota. Sengatan asap dari kebakaran lahan tersebut disinyalir akibat kejadian yang terjadi di wilayah Pangkalan Lampam, Ogan Komering Ilir (OKI) yang membakar kawasan gambut.

"Kemungkinan besar dampak dari (kebakaran) OKI, yang mengarah ke Palembang. Masih kita lakukan pengecekan arah angin dari BMKG," ungkap Kepala Balai Pengendalian Kebakaran Hutan Kementerian Kehutanan Ferdian Kristanto, Sabtu (27/9/2025).

1. Masyarakat mulai rasakan bau asap pada dini hari

Proses pemadaman api karhutla (IDN Times/BPBD Sumsel)

Warga Palembang, Toriq, mengakui adanya bau asap kebakaran yang mulai terasa di kawasan tempat tinggalnya di Tanjung Barangan, Palembang. Ia menyebutkan, asap tersebut tercium cukup jelas terutama pada tengah malam, sehingga mengganggu kenyamanan warga sekitar.

"Sekitar pukul 01.00 WIB dini hari, tercium bau tapi gak begitu pekat. Masih samar-samar karena semalam juga angin cukup kencang," jelas dia.

Menurutnya kondisi tersebut membuat masyarakat waswas dampak kesehatan. Terlebih anak-anak dan lansia yang rentan terkena infeksi saluran pernapasan Akut (ISPA).

"Pada pagi hari sudah tidak tercium bau asap sebelumnya karena matahari sudah tinggi dan baunya hilang," jelas dia.

2. Masyarakat Palembang mulai mengeluh asap

Proses pemadaman karhutla di Sumsel (Dok: Manggala Agni)

Asap yang diduga terbawa angin dari OKI tersebut juga dirasakan masyarakat di bagian lain Palembang seperti kawasan Plaju, Simpang Polda, Simpang Charitas, 9 Ilir, Demang Lebar Daun dan sejumlah titik lainnya.

Asap tipis tersebut bahkan sempat direkam masyarkat yang masih beraktifitas hingga tengah malam. Mereka mengakui merasakan adanya asap tipis menutupi pandangan. Asap tersebut diikuti bau pekat kebakaran yang terasa membuat pedih mata.

"Coba yang bakar lahan ini ditindak. Segel lahannya, penjarakan. Seperti hal sepele, asap ini juga bisa buat orang meninggal. Anak kecil saja sejak dibuatnya," keluh masyarakat Palembang di media sosial @Oypalembang.

3. Sebut angin berembus dari wilayah timur di Sumsel

Proses water bombing oleh tim satgas Udara Karhutla Sumsel (IDN Times/Rangga Erfizal)

Kepala Stasiun Klimatologis Palembang, Wandayantolis, menyatakan, belum dapat memastikan apakah asap dan abu tipis yang menyelimuti Kota Palembang pada malam hari berasal dari kebakaran lahan di Pangkalan Lampam, Ogan Komering Ilir (OKI). Saat ini, BMKG masih melakukan pemantauan terhadap kondisi udara di wilayah tersebut.

"Belum bisa dipastikan (pemicu karhutla), tetapi memang arah angin dari timur yang berasal dari daerah OKI," jelas Wandayantolis.

4. Sempat ada lonjakan partikel padat di udara

Proses pemadaman api Karhutla di wilayah Ogan Ilir (Dok: Manggala Agni)

Berdasarkan data BMKG, menunjukan sempat terjadi penurunan kualitas udara di Palembang. Konsentrasi partikel polutan PM2,5 di dua titik pemantauan utama, yakni Talang Betutu dan Musi 2, sempat melonjak ke level tidak sehat pada dini hari sekitar pukul 04.00 WIB.

Di Talang Betutu, kadar PM2,5 tercatat mencapai sekitar 55 µg/m³ (mikrogram per meter kubik) sementara di Musi 2 lebih tinggi lagi, sekitar 75 mikrogram per meter kubik. Kedua angka tersebut masuk kategori tidak sehat sehingga berpotensi mengganggu kesehatan, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan penderita penyakit pernapasan.

"Terpantau pada pukul 4 dini hari terjadi lonjakan PM2.5 yang merupakan indikator adanya partikel padat yang umumnya bersumber dari sisa pembakaran," jelas Wandayantolis.

Editorial Team