Tata Kelola Gambut: Izin Korporasi dan Ketegasan Pemerintah

Palembang, IDN Times - Dua kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) besar di Sumatra Selatan (Sumsel) dalam satu dekade terakhir, mengakibatkan kerusakan ekosistem lahan gambut.
Gambut yang berguna menyimpan emisi karbon rusak dan berdampak kepada perubahan iklim dunia. Sumsel menjadi wilayah di Indonesia yang memiliki luasan lahan gambut terbesar hingga mencapai 1,2 juta hektare (Ha).
Lahan gambut terbesar berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) hingga 769.000 ha. Dari catatan kebakaran gambut pada 2015 lalu, lahan seluas 102.092 ha rusak terbakar, disusul karhutla 2019 mencapai 336.778 ha.
Kebakaran gambut bukan permasalahan baru. Jauh sebelum Reformasi pada 1997-1998, kebakaran hebat pernah terjadi disusul awal milenium 2006, 2007, 2008. Dari luasan lahan tersebut, tersisa 170.000 lahan gambut dalam kondisi baik, selebihnya rusak dan perlu penanganan serius.
"Karena selama ini mindset-nya sebatas ekonomi dan investasi. Padahal gambut memiliki nilai ekonomi tinggi jika tidak diganggu fungsi ekologisnya. Sangat disayangkan kalau hanya nilai investasi dibuka untuk HTI dan perkebunan," ungkap Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel, Hairul Sobri kepada IDN Times, Kamis (10/3/2022).
1. Negara tak mendapat apa-apa dari investasi di lahan gambut
Ekosistem gambut memiliki peran penting tidak hanya bagi masyarakat Indonesia melainkan dunia. Ekosistem gambut akan menjadi sumber air saat musim kemarau tiba. Sedangkan saat musim hujan, gambut menjadi tempat penyerapan air.
Hairul menilai, kepedulian terhadap gambut justru berasal dari Non-Government Organisation (NGO) luar. Mereka melihat gambut bisa mencegah perubahan iklim dengan menyimpan emisi karbon. Tapi kerusakan gambut setiap tahun berdampak kepada negara tetangga, di mana gambut yang sudah rusak akan mudah terbakar dan menjadi bencana kabut asap.
"Dampak kerusakan gambut sangat berdampak jika karhutla terjadi. Terutama gambut dalam yang sulit dipadamkan. Karbon yang keluar akibat kerusakan gambut akan berkali lipat hingga menentukan perubahan iklim global," tutur dia.
Hairul menjelaskan, apa yang terjadi pada kerusakan gambut saat ini tidak sebanding dengan investasi yang dibuka pemerintah. Alih fungsi kawasan gambut justru tidak membuat negara mendapat keuntungan.
"Kerugian yang didapat banyak. Alih-alih membuka keran investasi, pemerintah justru menanggung kerugian yang lebih besar. Kerugian kesehatan dan ekonomi, di mana pemerintah harus menanggung beban kesehatan. Belum lagi kerusakan gambut akan berdampak pada APBN negara," tutur dia.