Pendangkalan yang terjadi di Muaro Anai (Foto: IDN Times/Halbert Caniago)
Pada masa lalu, Muaro Anai menurut Eriadi, adalah tempat penjualan ikan yang cukup besar. Karena, kapal-kapal besar banyak yang bersandar di sana dan membongkar ikan hasil tangkapannya. Tetapi, masa itu telah berakhir. Belasan tahun berlalu, tidak ada lagi kapal besar yang masuk ke pelabuhan Muaro Anai karena pendangkalan yang terjadi sehingga menyulitkan para kapal-kapal besar untuk masuk.
Seiring berjalannya waktu, pasar ikan yang dulunya ramai, saat ini menjadi sepi karena semakin sedikitnya ikan yang dihasilkan nelayan yang ada di sekitar lokasi itu dan tidak danya kapal besar yang masuk.
"Pendangkalan ini seingat saya terjadi pada tahun 2010 lalu dan sampai saat ini semakin parah dan kami tidak mampu untuk melakukan pengerukan itu," katanya.
Pada masa itu, nelayan di sekitar Muaro Anai cukup bernapas lega karena bisa menghasilkan rupiah untuk menghidupi keluarga mereka. Tapi, saat ini para nelayan terpaksa harus puas dengan hasil tangkapan yang minim.
"Karena, kami hanya bisa menggunakan kapal kecil saja yang hanya bisa menjangkau paling jauh sekitar 2 kilometer ke tengah laut untuk menangkap ikan," tuturnya.
Dengan jangkauan jarak yang minim, tentunya para nelayan tersebut tidak mampu menangkap ikan berukuran besar seperti Tuna apalagi Kerapu yang memiliki harga yang cukup menjanjikan.
"Hanya ikan-ikan kecil yang bisa kami tangkap yang tentunya harganya tidak semahal Tuna dan ikan berukuran besar lainnya," lanjutnya.
Kesulitan lainnya tidak berhenti sampai di situ. Sulitnya mendapatkan Bahan Bakar Minyak (BBM) juga menjadi batu sandungan bagi para nelayan yang ada di Muaro Anai. Karena, tidak adanya Sentra Pengisian Bahan Bakar Umum (SPU) khusus nelayan di lokasi tersebut.
"Kami terpaksa harus berebut mendapatkan BBM baik solar ataupun Pertalite dengan pengguna kendaraan lainnya yang kadang dapat dan kadang harus mencari ke SPBU yang lebih jauh," katanya.
Kesulitan lainnya yang dirasakan para nelayan di Muaro Anai saat ini kerusakan kapal yang kerap terjadi saat menangkap ikan dan sulit untuk melakukan perbaikan.
"Kalau adanya kerusakan kapal, biasanya kami akan melakukan perbaikan secara mandiri. Karena kalau ke bengkel kapal itu jauh dan harganya juga mahal," katanya.
Dengan dibangunnya Kampung Nelayan Merah Putih di Muaro Anai, Aciak berharap agar perekonomian nelayan nantinya akan bisa berkembang dan lokasi itu kembali menjadi sentra ikan yang dikunjungi oleh semua masyarakat.