Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Sekda Kabupaten OKI, Asmar Wijaya saat melakukan sidak di dapur MBG. (Dok. Pemkab OKI)
Sekda Kabupaten OKI, Asmar Wijaya saat melakukan sidak di dapur MBG. (Dok. Pemkab OKI)

Intinya sih...

  • Sebelumnya Dinkes OKI telah menerbitkan SLHS untuk dua dapur di wilayah Kabupaten OKI

  • Seluruh pekerja atau penjamah makanan di dapur wajib memiliki sertifikat khusus

  • Pengelola harus bergerak cepat melengkapi semua kekurangan

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Ogan Komering Ilir, IDN Times - Puluhan dapur Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) di Sumsel hingga saat ini belum ada satu pun yang mengantongi Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). Sertifikat ini merupakan standar terbaru yang ditetapkan pemerintah pusat dan harus dimiliki setiap dapur yang menangani program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Tercatat di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) sebanyak 35 dapur yang belum memperoleh sertifikat tersebut. Sementara di kabupaten OKU, ada 17 SPPG yang masih mengurus uji kelayakan.

1. Dinkes OKI baru terbitkan SLHS untuk dua dapur

Sekda Kabupaten OKI, Asmar Wijaya saat melakukan sidak ke dapur MBG. (Dok. Pemkab OKI)

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes OKI, Herry Yanrido Dinas mengungkapkan, situasi ini disebabkan adanya surat edaran baru dari Kementerian Kesehatan per 1 Oktober 2025 yang memperketat dan mengatur percepatan penerbitan sertifikat.

Sebelumnya Dinkes OKI telah menerbitkan SLHS untuk dua dapur di wilayah Kabupaten OKI. Namun dengan adanya aturan baru, maka kedua sertifikat harus ditarik kembali untuk direvisi dan dilengkapi sesuai persyaratan yang lebih ketat.

"Proses mendapat SLHS bukanlah hal yang mudah. Banyak pengelola dapur yang sudah mengajukan permohonan, namun terbentur oleh berbagai persyaratan teknis yang wajib dipenuhi," ujar Herry.

2. Kendala utama cukup memakan waktu adalah pemeriksaan sumber air

Sekda Kabupaten OKI, Asmar Wijaya saat mlakukan sidak di dapur MBG. (Dok. Istimewa)

Beberapa syarat utama antara lain, seluruh pekerja atau penjamah makanan di dapur wajib memiliki sertifikat khusus. Lalu kondisi sanitasi dapur harus memenuhi standar kebersihan yang tinggi. Sampel makanan juga harus diuji di Balai POM dan sampel sumber air minum harus diuji secara kimiawi dan biologi.

"Kendala utama cukup memakan waktu adalah pemeriksaan sumber air. Sampelnya harus kami kirim ke Palembang dan proses untuk uji biologi saja membutuhkan waktu minimal 10 hari," jelasnya.

3. SPPG yang sudah beroperasi diberi batas waktu bulan

Ilustrasi menu Makan Bergizi Gratis (MBG) (IDN Times/Rangga Erfizal)

Herry menambahkan, sesuai surat edaran Kemenkes seluruh dapur SPPG yang sudah beroperasi diberi batas waktu bulan sejak 1 Oktober 2025 untuk wajib memiliki SLHS. Hal ini membuat para pengelola harus bergerak cepat melengkapi semua kekurangan.

"Kami di Dinkes hanya merekomendasikan dan mengeluarkan salah satu syaratnya saja. Jika syarat tidak terpenuhi, tentu kewenangan selanjutnya ada di BGN. Untuk kewenangan memberikan sanksi seperti penutupan operasional berada di tangan BGN Pusat," ungkapnya.

4. Wajib memiliki SLHS dengan tenggat waktu satu bulan

Siswa SMPN 9 OKU dìbawa ke Puskesmas, diduga keracunan usai santap MBG. (Dok. Istimewa)

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) OKU, Deddy Wijaya mengungkapkan, sebelumnya pemerintah telah mengeluarkan peraturan bagi SPPG yang bekerja sama dengan Badan Gizi Nasional (BGN) wajib memiliki SLHS dengan tenggat waktu satu bulan.

Hal itu dilakukan untuk meminimalisasi hal-hal yang tidak diinginkan terjadi seperti keracunan Program MBG akibat makanan yang tidak higienis.

"Saat ini seluruh SPPG yang ada di wilayah setempat sedang mengajukan penertiban dokumen SLHS ke Dinas Kesehatan Kabupaten OKU. Untuk mendapatkan SLHS ini, pengelola SPPG harus memenuhi beberapa syarat seperti hygiene sanitasi pangan yang meliputi lingkungan tempat dan bangunan, bahan pangan, peralatan, dan ketersediaan penjamah makanan," ungkapnya.

Editorial Team