Polemik UU Cipta Kerja, Penolakan Buruh dan Klarifikasi Poin Utama

Palembang, IDN Times - Cipta Kerja atau omnibus law makin menjadi polemik setelah disahkan menjadi Undang-Undang oleh DPR dan Pemerintah. Berbagai organisasi buruh dan mahasiswa menyerukan penolakan, sebab sejumlah pasal dianggap mereka merugikan dan tidak memberi keadilan.
Ketua Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia Sumatra Selatan (Kasbi Sumsel), Talbi mengatakan, pihaknya menolak keras semua poin yang tertulis dalam Cipta Kerja sejak menjadi Rancangan Undang-Undangan (RUU).
"Memang pada dasarnya KASBI menolak UU omnibus law secara keseluruhan, bukan hanya klaster. RUU saja kami menolak apa lagi disahkan," ujarnya kepada IDN Times, Rabu (7/10/2020).
1. UU Cipta Kerja dinilai paling merugikan buruh

Ia menilai, poin UU Cipta Kerja paling merugikan untuk para buruh. Khususnya tentang pasal tenaga kerja, dan mengenai masa pengangkatan karyawan tetap yang tidak memperhitungkan masa kerja pegawai. Padahal sebelum diubah, ada aturan pengangkatan pegawai dengan minimal berapa lama mereka sudah dikontrak.
"Anggota KASBI semuanya outsourching, terbanyak sektor perkebunan mencapai lebih dari 800 pekerja, pekerja migas ada 800 di Sumsel. Belum termasuk di nasional yang ada ribuan, paling banyak dari Cilacap, Balongan, dan beberapa daerah lain," kata dia.
Khusus di Sumsel, KASBI beranggotakan karyawan retail dengan berjumlah lebih dari 2.900 orang. Namun di antaranya ada yang sudah terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan tidak menerima pesangon penuh.
"Dari retail ada sekitar 60 pegawai dan karyawan dari Jakabaring Sport City (JSC) berkisar 200 orang anggota KASBI. Saat ini tinggal 2.5000-an orang karena ada yang kena PHK. Kami bertanggung jawab untuk bertindak membantu meminta pesangon, sesuaikan dengan masa kerja. Lewat mediasi internal melaui kesepakatan," tambahnya.
Talbi melanjutkan, KASBI dalam waktu dekat akan mengagendakan unjuk rasa di hadapan penguasa daerah. Pihaknya berencana memberikan aspirasi dengan aksi bersama.
"Apakah aksi dilakukan terpusat atau dari daerah masing-masing," timpal dia.
2. Pengamat sebut DPR terkesan tergesa-gesa mengesahkan UU Cipta Kerja

Menanggapi polemik UU Cipta Kerja, pengamat Kebijakan Publik sekaligus Ahli Sosial Universitas Sriwijaya (Unsri), MH Thamrin mengatakan, DPR tampak tergesa-gesa menyetujui dan mengesahkan poin tersebut. Walau menurut Thamrin, pemerintah dan DPR berniat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Kesannya ketergesa-gesa sulit untuk disangkal. Pertama, masa pembahasan yang hanya 7 bulan padahal UU ini merevisi banyak UU lainnya, ada sekitar 73 UU yang akan direvisi oleh UU Cipta Kerja ini," jelas dia.
Beberapap UU yang bakal ikut direvisi seperti UU nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil, UU nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan, UU nomor 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, UU nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, dan UU nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan.
"Bayangkan begitu banyak UU dan turunannya yang dipengaruhi oleh UU baru ini. Potensi konflik perundangan tampaknya sulit untuk dielakkan, karena tergesa-gesa seringkali berpotensi berakibat pada ketidakcermatan ataupun kehati-hatian," katanya.
3. UU Cipta Kerja menjadi resentralisasi kewenangan pemerintah pusat

Berbagai aksi muncul, terutama yang menyangkut buruh atau ketenagakerjaan. Selain itu, ada kesan keinginan untuk meresentralisasi kewenangan ke pemerintah pusat. Sebab UU Cipta Kerja menurut Thamrin, lebih banyak bicara tentang kewenangan pusat serta kewajiban dan sanksi bagi daerah.
"Dengan kata lain hubungan hak dan kewajiban antara pusat dan daerah belum berimbang," ujar Thamrin.
4. Pro kontra UU Cipta Kerja timbul karena tidak ada sosialisasi pihak elit dan kurangnya edukasi di publik

Pengamat Politik Sumsel, Bagindo Togar menambahkan, UU Cipta Kerja yang menimbulkan kericuhan diawali karena pemahaman isi yang dibagikan ke masyarakat tidak menyeluruh, atau hanya sepotong informasi. Publik dianggap tidak begitu memahami apa makna dan tujuan UU tersebut.
"Kesalahan ini berasal dari dua belah pihak, yakni elit tidak menyosialisasikannya dan warga tidak mengerti tujuan UU. Ini akibat yang tersebar adalah keterangan sepotong. Saya tidak berani menilai UU sempurna, tapi tujuan UU dibuat untuk melibatkan aspirasi lapisan kelompok. Tak semata-mata mengikuti keinginan satu pihak, karena semua punya kepentingan dan mestinya bertemu bersama," jelasnya.
UU Cipta Kerja menurut Bagindo merupakan bagian dari dinamika rancangan. Timbulnya persepektif dan sudut pandang berbeda, terkadang karena kurangnya komunikasi antara elit dan masyarakat.
"Sulit memahami UU ini. Ada 900 halaman rancangan. Semestinya, tugas pemerintah klarifikasi agar tidak seolah-olah pemerintah kontra terhadap," Kata Bagindo.
5. Apabila ada pemahaman, UU Cipta Kerja dapat membentuk mutual simbiolisme
Apabila dipahami secara rinci, UU Cipta Kerja katanya bisa membentuk mutual simbiolisme, dengan tidak menyudutkan sentimentil agama dan membangun politis negara.
Menurut Bagindo, polemik UU Cipta Kerja membuat negara-negara besar lain tidak menginginkan kesejahteraan tumbuh. Bila dipahami, negara lain pun ada yang tidak menginginkan kesetaraan buruh. Ada peran yang memainkan kelompok elit. Secara sengaja, UU cipta kerja dibangun secara masif agar masyarakat tidak setuju.
"Kemudian mulai perkembangan polemik. Dunia tidak stabil, dan berdampak pada keuangan negara. Mereka kelompok anti pemerintah cukup solid. Saya rasa negara juga praktis terhadap buruh, dari UU di atasnya ada negara, sekejam itukah negara kepada buruh? Saya rasa tidak," timpal dia.
6. Perlu duduk bersama membahas detail UU

Bagindo menuturkan, penyelesaian UU Cipta Kerja harus dimulai dengan duduk bersama, berdiskusi, dan meluruskan informasi salah yang telah tersebar di tengah masyarakat dengan memahami poin-poin utama dengan maksud serta tujuannya.
"Beredar 12 alasan buruh menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja. Ke-12 poin tersebut ternyata tidak benar. Maka itu kita perlu megupas satu per satu beserta pasal dan fakta yang sebenarnya agar semua jelas," tutur dia.