Penilaian berbeda diutarakan Advokasi muda Palembang, Mualimin Pardi, yang menyatakan pidato Jokowi tak lebih seperti bunga tidur. Terlebih, saat membahas mengenai perluasan dan penambahan pengadilan di setiap daerah. Padahal, itu bukan jadi tolak ukur.
Penambahan pengadilan, ujar Mualimin, tidak bisa jadi perhitungan keadilan di Indonesia sudah baik. Karena, sebenarnya dilihat dari kualitas UU bukan banyak UU yang ada.
"Ketika melihat sistem penegakan hukum, yang harus diperhatikan yakni melihat dari kualitas penegak hukumnya. Secara keseluruhan dalam pidatonya, Jokowi tidak punya gagasan besar untuk menyelesaikan tantangan besar menghadapi aparatur penegak hukum," katanya.
Kemudian menanggapi pidato kenegaraan, urai Mualimin, kaitan pidato yang dipaparkan Jokowi kesannya hanya janji kosong.
"Soal dia ingin menegaskan sistem presidensial ini menunjukkan bahwa sesungguhnya kepemimpinannya masih dirong-rong oleh pengusung. Karena seperti kita lihat, beberapa waktu lalu dari PDIP menyatakan dalam kongres mereka merekomendasikan amandemen untuk memperkuat sistem parlementer," jelasnya.
Selanjurnya, konteks teknologi peningkatan SDM, yang jadi sorotan adalah Jokowi tidak mempunyai kerangka besar. Peningkatan SDM tidak bisa terlepas dari lingkungan hidup, generasi anak-anak muda. Jokowi tidak ada kerangka jelas antara pembangunan SDM atau kebijakan.
"Kesannya hanya ingin siap menghadapi tantangan ekonomi global yang semakin ketat di era digital. Tanpa tidak melihat fakta lain dari aspek berbeda. Padahal, Jokowi menyebutkan dalam pidatonya bahwa ada tantangan masalah yang harus diperhatikan yakni iklim, lingkungam hidup serta potensi wilayah yang rentan dengan bencana," tandasnya.