Permasalahan Buku Sejarah Indonesia, PDRI hingga KAA

- Jilid 7 masih minim penulisan tentang PDRI
- PDRI selalu ditutupi sejak pemerintahan Soeharto
- Penulisan tentang PDRI dalam buku Sejarah Indonesia minim
Padang, IDN Times - Tokoh Sumatra Barat, Hasril Chaniago mengritisi penulisan buku Sejarah Indonesia dibuat oleh ratusan pakar sejarah yang ada di Indonesia.
"Menurut saya, draft buku ini ibaratkan bangunan yang sudah hampir selesai dan mau serah terima, tetapi pondasinya saja masih bermasalah ini," katanya dalam diskusi publik yang dilakukan di Universitas Negeri Padang (UNP), Kamis (31/7/2025).
Menurut Hasril, dari daftar beberapa jilid yang telah dibacanya diberikan panitia, masih terdapat beberapa permasalahan cukup krusial penulisan buku sejarah.
1. Jilid 7 tentang perjuangan mempertahankan kemerdekaan

Hasril mengatakan, jilid 7 dalam draft buku Sejarah Indonesia tersebut masih belum menuliskan secara detil tentang sejarah tentang Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).
"Tadi disampaikan bahwa PDRI itu penting. Tapi saat saya lihat di sini kalau dalam struktur bangunan hanya bagian dari sub BAB dan anaknya lagi," katanya.
Ia mengatakan, pembahasan tentang PDRI hanya dituliskan dalam bentuk titik saja dan tidak masuk dalam pembahasan yang penting seperti yang diungkapkan.
2. PDRI selalu ditutupi sejak dulu

Menurut Hasril, penulisan tentang PDRI selalu ditutupi sejak masa pemerintahan Presiden Soeharto yang tidak ingin peristiwa 1 Maret itu hilang. Karena itu ,peristiwa PDRI hilang.
"Padahal ini merupakan sebuah masalah yang selalu ditutupi pada zaman pak Harto," katanya.
Dalam beberapa buku yang diterbitkan pada masa tersebut, PDRI hanya ditulis hanya dalam satu kalimat saja. Sementara peristiwa itu sangat penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
"Dalam SNI jilid 6 itu dituliskan hanya satu kalimat. Saya bahkan hampir hafal kalimat itu yang menuliskan 'setelah ibu kota Jogjakarta jatuh dan Presiden dan Wakil Presiden ditahan, kemudian Syafruddih Prawiranegara membentuk pemerintahan darurat di Sumatra' hanya itu kalimatnya," katanya.
3. Dibahas dalam buku Somewhere In The Jungle

Hasril menjelaskan, setelah runtuhnya pemerintahan Soeharto, Profesor Mestika Zet menuliskan tentang PDRI lebih panjang dalam bukunya yang berjudul Somewhere In The Jungle.
"Sehingga sejarah tentang PDRI itu ditulis dalam 47 halaman. Kalau saya lihat dari draft ini sepertinya tidak akan sampai satu halaman ditulis tentang PDRI ini," katanya.
Selain pembahasan tentang PDRI yang sangat minim, Hasril juga memperhatikan hal lainnya yang dibahas di dalam buku Sejarah Indonesia tersebut.
4. Permasalahan jilid 3

Hasril mengatakan, permasalahan lainnya terdapat pada jilid 3 membahas tentang diplomasi kemerdekaan Indonesia yang ditulis dalam draft buku tersebut.
"Ada 3 fase dalam perjuangan kemerdekaan dan diplomasi itu yang terakhir. Sebenarnya justru di bab 3 itu bagian diplomasi dalam perjuangan kemerdekaan itu mulai dari diplomasi sebelum Linggar Jati. Bagaimana Syahrir mengubah agar dilihat oleh dunia dengan memberikan bantuan beras ke dunia misalnya," katanya.
Tetapi, hal seperti itu tidak terlihat dalam buku Sejarah Indonesia yang sedang ditulis oleh ratusan pakar sejarah dari berbagai universitas di Indonesia.
5. Permasalahan jilid 8

Jilid 8 membahas tentang dinamika demokrasi parlementer yang dituliskan dalam buku tersebut dinilai tidak masuk akal oleh Hasril. Karena para pakar tersebut menggabungkan tentang Konferensi Asia Afrika dengan Pemilu 1955.
"Ini tidak masuk akal ini. Saya kira Konferensi Asia Afrika itu masuk pada bagian tentang kepemimpinan internasional. Karena Bung Karno ingin menjadikan Indonesia sebagai pemimpin dunia," katanya.
Tetapi dalam buku Sejarah Indonesia tersebut dituliskan dalam bagian demokrasi parlementer yang membahas tentang sejarah tahun 1950 sampai 1959.