Ilustrasi korupsi (IDN Times/Aditya Pratama)
Ahmad menambahkan, saat proses penagihan pajak, kliennya kembali bertemu oknum pajak yang betugas di bagian juru sita berinisial F. Dari sana korban kembali diminta membayar down payment sebesar Rp20 juta sekaligus fee sebesar 10 persen. Namun karena kliennya keberatan, akhirnya kedua belah pihak sepakat fee 1 persen.
"Oknum tersebut juga meminta dua aset bangunan dan dua BPKB mobil milik klien yang seorang pengusaha sembako di Kota Prabumulih, sebagai jaminan sebelum waktu sita berlangsung," ungkap dia.
Tak cukup di sana, oknum pajak lainnya di bagian Account Representative (AR) berinisial MA diduga juga telah melakukan pemerasan kliennya. Upaya dugaan pemerasan tersebut terjadi berkali-kali secara bergantian.
Menurut Ahmad, seluruhnya merupakan rangkaian peristiwa dugaan pemerasan yang dilakukan oknum pegawai pajak KPP Pratama yang terjadi sepanjang periode 2019 hingga 2021.
"Klien kami sudah berupaya melaporkan para oknum tersebut namun tak ada proses. Oleh sebab itu, saya bersama klien juga telah melaporkan dugaan pemerasan itu ke Aparat Penegak Hukum (APH), Polres Prabumulih, sempat juga di Kejaksaan Negeri Prabumulih, dan kami juga akan melaporkan kepada Kejaksaan Tinggi dan/atau Polda Sumsel," jelas dia.