Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman saat membacakan putusan atas perkara 106/PUUXVIII/2020, di Gedung MK, Rabu (20/7/2022). (YouTube/Mahkamah Konstitusi RI)

Palembang, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi sorotan setelah mengabulkan gugatan batas usia Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden. Putusan yang membuat anak sulung Presiden Joko 'Jokowi' Widodo, Gibran Rakaningbumi Raka, bisa maju jadi Cawapres, dinilai cukup kontroversial. Apalagi Ketua MK Anwar Usman yang memimpin sidang merupakan paman Gibran.

Kritik dan ungkapan kekecewaan juga disampaikan pengamat politik dari Forum Demokrasi Sriwijaya (ForDes), Bagindo Togar. Ia menyebut kepercayaannya terhadap MK telah berkurang pasca penetapan tersebut.

“Sudah jelas, saat ini MK menjadi alat poltitik kekuasaan. MK bukan Mahkamah Kekuasaan, tetapi Mahkamah Kaleng-kaleng dan Mahkamah Konspirasi. Kok mau hakim-hakim ini jadi alat politik kekuasaan? Kalau bisa di-impeachment, semua hakim MK itu harus dikenakan sanksi dan diberhentikan," kata Bagindo saat dihubungi, Jumat (11/3/2023).

1. Pertanyakan kredibilitas MK ke depan

Sidang putusan gugatan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diajukan kelompok buruh di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (25/11/2021). (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Ia mengatakan, MK yang seharusnya menjadi lembaga penjaga konstitusi kini diragukan setelah mengeluarkan putusan uji materi terhadap batas usia Capres dan Cawapres. Dia khawatir MK yang sudah tidak kredibel akan dimanfaatkan lagi sebagai alat politik kekuasaan jika terjadi sengketa  Pilpres 2024.

“Bagaimana kalau nanti ada sengketa pemilu? Sudah gak kredibel lagi mereka kalau ada sengketa pemilu. Bagimana kita bisa percaya, mereka telah mengorbankan etik yang seharusnya dijunjung tinggi,” katanya.

2. Minta investigasi hakim MK

Editorial Team

Tonton lebih seru di