Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ILustrasi Pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG) (IDN Times/Rangga Erfizal)
ILustrasi Pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG) (IDN Times/Rangga Erfizal)

Intinya sih...

  • Sebelum ada MBG anak-anak diwajibkan bawa bekal ke sekolah

  • Riri melakukan perubahan menu dan menjual secara daring untuk menghadapi program MBG

  • Pedagang lain seperti NI merasakan penurunan omset karena anak-anak jarang lagi membeli jajanan di kantin

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Palembang, IDN Times - Omzet pedagang di sekolah menurun sejak program Makan Bergizi Gratis (MBG) bergulir Januari 2025 silam. Salah satunya dirasakan Riri penjual makanan ringan di Kantin SMP Negeri 8 Palembang yang mengaku merasakan dampak tersebut.

"Awal MBG diberlakukan, omzet memang turun drastis. Tapi setelah dua atau tiga bulan berjalan, mulai perlahan naik lagi, walau belum bisa seperti sebelum ada MBG," ungkap Riri, kepada IDN Times, Jumat (10/10/2025).

1. Sebelum ada MBG anak-anak diwajibkan bawa bekal ke sekolah

ILustrasi Pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG) (IDN Times/Rangga Erfizal)

Menurut Riri, jauh sebelum ada MBG siswa dan siswi di SMPN 8 Palembang sudah terbiasa membawa bekal ke sekolah. Hal ini membuat mereka tidak kaget karena MBG menjadi terusan dari kewajiban yang diterapkan pihak sekolah.

"Di sekolah kami sudah ada kebijakan membawa bekal makan siang wajib sejak sebelum program MBG diberlakukan," jelas dia.

2. Pedagang akui tak khawatir dengan MBG

ILustrasi Pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG) (IDN Times/Rangga Erfizal)

Riri menjelaskan menu yang dijualnya terdiri dari jajanan ringan seperti risol, cireng, telur gulung, cilok kuah, bakso goreng, kebab, hingga aneka es.

"Kami dari awal tidak menjual makanan berat," jelas dia.

Untuk menghadapi situasi yang berubah, Riri turut melakukan beberapa perubahan terutama pada menu yang dijual. Hal ini bukan semata akibat adanya program MBG, melainkan mencegah siswa bosan dengan jenis jajajan yang sama setiap hari.

Karena itu, ia mengaku tidak terlalu khawatir dengan keberadaan program MBG. Sebagai penjual makanan ringan, dirinya selalu berupaya menyesuaikan diri dengan kebijakan sekolah dengan tetap menawarkan menu yang digemari para siswa.

"Jadi, kami melakukan perubahan menu lebih didasari pada kebutuhan variasi dan selera anak-anak. Jadi kalau ada menu yang berbeda bukan karena penurunan penjualan akibat MBG," jelas dia.

3. Pilih cari penghasilan di luar sekolah

ILustrasi Pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG) (IDN Times/Rangga Erfizal)

Riri juga menyebut harga jual tidak mengalami perubahan, karena kenaikan justru bisa membuat penjualan turun lebih jauh. Untuk menutup kebutuhan harian, pedagang tersebut kini juga aktif menjual secara daring dan menerima pesanan nasi box di luar jam sekolah.

"Kalau kami sih tetap bersyukur, anak-anak masih banyak yang jajan. Tapi mungkin beda cerita bagi pedagang makanan berat di sekolah lain yang tidak mewajibkan siswa membawa bekal," jelas dia.

4. Para siswa jadi jarang jajan di kantin

Ilustrasi Pemberian MBG ke Sekolah Dasar

Berbeda dengan kisah Riri, pedagang di Muara Enim Sumatra Selatan (Sumsel), berinisial NI mengaku omzetnya terdampak oleh program MBG. Sejak digulirkan menjadi program wajib di sekolah, banyak makanan yang biasa dijual tak laku karena anak-anak sebelumnya sudah menyantap menu yang disediakan di sekolah.

"Masalah (penurunan omset) MBG memang berdampak pada kami yang berjualan di kantin," ungkap pedagang yang enggan disebutkan lokasi sekolahnya tersebut.

Dirinya mengakui, anak-anak yang kini mendapat jatah makan siang dari sekolah, jarang lagi membeli jajanan seperti sebelumnya. Alhasil penghasilannya pun menurun, padahal menjadi pedagang di kantin sekolah merupakan satu-satunya mata pencariannya.

"Sekarang anak-anak jarang jajan. Dulu sebelum ada MBG, setiap jam istirahat kantin ramai. Sekarang paling cuma beberapa yang beli," jelas dia.

5. Berharap ada solusi dari pemerintah untuk pedagang

Sisa ompreng MBG di SMPN 8 Kota Kupang. (IDN Times/Putra F. D. Bali Mula)

Dirinya menyebut, penurunan penjualan mulai terasa sejak awal program berjalan. Meski sempat mencoba mengganti menu agar lebih menarik, tetap saja minat siswa tidak seperti dulu.

"Mungkin karena mereka sudah makan dari program MBG, jadi perut sudah kenyang," jelas dia.

Ia berharap ada solusi agar mereka tetap bisa berjualan di lingkungan sekolah tanpa merugi. Dirinya lantas kerap berpindah berjualan di tempat lain agar dapat menjual habis dagangannya.

"Kami mendukung programnya, bagus untuk anak-anak. Tapi semoga ada jalan juga buat pedagang kecil seperti kami supaya bisa tetap bertahan," jelas dia.

Editorial Team