Melawan Buta Huruf dengan Belajar Ceria Tanpa Tekanan dan Paksaan

Intinya sih...
TBM Karya Mulya Palembang tempat belajar anak-anak dari berbagai usia, lahir dari keinginan ibu rumah tangga untuk menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan
Konsep belajar ceria tanpa tekanan menjadi program utama TBM dengan kegiatan rutin setiap Senin, Rabu, Jumat dan akhir pekan
Ada sekitar 5.000 buku di TBM Karya Mulya yang dipilah sesuai dengan umur anak-anak, melawan buta huruf lewat kecintaan akan literasi
Palembang, IDN Times - Era digital tak semua menjadi serba mudah, terutama dalam mengentas persoalan buta huruf. Di era ketika anak-anak lebih pintar mengoperasikan gawai ketimbang membaca dan menulis, menjadi persoalan baru yang harus menjadi perhatian.
Di sudut kampung, jauh dari hiruk pikuk kota, para relawan Taman Baca Masyarakat (TBM) Karya Mulya Palembang terus melakukan kegiatan untuk mengajar anak-anak agar bisa membaca, menulis dan memahami makna dari bacaan yang ada.
"Program ini hidup karena relawan termasuk warga dan komunitas yang peduli terhadap pendidikan," ungkap Inisiator TBM Karya Mulya, Yuli Harsiah kepada IDN Times, Rabu (2/7/2025).
1. Awal mula TBM Karya Mulya Palembang
Yuli menceritakan, TBM Karya Mulya menjadi tempat bernaungnya anak-anak dari beragam usia di wilayah Karya Mulya Palembang. Berawal dari hobi, jadi aksi literasi yang lahir dari keinginan seorang ibu rumah tangga yang sempat dilanda kejenuhan dan ingin tetap produktif tanpa harus jauh dari keluarga.
Setiap pekannya, tawa anak-anak terdengar menyatu dengan galaman buku-buku bergambar, nyanyian dan semangat para relawan. Kegiatan literasi yang ada terlihat sepele namun begitu bermanfaat untuk masyarakat.
"TBM ini awalnya menjadi tempat tumbuh dan belajar bersama. Keinginan untuk menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan bagi anak-anak yang berfokus pada edukasi dan pendidikan warga sekitar," ungkap dia.
2. Belajar dengan ceria tanpa tekanan
Berdiri sejak 2017, TBM Karya Mulya sudah hadir di tengah masyarakat selama lebih dari delapan tahun. TBM tersebut bukan hanya sekedar tempat bermain dan membaca, juga menjadi ruang aman dalam tumbu kembang literasi anak sejak dini. Konsep yang dibawa pun sederhana namun juga menyentuh, yakni belajar ceria.
Bersama relawan, dirinya memiliki program utama yang digelar rutin setiap Senin, Rabu, dan Jumat serta akhir pekan. Anak-anak diajak membaca bersama, mengenal huruf, berdongeng, dan bahkan belajar sesuai apa yang ingin mereka baca.
"Saya percaya, anak-anak tidak bisa dipaksa. Kita hanya bisa mendampingi dan mengajak mereka dengan cara yang menyenangkan. Kalau mereka belum tertarik, tidak masalah. Yang penting pintunya selalu terbuka," jelas dia.
3. Bergerak bersama relawan
TBM Karya Mulya bergerak bersama relawan. Meski menjadi inisiator, Yuli tidak bisa mengembangkan TBM sejauh ini tanpa bantuan dari para relawan dan masyarakat. Tak jarang ada komunitas yang datang membantu mengajar dan mendonasikan buku atau sekedar menemani anak-anak belajar.
Menurutnya, saat ini ada dua relawan yang aktif dalam membantunya memberikan edukasi terkait pendidikan literasi di TBM Karya Mulia. Pertama ada Miss Eka yang membantu dalam mengedukasi anak-anak terkait literasi. Lalu ada Ustadz Misnas yang membawakan kelas belajar komputer gratis kepada anak-anak setiap pekannya.
"Dukungan dari pemerintah kelurahan, kecamatan, hingga kota juga turut memperkuat eksistensi TBM ini. Salah satu bentuk dukungan konkret adalah penyediaan fasilitas Wi-Fi gratis, yang bisa dimanfaatkan anak-anak untuk mengerjakan tugas, mencari informasi edukatif, atau mengakses video pembelajaran," beber dia.
4. Ada sekitar 5 ribu buku di TBM Karya Mulya
Yuli mencatat ada sekitar 5 ribu lebih buku yang menjadi koleksi TBM Karya Mulya. Buku-buku tersebut tidak asal masuk menjadi bacaan, lantaran dirinya turut menyeleksi buku apa saja yang bisa dibaca anak-anak. Tidak semua buku dipajang, dirinya lebih selektif dalam memilah buku-buku sesuai dengan umur anak-anak. Buku-buku seperti komik dewasa disimpan terpisah.
"Hal ini dikarenakan pengunjung TBM didominasi anak-anak," jelas dia.
5. Melawan buta huruf lewat kecintaan akan literasi
Yuli menyebut, salah satu tantangan dalam memberikan edukasi terkait literasi yakni, masih adanya anak yang butu huruf. Dirinya menilai tidak semua anak mempunyai proses yang sama dalam belajar. Dirinya memastikan proses edukasi yang cerialah menjadi awal agar anak-anak dapat menyukai dunia literasi.
"Termasuk anak saya salah satu contohnya. Dulunya mengalami proses belajar membaca cukup lama. Namun dengan pendekatan yang menyenangkan sesuai konsep belajar ceria, anak-anak diajak belajar tanpa tekanan," jelas dia.
Permasalahan buta huruf menjadi masalah nasional, Indonesia belum sepenuhnya terbebas dari buta huruf. Tanpa belajar menyenangkan, pendidikan akan semakin jauh untuk dicintai mereka.
"Kembali lagi kepada keinginan masing-masing anak, apakah mereka ingin didamping dan belajar," jelas dia.
Permasalahan buta huruf dan minimnya literasi ini merupakan proses yang panjang untuk diselesaikan. Dirinya mencatat, di lingkungan TBM sendiri, masih ada anak-anak yang belum menunjukkan ketertarikan untuk belajar bersama.
"Kami hanya bisa menawarkan solusi dan pendekatan yang baik. Namun, jika si anak belum tertarik, kami tidak akan memaksakan," jelas dia.
6. Dinamika literasi dan edukasi yang terus bergerak
TBM Karya Mulya bukan hanya tempat membaca buku. Ia adalah ruang harapan, tempat anak-anak membangun mimpi dan mengenal dunia lewat halaman-halaman cerita. Selama delapan tahun berdiri, TBM ini telah menjadi bagian penting dari ekosistem belajar warga sekitar. Dan meski tantangan datang silih berganti, semangat literasi yang dibangun dari ketulusan itu terus menyala meski kecil, tapi terang.
Seiring waktu, pengelolaan TBM mengalami perubahan. Sebelumnya, Yuli tinggal di lokasi TBM sehingga seluruh kegiatan dapat dipantau secara langsung. Namun, sejak setahun terakhir, dirinya pindah ke rumah orang tuanya sehingga aktivitas TBM menjadi lebih terbatas.
Meski begitu, kegiatan rutin TBM tetap berjalan. Buku dan alat bantu edukatif masih dapat digunakan anak-anak untuk belajar. Harapannya, semangat literasi ini tetap hidup, apalagi sudah tertanam cukup kuat di hati anak-anak sekitar.
"Kami juga terbantu dengan berbagai dukungan banyak pihak termasuk pemerintah," jelas dia.