VA dan NZ tidak menyangka akan menjadi korban perdagangan manusia (IDN Times/Rangga Erfizal)
Paspor dan dokumen keberangkatan sudah siap semua oleh si agency, namun VA dan NZ mendapat kabar lagi bahwa pekerjaan mereka berubah, yang tidak sesuai dengan kesepakatan awal. VA kesal dan sempat memprotes, namun tidak bisa berbuat apa-apa.
Masuk 23 September malam, VA dan NZ berangkat dari Bandara Juanda, Surabaya menuju Batam. Tiba di Batam, menjadi awal kisah perpisahan kedua saudara sepupu ini, hingga mereka harus bekerja di bawah sindikat perdagangan manusia internasional.
VA menuturkan, ketika di bawa ke Pelabuhan Batam Center, keduanya dipisah dengan menggunakan kapal berbeda hingga sampai ke Johor. Keduanya hanya dijanjikan akan bertemu di Johor, namun tidak pernah kesampaian. VA kemudian dijemput orang Malaysia bernama Yusuf.
Yusuf juga yang mengajak VA bermalam di rumahnya di perumahan Austin Perdana, Johor, nomor 26/6. VA tidak sendirian, ada 6 orang yang bernasib sama dengannya. Saat melihat enam orang itu, VA menyadari bahwa mereka di tipu oleh agency penyaluran tenaga kerja. Suara tangisan juga didengarkan VA setelah tiba di rumah tersebut.
Semalam menginap di rumah Yusuf, Selasa, 24 September 2019, VA kembali diantar Yusuf ke sebuah terminal Bus, Larkin Johor, untuk ke rumah Agency berikutnya di Pahang. Sementara, semua identitas VA, termasuk telepon seluler (ponsel) ditahan dan dititipkan dengan sopir bus setempat. Dengan kondisi perut yang masih kosong selepas meninggalkan Batam, VA terus menahan lapar sampai ke Pahang.
Untuk sampai ke Pahang, membutuhkan waktu 6 jam perjalanan darat menggunakan bus dari Johor. Saat tiba di Pahang, VA terkejut karena seluruh barangnya mulai dari sajadah, mukena, Yassin dan tulisan arab (buatan ibunya) di minta untuk dibakar. Mereka meminta VA harus menerima hal itu, lantaran sudah menjadi peraturan di sana.
"Saya mau diantar ke rumah agen KSM Indah di Pahang, semua ditahan mulai dari SIM, identitas, Alquran, tulisan arab, yassin, baju panjang dibakar. Karena tidak boleh," kata dia.
Setelah sampai di agency terbaru itu, kemudian VA melakukan medical check up dan baru diminta untuk persiapan bekerja di rumah dan minimarket milik majikannya yang baru.
"Saya tidak tahu nama, taunya manggil bos saja, aku disuruh bangun jam setangah 3 pagi sampai jam 7 kerja mengurusi rumah, mandikan anaknya, sampai bikin sarapan. Jam 7 aku harus ke kedai, lepas jam 10 aku masak untuk beres-beres di lantai dua minimarket. Jam setengah 12 aku kerja lagi. Jam 3 aku masak lagi dan menyiapkan makanan anjing. Balik ke rumah sore kerja seperti PRT lagi. Bos saat itu bilang, boleh makan kalau kita makan, kita tidur kalau mereka tidur," tutur dia.
Karena tidak bisa masak, VA dikembalikan ke agency dan mendapat caci maki dari pemilik agency. Bermacam siksaan didapat VA, mulai dari ditampar, di jewer, ditendang dan siksaan lainnya. Pihak agency sengaja VA disiksa di ruang tamu, karena di situ satu-satunya ruang yang tidak memiliki kamera CCTV.
Selepas kembali ke agen, VA menjalani hari-hari yang semakin kelam. VA menjadi petugas kebersihan harian yang disewakan per hari. Hingga tanggal 1 Oktober, Hasan Basri, warga Pahang, si pemilik rumah makan menjemputnya. Di sini ada 12 pekerja Indonesia lain yang ilegal bekerja. Namun, VA tidak kehilangan akal untuk meminta bantuan.
Bekerja sebagai pembuat minuman, VA lantas kerap meminjam ponsel pelanggan dengan bermodalkan kertas kecil dan menuliskan "Tolong Aku". Banyak pelanggan di sana yang bersimpati yang meminjamkan ponsel ke pada VA.
" Ada 5 orang yang nolong saya, mereka pinjam kan ponsel. Lalu saya menghubungi mamak di Palembang, kasih tau saya di Malaysia. Minta bantuan. Lalu mamak punya saudara dan minta tolong temannya orang Malaysia yang polisi untuk mendatangi saya," jelas dia.