Kilas Balik Kasus Pasar Cinde: Awal Cerita hingga Seret Alex Noerdin

- Penetapan Alex Noerdin sebagai tersangka kasus Pasar Cinde Palembang menjadi sorotan karena simbol modernisasi pusat perbelanjaan tradisional di Bumi Sriwijaya yang tergerus oleh ambisi luar biasa mantan Gubernur Sumatra Selatan tersebut.
- Komunitas Save Cinde (KSC) menyambut positif penetapan Alex Noerdin sebagai tersangka, menganggapnya bukti konsistensi mereka dalam mempertahankan bangunan yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya sejak 2017.
- Alex Noerdin juga terlibat dalam dua kasus besar lainnya yang menimbulkan kerugian negara cukup besar, yaitu kasus korupsi pembangunan Masjid Raya Sriwijaya dan kasus korupsi jual beli gas BUMD PDPDE.
Palembang, IDN Times - Penetapan mantan Gubernur Sumatra Selatan (Sumsel) Alex Noerdin sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Pasar Cinde Palembang pada Rabu (2/7/2025) jadi titik terang perjalanan panjang dan getir penyelamatan warisan leluhur di Bumi Sriwijaya. Sebab, Pasar Cinde merupakan simbol modernisasi pusat perbelanjaan tradisional dan jadi wujud nyata sejarah perkembangan pasar di Kota Pempek.
Pasar Cinde Palembang dibangun pada 1957–1958 oleh arsitek nasional Abikoesno Tjokrosujoso, pasar ini cukup berkesan bagi masyarakat sekitar karena keunikan desainnya. Memiliki gaya modern tropis dengan lengkung khas, pasar modern pertama setelah Pasar 16 Ilir ini merupakan landmark kota. Pasar ini bahkan dibangun di atas tapak sejarah, bekas kawasan pemakaman bangsawan Kesultanan Palembang.
1. Pasar Cinde direncanakan diganti dengan bangunan komersial 12 lantai pada 2014

Namun nilai bersejarah itu pun lenyap akibat ambisi luar biasa dari Alex Noerdin untuk menggantinya dengan bangunan komersial 12 lantai pada 2014. Rencana pembangunan tersebut akhirnya menggerus historis dan warisan budaya yang melekat. Bangunan lama dibongkar paksa tahun 2018 meski sudah ditetapkan sebagai Cagar Budaya.
Alasan utama pembongkaran disebut untuk mendukung pembangunan Palembang menyambut event internasional Asian Games pada 2018 dan Bumi Sriwijaya jadi kota tuan rumah bersama Jakarta. Sejak pembongkaran awal hingga empat tahun prosesnya bergulir, proyek kemudian mandek dengan beragam penyebab. Mulai dari izin, kontrak bersama pihak ketiga hingga persoalan dana yang tak kunjung selesai. Kini pada 2025 Pasar Cinde tinggal menyisakan puing dan kehilangan.
2. KSC sangat aktif menentang proyek revitalisasi Pasar Cinde karena menyalahi prinsip pelestarian budaya

Tinggal menyisakan kenangan, kasus Pasar Cinde Palembang pun ikut disuarakan Komunitas Save Cinde (KSC). Sempat dianggap sebagai penghalang proyek Pasar Cinde, kini KSC jadi komunitas yang paling positif menyambut penetapan Alex Noerdin sebagai tersangka. Sebelumnya, KSC yang dibentuk sejak 2016 itu sangat aktif menentang proyek revitalisasi Pasar Cinde karena menyalahi prinsip pelestarian budaya dan dilakukan tanpa akuntabilitas.
Pascapenetapan tersangka Alex Noerdin oleh Kejati Sumsel, persoalan itu disebut jadi bukti konsistensi KSC yang tetap bersuara meski jadi bagian minoritas.
“Penetapan ini adalah bukti bahwa perjuangan kami sejak awal tidak salah. Kami terus berupaya mempertahankan bangunan yang sejak 2017 sudah ditetapkan sebagai Cagar Budaya oleh Wali Kota Palembang (yang kala itu dijabat oleh Harnojoyo),” ujar Retno Purwanti, Ketua KSC, Kamis (3/7/2025).
Retno menyampaikan, perjuangan komunitasnya sempat dicap negatif.
“Kami dianggap menghambat pembangunan. Padahal justru pembangunan itu sendiri yang tidak sesuai aturan. Kini bangunannya hancur dan proyeknya mangkrak,” kata dia. Saat ini setelah Alex Noerdin ditetapkan sebagai tersangka, Retno dan komunitasnya berharap ada langkah pemulihan yang serius dari negara.
“Pasar Cinde adalah bukti sejarah yang sudah dihancurkan. Kami harap bisa ada rekonstruksi ulang sesuai hasil kajian cagar budaya oleh pihak yang kompeten. Ini bukan sekadar proyek, tapi pemulihan memori sejarah kota,” ujar Retno.
3. Herman Deru prihatin melihat kasus Pasar Cinde menyeret Alex Noerdin

Diketahui, Gubernur Sumsel Herman Deru sempat menjanjikan perencanaan ulang Pasar Cinde Palembang pada 2023, namun rencana itu tidak dilanjutkan karena masalah status aset dan proses hukum yang belum selesaiKini merespons soal penetapan tersangka Alex Noerdin, Herman Deru mengaku prihatin. Terkait proses hukum, dia menyebut, agar berjalan sebagaimana mestinya. Dia juga berharap penyelesaian kasus ini bisa dilakukan secepat mungkin agar tidak menghambat pembangunan Pasar Cinde yang telah direncanakan Pemprov Sumsel.
"Saya sejujurnya sangat prihatin dengan kondisi ini, tapi tetap penegak hukum sangat paham karena telah mendalami prosesnya, Yang ada di benak saya adalah, proses hukum ini ya monggo-lah terus berjalan. Tapi kita berharap dan diharapkan orang banyak, khususnya masyarakat Palembang, agar secepatnya Pasar Cinde ini dibangun," jelasnya, Jumat (4/7/2025).
4. Kasus Pasar Cinde bukan satu-satunya sebab Alex Noerdin dinyatakan tersangka

Nama Alex Noerdin tidak saja terlibat dalam kasus Pasar Cinde Palembang. Sebelumnya, Alex Noerdin juga telah menjadi tersangka dalam dua kasus besar lainnya yang menimbulkan kerugian negara cukup besar, yaitu kasus korupsi pembangunan Masjid Raya Sriwijaya dan kasus korupsi jual beli gas antara BUMD PDPDE Sumsel dan PT DKLN.
Dalam dua kasus tersebut, Alex Noerdin telah lebih dahulu divonis dan menjalani hukuman.
Kasus Masjid Raya Sriwijaya menyeretnya karena diduga melakukan penyimpangan dalam penggunaan dana hibah untuk pembangunan masjid megah di Jakabaring. Sementara dalam kasus PDPDE, Alex dinyatakan terbukti menyalahgunakan kewenangan dalam kerja sama pengelolaan gas bumi, yang merugikan keuangan daerah hingga ratusan miliar rupiah.
Kini, penambahan status tersangka dalam kasus Pasar Cinde semakin memperpanjang daftar dugaan penyimpangan kebijakan pembangunan di era kepemimpinan Alex Noerdin. Terlapor akibat kasus Pasar Cinde Palembang, kerugian yang ditelan hingga Rp900 miliar. Dengan ketiga kasus besar, Masjid Raya Sriwijaya, PDPDE, dan kini Pasar Cinde, satu pola yang terdata saat kepimpinan Alex Noerdin adalah pembangunan yang dijalankan dengan ambisi politik dan ekonomi, namun minim transparansi dan tidak melibatkan publik.