Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi Perpustakaan Daerah Sumatra Selatan (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Palembang, IDN Times - Membaca merupakan kemampuan awal yang dilewati setiap anak dalam proses mengasah keterampilan. Membaca biasa didapatkan oleh anak sebelum Taman Kanak-kanak, yaitu sekitar 4-6 tahun.

Anak-anak yang memperoleh keterampilan membaca akan lebih mudah menyerap informasi dan pengetahuan setelahnya ketika ia memulai kehidupan atau belajar mandiri. Sebab membaca merupakan kunci dasar pengetahuan, karena tidak ada pengetahuan tanpa membaca, dan tidak akan ada penemuan atau inovasi tanpa melakukannya.

Namun anak-anak di zaman sekarang lebih banyak menghabiskan waktunya memainkan gadget mereka, entah itu nonton YouTube atau bermain gim. Kesempatan untuk membaca sebuah buku terkadang hanya dilakukan mereka saat di sekolah. Apalagi tak sedikit orangtua menjadikan gadget sebagat obat untuk mendiamkan anak-anak mereka.

UNESCO dalam situs Kominfo menyebutkan, Indonesia urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data yang sama, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001 persen. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca.

Survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang dirilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, menyebutkan Indonesia menempati ranking ke 62 dari 70 negara berkaitan dengan tingkat literasi, atau berada 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah.

Sedangkan survei The Digital Reader menunjukkan hal yang berbeda. Persentase minat baca masyarakat Indonesia meningkat setiap tahunnya. Pada 2019, persentase minat baca di Indonesia mencapai 53,84 persen. Lalu hasil kajian kegemaran membaca masyarakat Indonesia tahun 2020 yang dilakukan Perpustakaan Nasional, menunjukkan tingkat kegemaran membaca masyarakat Indonesia mencapai skor 54,17, atau lebih tinggi ketimbang tahun sebelumnya dan termasuk ke kategori sedang.

Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan minat baca anak-anak. Entah itu pemerintah, individu, atau golongan masyarakat tertentu. Masih banyak pegiat literasi di daerah yang terus memperkenalkan baca dan tulis sejak dini. Mereka membuat perpustakaan keliling atau tempat khusus di ruang publik.

1. Membuat aplikasi dan perpustakaan digital

Ilustrasi perpustakaan (IDN Times/Reza Iqbal)

Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan (Pemprov Sumsel) masih berupaya meningkatkan minat membaca buku masyarakat, terutama pada perkembangan literasi anak di saat kemajuan digitalisasi dan teknologi.

Mereka pun membuat sebuah aplikasi yang bisa dipasang di gadget setiap orang. Lewat aplikasi bernama DiarySumsel itu, Pemprov Sumsel berharap minat membaca anak-anak di tingkat sekolah mulai tumbuh dar berkembang.

"Digitalisasi memang memengaruhi minat baca buku. Kita menyesuaikan kondisi supaya tidak ketinggalan. Sudah ada aplikasi DiarySumsel seperti e-book atau buku elektronik," ujar Kepala Bidang Layanan Otomasi dan Kerjasama Perpustakaan Daerah Sumatra Selatan (Pusda Sumsel), Khoiriyyah kepada IDN Times, Jumat (1/4/2022).

Bacaan yang bisa diunduh dari aplikasi DiarySumsel itu sama dengan jumlah akumulatif buku yang tersedia di Pusda Sumsel, yakni mencapai sekitar 800 ribu buah dengan bermacam koleksi berdasarkan kategori semua umur. Mulai dari usia anak-anak, remaja, hingga buku keilmuwan mahasiswa.

Pesatnya perkembangan teknologi juga menjadi tantangan untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), khususnya kepada anak-anak.

Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi NTB, Julmansyah, mengatakan digitalisasi menjadi sebuah keharusan. Pihaknya pun melakukan transformasi layanan perpustakaan, dari layanan yang bersifat konvensional ke perpustakaan digital. Pada 2021 lalu, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi NTB meluncurkan perpustakaan digital bernama NTB Electronic Library (NTB e-Lib).

"Dengan kemajuan teknologi ini makanya kami bertransformasi. Digitalisasi sesuatu yang tidak bisa ditolak. Makanya kita sudah punya NTB e-Lib atau perpustakaan digital. Ini salah satu upaya meningkatkan literasi pada anak-anak," kata Julmansyah, Sabtu (2/4/2022).

Belum genap setahun sejak diluncurkan Juli 2021, perpustakaan digital NTB e-Lib telah memiliki 600 anggota. Perpustakaan digital NTB e-Lib dapat diunduh di Google Playstore. Koleksi buku-buku bacaan di NTB e-Lib sebanyak 10.000 kopi. Termasuk di dalamnya buku-buku bacaan untuk anak-anak.

Ilustrasi Kartu Kuning penyandang ODGJ. (Aditya Pratama/ IDN Times)

Persoalan kurangnya buku bacaan menjadi salah satu tantangan untuk meningkatkan minat baca. Rasio jumlah buku dengan pembaca 1:90. Artinya, satu buku ditunggu oleh 90 orang.

Selain itu, buku-buku di perpustakaan sekolah kebanyakan tentang mata pelajaran. Begitu juga di perpustakaan daerah, bukunya banyak yang jadul. Untuk meningkatkan minat baca, sekarang sedang diperbanyak buku-buku tentang pengetahuan sains aplikatif.

Selain itu, upaya yang dilakukan menarik kunjungan ke perpustakaan adalah menyediakan tempat atau gedung perpustakaan yang representatif. Sehingga perpustakaan menjadi menarik, nyaman, elegan dan tidak membosankan.

Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Klungkung, I Komang Wisnuadi, mengaku terus berupaya untuk menumbuhkan minat baca anak-anak. Kunjungan anak-anak ke perpustakaan bisa menjadi salah satu indikator untuk menilai, apakah saat ini anak-anak masih gemar membaca buku atau tidak. 

Namun minimnya jumlah kunjungan tak melulu karena rendahnya minat anak-anak untuk membaca buku. Ada juga karena pandemik atau pembatasan pembelajaran tatap muka. Belajar daring membuat anak-anak lebih akrab dengan gadget ketimbang buku. Berbagai kegiatan yang awalnya ditujukan untuk menumbuhkan minat baca anak-anak, juga tidak bisa terlaksana karena pandemik.

Komang Wisnuadi menjelaskan, ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menumbuhkan budaya membaca buku pada anak-anak. Misalnya dari lingkungan sekolah, perlu digiatkan Program Nasional Gerakan Literasi Sekolah.

"Sederhana saja. Misalnya siswa dengan rutin diminta membaca buku 15 menit sebelum pelajaran dimulai dan sekolah rutin melaksanakan lomba literasi," jelasnya.

Langkah lainnya mengembangkan layanan perpustakaan daerah, desa, dan sekolah sesuai standar nasional serta meningkatkan akses bahan bacaan, khususnya untuk bahan bacaan cetak.

"Jadi layanan perpustakaan juga harus sampai ke pelosok desa. Baik dengan perpustakaan keliling atau memaksimalkan keberadaan perpustakaan desa," jelasnya.

2. Ubah kolong jembatan, kebun karet, dan pesisir pantai sebagai taman baca

Editorial Team

Tonton lebih seru di