Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
(Petugas BPBD Muba saat berjibaku memadamkan api) IDN Times/istimewa

Intinya sih...

  • Karhutla di Sumatra Selatan mencapai luasan tertinggi sepanjang tahun 2024, dengan 6.749 hektare lahan terbakar.
  • Musi Banyuasin menjadi kawasan paling terdampak dengan total lahan terbakar mencapai 3.570 hektare hingga September 2024.
  • Peningkatan karhutla dipengaruhi oleh frekuensi musim kemarau yang lebih tinggi, dengan total 3.684 hotspot selama Januari-September 2024.

Palembang, IDN Times – Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatra Selatan (Sumsel) selama Januari hingga September 2024 mencatatkan luasan tertinggi sepanjang tahun, dengan 6.749 hektare lahan yang terbakar. Sebagian besar karhutla terjadi di lahan gambut dan mineral, mencapai 69,59 persen.

"Luas lahan yang terbakar pada September lalu mencapai 6 ribuan hektare," ungkap Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan, Ferdian Krisnanto, Rabu (9/10/2024).

1. Karhutlah di Sumsel tertinggi terjadi di Muba

Masyarakat dengan latar belakang hutan adat Mukim Paloh, berdiri di Jalan Tol Sibanceh di kawasan Kecamatan Padang Tiji, Kabupaten Pidie. (IDN Times/Muhammad Saifullah)

Menurut catatan Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Karhutla, Musi Banyuasin menjadi kawasan paling terdampak dengan total lahan terbakar mencapai 3.570 hektare hingga September 2024.

"Secara keseluruhan dengan tamabahan karhutlah di Muba, luas Karhutla dalam 9 bulan tahun ini mencapai 9.697 hektare," kata dia.

2. Karhutlah sepanjang 2024 lebih luas dibandingkan 2020-2022

Proses pemadaman karhutla di Sumsel (Dok: Manggala Agni)

Luas lahan yang terbakar itu menjadi yang tertinggi jika dibandingkan periode Januari-September 2020-2022. Pada 2020, luas Karhutla 893,8 hektare dan pada 2021 naik 3.497,1 hektare dan 2022 kembali turun 3.401 hektare.

"Luas Karhutla Januari-September 2024 lebih luas dibandingkan 2020-2022, tapi angkanya tak lebih besar dari 2023 mencapai 35.458,2 hektare," jelas dia.

3. Frekuensi karhutlah di Sumsel meningkat karena musim kemarau

Proses pemadaman karhutla di Sumsel (Dok: Manggala Agni)

Ferdian menjelaskan bahwa peningkatan karhutla pada September ini dipengaruhi oleh frekuensi musim kemarau yang lebih tinggi, selaras dengan peningkatan jumlah titik panas (hotspot). "Pada September, kami mencatat 1.540 hotspot, sehingga secara total pada Januari-September 2024, terdapat 3.684 hotspot," tambahnya.

"Frekuensi kebakaran memang banyak terjadi pada bulan September, dan perhitungan luasannya berdasarkan citra satelit bisa progresif, terutama saat citra yang tersedia dalam kondisi yang lebih jelas," pungkasnya.

Editorial Team