Liga Debat Mahasiswa IDN Times 2025 babak penyisihan antara Unesa vs ITS (Dok: IDN Times)
Sesi debat pertama diawali oleh Tim Pro dari Unesa yang diketuai oleh Andras Salmany Ramdan dari Jurusan Ilmu Komunikasi. Menurutnya, tim pro sepakat dengan prinsip ESG untuk diterapkan di sektor formal Indonesia seperti industri, energi, dan transportasi.
Selama ini sudah banyak perusahaan yang terbukti hanya memikirkan keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan langkah keberlanjutan terhadap sumber daya alam (SDA) dan nasib pekerja atau masyarakat. Prinsip ESG diklaim mampu meningkatkan kepedulian perusahaan terutama dalam transparansi kebijakan.
"Pasar saat ini memberikan penilaian terhadap perusahaan dalam negeri yang ingin menjangkau pasar Eropa. Dengan prinsip ESG muncul kesadaran dari masyarakat untuk menuntut perusahaan menjalankan standar atau pedoman menjalankan sustainable davelopment atau pembangunan secara berkelanjutan," ungkap Andras.
Dirinya mencatat, sektor industri dan energi di Indonesia menyumbang 70 persen emisi karbon disusul sektor transportasi menyumbang 50,6 persen emisi karbon. Jika tidak ditanggapi dengan serius dengan menggunakan prinsip ESG sebagai prinsip berkelanjutan maka bukan tidak mungkin kerusakan lingkungan dan pelanggaran hak-hak pekerja akan semakin masif terjadi di masa mendatang.
"Secara optimal ESG bukan hanya tugas rumah perusahaan dan pemerintah. Ini tanggung jawab semua pihak. Perusahaan harus membangun pelaporan berkala melibatkan pemangku kepentingan, pekerja, investor. ini jadi tanggung jawab bersama. Tak terkecuali masyarakat juga harus diedukasi untuk membangun pemahaman terkait prinsip ESG," jelas dia.
Hal senada disampaikan pembicara kedua dari Unesa Putri Annisya Faradibah yang menilai, dengan adanya aturan dan kebijakan mengenai ESG bukan tidak mungkin perusahaan yang selama ini menghasilkan produk yang tidak ramah lingkungan dapat dicegah. Indonesia harus memandang prinsip ESG sebagai arah pembangunan sehingga kedepannya dapat bertumbuh dengan lebih bertanggung jawab.
Dampak besar tersebut akan segara signifikan mempengaruhi kondisi sosial di Indonesia yang dapat berujung pada konflik, kesenjangan, ketimpangan sosial bahkan kriminalitas meningkat. Prinsip ESG pada dasarnya mengajak perusahaan untuk terbuka memaparkan data terkait hasil kerjanya sesuai mekanisme keberlanjutan.
"Jika ESG tidak dilakukan maka emisi karbon dari sektor formal dapat meningkat menjadi 98 persen dan merugikan ekonomi hingga ratusan triliun rupiah," jelas dia.
ESG dapat dilihat sebagai investasi jangka panjang dari perusahaan yang beroperasi di Indonesia. Data yang dipaparkan tim Unesa menyebutkan perusahaan yang menerapkan ESG mampu memiliki kinerja lebih baik.
"Ini kebutuhan mendesak menjalani ESG di sektor formal. emisi dan deforestasi menimbulkan keresahan. Jika tidak ada regulasi akan menjadi pencemaran yang merata, perusahaan akan melakukan eksploitasi besar-besaran dan pekerja akan menjadi korban," ungkap pembicara ketiga dari Unesa Muhammad Chairil Umam.
Umam menilai tanpa ESG, tata kelola perusahaan akan memburuk. Ketidakpercayaan investor menjadi salah satu penyebanya lantaran banyak investor global yang menerapkan prinsip ini sebelum berinvestasi.
"Bukan saja negara yang dirugikan melainkan seluruh masyarakat secara umum. Apa bila hal ini tidak dilakukan dari sekarang bukan tidak mungkin di tahun 2050 emisi karbon sudah tidak bisa dihentikan," jelas dia.