Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Direktur Perkumpulan Sumsel Bersih, Bonifasius Ferdinandus Bangun (Dok: Boni Bangun)
Direktur Perkumpulan Sumsel Bersih, Bonifasius Ferdinandus Bangun (Dok: Boni Bangun)

Intinya sih...

  • Transisi energi penting untuk menghadapi permasalahan lingkungan
  • Boni Bangun sudah giat mengampanyekan transisi energi bersih sejak 2017
  • Sumsel sangat ketergantungan energi fosil, butuh dukungan pemerintah dan kesadaran masyarakat
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Palembang, IDN Times - Isu transisi energi menjadi salah satu langkah penting yang harus disusun dalam mewujudkan Energi Bersih Terbarukan (EBT) dalam menghadapi berbagai permasalahan lingkungan yang ada. Langkah menuju transisi energi menjadi salah satu hal yang bisa dilakukan Sumsel untuk keluar dari ketergantungan dari energi kotor yang selama ini digunakan untuk menghidupi ekonomi masyarakat di Sumsel.

Direktur Perkumpulan Sumsel Bersih, Bonifasius Ferdinandus Bangun atau kerap disapa Boni, menjadi salah satu inisiator dalam mengkampanyekan transisi energi bersih tersebut. Ketertarikannya dengan transisi energi muncul saat bergabung dengan Hutan Kita Institut (HaKI) yang sejak 2015 terus mengkampanyekan transisi menju EBT.

"Penggunaan energi alternatif ini sudah jadi konsen kita sejak 2017 lalu. Kita mencoba mengedukasi masyarakat untuk memanfaatkan energi alternatif di desa-desa membantu masyarakat memenuhi kebutuhan listrik," ungkap Boni kepada IDN Times, Selasa (7/1/2025).

1. Awal mula ketertarikan dengan isu transisi energi

Direktur Perkumpulan Sumsel Bersih, Bonifasius Ferdinandus Bangun (Dok: Boni Bangun)

Pemuda kelahiran Berastagi 33 tahun silam tersebut memulai pertualangan bersama HaKI sejak 2015 silam sebagai koordinator program transisi energi dan perubahan iklim. Ketertarikan dirinya dalam kampanye transisi energi tak lepas dari kondisi perubahan iklim yang berisiko menyengsarakan masyarakat di Indonesia.

Keaktifannya dalam isu transisi energi dan EBT membawa dirinya malang melintang dalam isu pemanfaatan Sumber Daya dan pencegahan korupsi di bawah Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNP-SDA) KPK pada 2016.

Baginya, EBT menjadi jembatan menuju pemanfaatan SDA yang adil dan berkelanjutan lewat beberapa program kampanye yang sudah dan sedang dijalankan dirinya.

Boni bahkan aktif berkecimpung dalam NGO yang berfokus dalam menyusun rencana proses transisi energi bersama Institute for Essential Services Reform (IESR) dan berbagai lembaga lainnya.

Langkah transisi energi tersebut pun bukan hanya sebatas teori, dirinya bahkan ikut mendampingi masyarakat dalam menyiapkan dan mengedukasi mereka mengenai EBT. Langkahnya, dalam mengkampanyekan transisi energi menuju EBT pun terus meluas dengan menggandeng jurnalis dan mahasiswa di Sumsel untuk bersama-sama dalam mengawal proses transisi energi.

"Lewat upaya pemanfaatan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) berkapasitas 5.000 watt desa Cahaya Alam, Semende Darat Ulu kini terang benderang setelah mampu memenuhi pasokan listrik lewat energi alternatif. Langkah kecil pemanfaatan transisi energi hadir menerangi desa yang sebelumnya tak tersentuh listrik," ungkap Boni mengisahkan tentang keberhasilan transisi ekonomi jauh di wilayah pedesaan Sumsel. 

2. Langkah memulai energi terbarukan dimulai dari saat ini

ilustrasi perusahaan yang bergerak pada sektor energi (unsplash.com/Frédéric Paulussen)

Boni menerangkan, banyak energi alternatif yang bisa dimanfaatkan masyarakat khususnya di Sumsel. Sebagai wilayah yang kaya akan energi fosil, Sumsel juga kaya akan energi alternatif seperti energi matahari, angin bahkan air.

Dari kampanye kecil menjadi aksi nyata membantu masyarakat memenuhi kebutuhan energi, Boni menyebut hal ini tak lepas dari keinginan dirinya mengkampanyekan transisi energi untuk mencegah perubahan iklim yang kian mengkhawatirkan.

"Kita ingin menyadarkan masyarakat utamanya generasi muda bahwa ada loh energi alternatif yang bisa kita manfaatkan, yang sehari-hari kita dapat gratis dari alam," ungkap dia.

Langkah keluar dari energi fosil menuju energi bersih dipandang harus segera dimulai dari sekarang. Pasalnya, energi fosil seperti batubara diprediksi akan segera habis 50 tahun dari sekarang. Jika tak disikapi serius, Boni menilai akan ada dampak yang akan dirasakan masyarakat dikemudian hari.

"Energi fosil memiliki batas waktu, karena tidak bisa diperbarukan, misalnya seperti batubara, gas, panas bumi, dan yang lainnya itu kan pasti akan habis. Cepat atau lambat kita akan kehilangan sumber energi di masa depan," jelas dia.

Sumsel saat ini mengalami ketergantungan dengan energi fosil. Hal ini bisa dilihat dari 16 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang beroperasi di Sumsel. Kondisi ini menyebabkan, adanya pemanasan global yang setiap tahunnya mempengaruhi kondisi Sumsel.

"Energi fosil hari ini adalah energi yang tidak ramah terhadap lingkungan. Kita ketahui bersama proses penggalian atau pengambilan sumber energinya fosil merusak alam, Kemudian gas buang yang dihasilkan juga mengakibatkan polusi udara," jelas dia.

3. Gugah generasi muda soal isu transisi energi menuju EBT

Panel Surya Di Atas Salju Dengan Kincir Angin Di Bawah Langit yang Cerah (pexels.com/pixabay)

Boni meyakini, kampanye yang digalakannya untuk mewujudkan energi terbarukan di Sumsel bukan untuk kepentingan dirinya melainkan kepentingan besar umat manusia. Dengan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan akan mendapat efek yang lebih bagus terhadap lingkungan dan kesehatan.

"Makanya pada 2024 kita mulai masuk ke kampus-kampus membentuk MoU untuk membumikan soal Transisi Energi dan Pemanfaatan energi baru terbarukan. Lalu kemudian kita juga melibatkan akademisi, salah satunya itu juga di tahun 2023 ini kita meresmikan kampus energi bersih di Universitas Sumsel. Selanjutnya di 2024 ini dengan Unika Musi Charitas agar isu ini menjadi isu bersama generasi muda," jelas dia.

Menggandeng kampus untuk kampanye energi bersih diharapkan mampu membawa isu yang ada semakin tajam. Dirinya percaya, kampus mampu memberikan analisis dan inovasi untuk mewujudkan energi bersih.

"Kita membuka pola pikir mereka bahwa bumi ini semakin rusak. Kalau tidak ada langkah beralih ke EBT maka kita akan menghadapi bencana dan kerusakan lingkungan yang semakin parah," jelas dia.

Boni menyebut, untuk menyadarkan generasi muda soal langkah mewujudkan energi bersih awalnya kurang mendapat minat generasi muda. Namun secara perlahan melalui program yang dibuat Sumsel Bersih bersama HaKI upaya menuju energi bersih itu mulai berdampak kepada anak muda.

"Anak muda itu rasa ingin tahunya besar, tetapi mereka harus lebih dulu digugah dengan contoh yang dekat dengan kehidupan mereka. Kita edukasi mereka dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) mereka akhirnya tertarik untuk ikut memanfaatkan segala potensi yang ada, bagaimana menciptakan inovasi pembangkit energi alternatif," ungkap Boni.

4. Membangun kesadaran dan komitmen pemerintah dalam menerjemahkan transisi energi

Ilustrasi energi terbarukan (Dok. Istimewa)

Menurut Boni, upaya mengkampanyekan transisi energi terbarukan baru mendapat perhatian pemerintah setelah ada komitmen Indonesia di G20 Bali pada 2022 silam. Pertemuan 19 negara besar dunia dan lembaga Uni Eropa membuat Indonesia mendapat dukungan besar dari berbagai program untuk mendukung EBT.

Barulah setelah itu, pemerintah pusat melakukan perubahan dengan mengajak pemerintah daerah untuk mulai melakukan proses transisi energi. Dirinya mendorong agar stakholeder baik di eksekutif dan legislatif mampu menerjemahkan transisi energi bukan sebagai jargon melainkan juga sebagai kesadaran untuk memunculkan Political Will (komitmen politik).

"Saat ini kita di daerah masih terkendala political will untuk melakukan percepatan proses transisi energi. Untuk mewujudkan itu perlu dukungan kerja di parlemen. Berbicara komitmen ini tidak hanya bisa dilakukan NGO semata harus ada komitmen politik yang terus kita dorong agar transisi ini tidak hanya jadi program musiman," jelas dia.

5. Menangkap potensi Sumsel Lumbung Energi EBT

Ilustrasi analis energi (123rf.com/attapornfoto)

Boni meyakini Sumsel memiliki potensi EBT yang besar hingga 21 ribu Mega Watt (MW), namun sampai saat ini baru sekitar 4,7 persen atau sekitar 989,12 MW yang berhasil dimanfaatkan. Meski pemanfaatan EBT belum optimal Sumsel mampu merealisasikan capaian EBT sebesar 24 persen dari target nasional 23 persen.

"Berbicara soal transisi energi, Sumsel sudah mampu menghasilkan 24 persen EBT. Secara keenergian kita sudah masuk dalam wilayah lumbung energi. Hanya saja belum ada komitmen untuk menggunakan 24 persen yang ada untuk digantikan dengan 24 persen energi fosil," jelas dia.

Dirinya menilai isu transisi energi ini harus lebih besar menyadarkan semua pihak soal penting penggunaan EBT dimasa mendatang. Kebijakan lebih lanjut dari EBT ini harus digaungkan ke daerah bukan hanya tingkat provinsi melainkan juga menjadi kesadaran pemda kabupaten/kota, pengusaha dan perusahaan dengan kesiapan untuk mengurangi penggunaan batu bara, migas, dan lainnya.

"Kesannya saat ini regulasi hanya di level nasional, daerah pun hanya sebatas di provinsi. Belum ada regulasi lebih lanjut soal transisi energi sehingga ada ketimpangan pemahaman EBT antar daerah di Sumsel," jelas dia.

6. Melepas ketergantungan daerah terhadap energi fosil

Ilustrasi tambang batu bara (IDN Times/Aditya Pratama)

Dirinya mengakui, ada berbagai macam kendala dalam mewujudkan transisi energi salah satunya, kesenjangan pemahaman mengenai EBT dibeberapa daerah penghasil energi fosil di Sumsel.

Kondisi ini tidak lepas dari ketergantungan akan energi fosil sehingga perlu secara perlahan merawat komitmen untuk menuju transisi energi. Beberapa daerah penghasil energi fosil di Sumsel seperti Muara Enim, Lahat, Muratara yang masih berpangku dengan batubara dan Musi Banyuasin dari migas diharapkan perlahan dapat menuju proses transisi tersebut lewat komitmen bersama. 

"Berbicara empat daerah penghasil energi fosil, mereka yang paling terdampak dari eksplorasi energi fosil. Sejauh ini perda soal transisi energi baru ada ditingkat provinsi, kita butuh komitmen bersama ke daerah-daerah. Pemda harus aware dengan proses transisi ini," jelas dia.

Dalam peralihan itu juga Boni menilai perlu pemahaman agar proses transisi dapat berlangsung baik. Tanpa melepas persoalan energi fosil sebagai tulang punggung daerah, proses transisi harus dibarengi dengan pembenahan diseluruh bidang sebelum benar-benar daerah melepas ketergantungan akan energi fosil.

"Artinya dengan melepas energi fosil akan berdampak pada penuruan pendapatan daerah dan menimbulkan gejolak. Hal itu bisa diatasi jika setiap tahapan transisi dilalui dengan benar," jelas dia.

Boni menyadari transisi energi akan memunculkan multiplier effect ketika perusahaan-perusahaan yang selama menjadi produsen energi fosil tutup salah satunya, adalah daya beli masyarakat. Namun, kondisi ini cepat atau lambat tetap akan terjadi lantaran energi fosil bukanlah energi yang dapat diperbarui.

"Itulah pentingnya dari kampanye transisi energi ini memunculkan kesadaran kolektif bukan hanya pusat, provinsi juga daerah dan perusahaan. Antisipasi dampak buruk itu bisa diatasi dengan regulasi yang matang dari pemda," jelas dia.

Editorial Team