Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Potret pasar Cinde sebelum mangkrak (Dok: istimewa)

Intinya sih...

  • Pasar Cinde, pusat niaga Warisan Cagar Budaya Kota Palembang
  • Kawasan awalnya merupakan pemakaman keluarga Kesultanan Palembang
  • Ambisi Alex Noerdin memodernisasi kota mengorbankan bangunan bersejarah

Palembang, IDN Times - Pasar Cinde menjadi pusat niaga di jantung kota yang sempat ditetapkan sebagai Warisan Cagar Budaya Kota Palembang. Sebelum masuk rencana revitalisasi, Cinde dianggap salah satu bangunan bersejarah.

Pasar Cinde merupakan pasar modern pertama di Sumsel yang dibangun pascakemerdekaan Indonesia oleh arsitek Abikoesno Tjokrosoejoso yang merupakan konsultan Herman Thomas Karsten yang membuat Pasar Johar Semarang. Hal inilah yang membuat ada kemiripan struktur cendawan atau pedestoel yang khas di kedua bangunan di Semarang dan Palembang.

Proyek ambius Pemprov Sumsel dan Pemkot Palembang kala menyambut Asian Games 2018 akhirnya mengorbankan bangunan bersejarah di Palembang. Proyek revitalisasi pasar modern dan apartemen tersebut tak kunjung terealisasi.

1. Jauh sebelum jadi pasar, Cinde adalah pemakaman keluarga Kesultanan Palembang

Jembatan Ampera Palembang (wikipedia oleh Baka Neko Baka)

Jauh sebelum menjadi pasar dan terbengkalai seperti saat ini, Cinde merupakan kawasan pemakaman keluarga Kesultanan Palembang. Dahulu, kawasan tersebut merupakan bagian dari struktur kota pada Masa Kesultanan Palembang Darussalam.

Maka jangan heran jika terdapat makam Sultan Palembang pertama, Susuhunan Cinde Welan atau Cinde Balang alias Sultan Abd ar-Rahman yang berkuasa sejak tahun 1662-1702.

"Kawasan Cinde sebelum jadi pasar, awalnya adalah komplek pemakaman Sultan Palembang dan zuriatnya. Hingga saat ini makam itu berada di sana, terletak di belakang Pasar Cinde adalah makam Sultan Abdurahman dan di depannya makam Raden Nangling," ungkap Sejarawan Sumsel, Kemas Ari Panji kepada IDN Times.

Saat masa kesultanan, peziarah harus melalui aliran Sungai Tengkuruk untuk menuju kawasan Cinde. Daerah itu dikhususkan untuk makam Sultan Palembang dan keturunannya. Setelah Belanda masuk, kawasan Cinde mulai dilirik sebagai wilayah strategis.

Kawasan Sungai Tengkuruk mulai ditimbun oleh Belanda pada tahun 1929-1930 untuk dijadikan jalan raya. Saat itu pembangunan jalan dimulai dengan menutup anak Sungai Musi, mulai dari kawasan Masjid Agung Palembang hingga Simpang Charitas sepanjang 1,3 kilometer.

"Pembangunan kawasan Cinde mulai mengalami perubahan setelah ada jalan. Cinde juga sempat menjadi pasar kaget dan terminal bus. Pasar kaget berada di depan kawasan Cinde lalu terminal berada di kawasan Bank Mandiri Cinde," jelas dia.

Pasar kaget yang berada di Cinde, dahulu disebut Pasar Linggis. Sebab lokasinya tak jauh dari lorong jalan bernama Linggis di sekitar kawasan tersebut.

2. Pasar Cinde saksi perang di Palembang

Kondisi Pasar Cinde sebelum direvitalisasi (Dok: istimewa)

Pada masa awal Kemerdekaan Republik Indonesia, kawasan Cinde sempat menjadi lokasi bertempur pejuang di Palembang melawan Belanda. Sepanjang Jalan Sudirman Palembang, terjadi pertempuran Lima Hari Lima Malam yang menjadi ikonik sejarah perang kemerdekaan di Kota Pempek.

"Kawasan Cinde itu menjadi tempat berperang antara rakyat Palembang dengan Belanda. Jalan dari Masjid Agung Palembang sampai Simpang Charitas tempat lalu lalang tentara Belanda. Mereka kerap dihadang dan ditembak oleh oleh orang-orang kita," ujar dia.

Perang Lima Hari Lima Malam pecah karena Belanda melanggar garis demarkasi yang ditentukan di kawasan Benteng Kuto Besak (BKB) Palembang. Pertempuran terjadi pada 1-5 Januari 1947. Tokoh-tokoh penting dalam perang terlibat seperti Panglima Divisi Garuda II Bambang Utoyo dan Dr. A.K. Gani. 

"Serdadu kita dari arah Pasar Cinde kiri maupun kanan melakukan penyerangan. Makanya di sana (dulu) ada (monumen) tank," jelas dia.

Setelah masa kemerdekaan, Palembang mulai berkembang lebih pesat. Kebutuhan akan pasar mulai meningkat. Awalnya, Kota Palembang memiliki pasar pertama yakni Pasar 16, lalu dibangun Pasar Sekanak dan selanjutnya Pasar Cinde.

Menurut Panji, Pasar Cinde memiliki kelebihan karena arsitektur yang mirip dengan pasar Johar di Semarang, yang dirancangan arsitek Herman Thomas Karsten. Bangunan Pasar Cinde dibuat meniru gaya arsitektur Herman Thomas dengan tiang-tiang Cendawan yang menjadi khas.

Pasar Cinde Palembang dibangun pada masa Wali Kota (Wako) Palembang, Ali Amin, sekitar tahun 1957-1958 oleh arsitek Abikusno Tjokrosuyoso.

"Pasar Cinde dibangun karena kebutuhan akan pasar di Palembang. Dulunya arsitek pasar Cinde meniru bentuk Cendawan Pasar Johar Semarang, jadi ada kemiripan," ungkap Kemas Ari Panji bercerita.

Pasar Cinde termasuk bangunan tua di Palembang sehingga masuk ke dalam kawasan Cagar Budaya di Palembang. "Semua bentuk Pasar Cinde itu spesial karena bentuk Cendawannya," jelas dia.

3. Cinde merupakan identitas kota Palembang

Desain rencana awal pembangunan pasar cinde (Dok: istimewa)

Jauh sebelum dilakukan revitalisasi, Pasar Cinde Sumsel dikenal dengan ikon pasar tradisional di Palembang. Kala itu, Gubernur Sumsel Alex Noerdin melihat potensi masuknya Proyek Strategis Nasional (PSN) ke Palembang sebagai upaya memoderisasi berbagai pusat bisnis di Palembang. Mulai dari pasar tradisional hingga pusat perbelanjaan modern dengan mengintegerasikan monorel yang sekarang menjadi Light Rail Transit (LRT).

Pemprov Sumsel pertama kali membahas revitalisasi Cinde pada 2014 silam yang mencapai puncaknya pada 2016 lalu setelah muncul desain moderinisasi pasar Cinde. Rencana pembangunan pasar tersebut mendapat pertentangan dari berbagai pihak sehingga sempat muncul gerakan #Savepasarcinde di medio 2016 silam.

Langkah menyelamatkan pasar Cinde tersebut terus digalang hingga Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) melakukan upaya untuk menetapkan Cinde sebagai cagar budaya kota. Melansir jurnal yang ditulis Johannes Adiyanto dalam Seminar Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI) tahun 2017, Pasar Cinde mempunya potensi tinggi untuk ditetapkan sebagai benda cagar budaya.

Dalam analisa arsitektural, dosen Arsitektur Universitas Sriwijaya tersebut menilai potensi Cinde bukan hanya pada sentimentil atau nostalgia belaka namun menyangkut pada identitas kota Palembang secara umum. Cinde tidak hanya dilihat dari kajian arsitekturnya yang unik melainkan kajian arkeologi, sejarah, hukum dan sosiologi kota.

4. Muncul gerakan #Savepasarcinde

Pembangunan pasar Cinde sebelum mangkrak (IDN Times/Rangga Erfizal)

Muncul gerakan #Savepasarcinde merupakan proses panjang dalam mengawal pembangunan pasar. Johannes dalam tulisannya menyebut, penyelamatan pasar Cinde sudah terjadi sejak tahun 2000 yang diprakasai oleh Aris Siswanto dan IAI Sumsel untuk bertujuan menyelamatkan Pasar Cinde dari penghancuran. Kala itu, gerakan penyelamatan Cinde dilakukan agar pemerintah daerah mempertahankan nilai sejarah yang tinggi dari Pasar Cinde terlebih ada UU nomor 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.

Dalam upaya itu dibuatlah seminar dengan kesimpulan untuk membatalkan penghancuran Pasar Cinde. Beragam penelitian telah dilakukan beberapa ahli di Indonesia. Bahkan, muncul gerakan bersama dari pihak yang peduli akan Cinde dari pihak dari beragam lintas disiplin ilmu, perguruan tinggi, sektoral pemerintahan dan swasta yang rutin melakukan pertemuan dan diskusi.

Pada 16 Juni 2016, sebanyak 1.500 orang telah menandatangani petisi yang berujung pada dibacakan petisi secara langsung oleh komunitas #Savepasarcinde. Petisi tersebut membuat Pemprov Sumsel bereaksi dengan mengeluarkan pernyataan terkait rencana revitalisasi yang akan dilakukan pihaknya dengan memperhatikan sisi kesejarahan dan keunikan pasar.

Dampak petisi tersebut juga membuat Dirjen Kebudayaan Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Faris menyatakan bahwa Pasar Cinde merupakan bangunan Cagar Budaya. Hilmar Faris bahkan berkunjung ke Pasar Cinde didamping Ketia Tim Cagar Budaya Nasional sekaligus bertemu dengan Alex Noerdin.

Keterlibatan anak muda kota Palembang diakui Johannes Adiyanto berdampak pada gerakan yang konsisten dalam mencegah penghapusan sejarah pasar. Dalih modernisasi untuk perkembangan kota dinilai masih menjadi jalan yang dipilih pemerintah Palembang dan Sumsel.

5. Pembangunan Cinde ada di tangan Alex Noerdin

Pembangunan pasar Cinde sebelum mangkrak (IDN Times/Rangga Erfizal)

Proyek revitalisasi Cinde mendapat pembahasan serius dari Pemprov Sumsel pada 20 Juni 2014 silam ketika pembahasan awal dilakukan antara pemda dan calon pengembang yakni PT Aldiron. Berdasarkan laporan yang dikutip dari laman Bappeda Sumsel saat itu, pemda berencana mengubah wajah pasar Cinde dari tradisional menuju modern.

Dalam rancangan awal, disepakati bangunan Cinde nantinya akan terdiri dari 12 lantai dimana lantai 1 dan 2 akan dikhususkan untuk pasar tanpa menghilangkan fungsinya. Dalam pertemuan 17 Juli 2014 PT Aldiron menjanjikan kepada Alex Noerdin untuk membangun tempat baru yang layak bagi pedagang pasar.

Dalam pernyataannya, Business Development PT Aldiron Atar Tarigan, pihaknya tidak akan mewujudkan pasar dan lokasi hunian yang terintegrasi dengan stasiun kereta api rel tunggal atau monorel, restoran serta kafe. Aldiron bahkan melanjutkan, dengan membuat studi kelayakan dan Amdal serta estimasi pembiayaan.

Ketika itu, Pemprov Sumsel juga telah menyepakati desain Pasar Cinde yang dibawa PT Aldiron. Bappeda menyebutkan bahwa menggandeng Aldiron merupakan keputusan yang diambil Gubernur Alex Noerdin.

"Konsep itu akan menyeluruh, tapi status dan bangunan bawah Pasar Cinde yang menjadi cagar tetap dipertahankan. Kesempatan diberikan kepada Aldiron kepada Gubernur. Tinggal Gubernur yang memutuskan apakah memberi kepentingan besar untuk masyarakat Sumsel atau tidak," ucap Asisten II bidang Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan, Ruslan Bahri, Jumat (6/2/2015).

6. Alex Noerdin tandatangani MoU dengan Aldiron

Gubernur Sumsel Alex Noerdin menyepakati kontrak kerja sama dengan PT Aldiron untuk merevitalisasi Cinde dengan sistem kelola selama 30 tahun. Saat itu, nilai investasi Cinde diperkirakan mencapai Rp350 miliar.

Alex berharap pembangunan Cinde dapat selesai enam bulan sebelum Asian Games 2018. Alex meminta pengembang untuk segera melakukan peletakan batu pertama setelah penandatanganan kerja sama maksimal tiga bulan setelah kontrak ditandatangani. Proyek prestisius Alex Noerdin tersebut bertujuan mengintegrasikan LRT dengan empat mall yang ada di Palembang.

"Betul-betul direncanakan dengan baik l­eveling skybridge yang langsung menghubu­ngkan mal dengan stasiun LRT. Jangan jad­i jeleng nyambungnya. Beruntung agak lam­bat (penandatanganan MoU) jadi bisa ­berkoordinasi dengan PT Waskita Karya un­tuk skybridge," jelas dia.

Dari 12 lantai yang direncanakan dibangun, enam lantai dikhususkan untuk pasar dan pusat retail. Lantai 1 dan 2 khusus untuk pedagang pasar tradisional lama yang lebih dulu menempati Cinde. Lantai 3 dikhususkan untuk lahan parkir dan lantau 4,5, dan 6 disiapkan untuk komplek perkantoran dimana di lantai 3 tersebut terintegrasi dengan skybridge LRT.

7. Gubernur Herman Deru anggap keputusan gubernur sebelumnya tergesa-gesa

Gubernur Sumsel Herman Deru dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pada tahun 2021 (IDN Times/Rangga Erfizal)

Suksesnya Asian Games dan sejumlah pembangunan yang dilakukan Alex Noerdin tidak berdampak pada pembangunan Pasar Cinde. Selepas pergantian gubernur dari Alex Noerdin ke Herman Deru, proyek revitalisasi Cinde tak berlanjut. Herman Deru yang mendapat tongkat estafet pembangunan dari zaman Alex Noerdin meminta ada kajian sebelum pemda melanjutkan pembangunan.

Deru menilai ada tumpang tindih kebijakan yang membuat pembangunan Cinde mangkrak. Dalam wawancara yang dilakukan IDN Times sebelumnya, Herman Deru menilai bahwa proyek-proyek mangkrak tersebut disebabkan karena tergesa-gesanya pemerintah tanpa melakukan perencanaan matang. Menurutnya, setiap pemanfaatan aset daerah harus menerapkan Build Operate and Transfer (BOT) agar tidak merugikan pemerintah.

"Harusnya kalau BOT seperti itu cari tahu dulu siapa pihak ketiganya, bertangung jawab atau tidak," ungkap Deru, Kamis (10/8/2023).

Deru mengaku angkat tangan dengan tumpang tindih kebijakan yang diambil saat MoU ditandatangani. Pasalnya, Pasar Cinde sendiri merupakan bangunan milik Pemkot Palembang yang dibangun di atas lahan milik Pemprov Sumsel. Deru beralasan, untuk melanjutkan pembangunan, proses hukum yang ada harus selesai terlebih dahulu mengingta kasus Pasar Cinde sedang diselidiki Penyidik Pidsus Kejati Sumsel.

"Banyak yang bertanya kenapa Cinde terbengkalai? Gak bisa dibangun karena masih proses hukum. Ulah-ulah yang mau buat kejutan tapi ternyata gak benar," ujar dia.

8. RK sempat berjanji desain ulang Cinde

Ridwan Kamil saat meninjau proyek mangkrak Cinde di Sumsel (IDN Times/Rangga Erfizal)

Herman Deru bahkan sempat menggandeng Ridwan Kamil untuk menjadi arsitektur pembangunan Pasar Cinde Palembang setelah dirinya memutus kontrak pengembang sebelumnya. Dalam kunjungan ke Palembang tersebut, RK berjanji akan membantu Deru dalam mendesain ulang proyek mangkrak di Jaman Alex Noerdin seperti Islamic Center dan Pasar Cinde.

Hanya saja, untuk Cinde RK mengatakan belum memiliki gambaran mengenai desain yang akan dibuatnya. Kala itu, RK mengaku lebih tertarik membuat landmark baru di Sumsel dengan memaksimalkan pariwisata air seperti Istanbul Turki. Kini setelah tujuh tahun mangkrak, Kejati Sumsel kembali melakukan upaya penyelidikan pembangunan Pasar Cinde.

Penyidik sudah memanggil sejumlah mantan pejabat di Pemprov Sumsel dan Pemkot Palembang terkait pembangunan Cinde. Terbaru mantan Wali Kota Palembang, Harnojoyo.

"Benar penyidik telah memeriksa saksi inisial H yang saat itu menjabat Wali Kota Palembang periode 2015-2023 sebagai saksi terkait kasus Pasar Cinde," jelas Kasi Penkum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari, Jumat (11/4/2025).

Harnojoyo menyebut, kedatangannya ke Kejati Sumsel untuk menjadi saksi terkait pembangunan Cinde. Kedatangan tersebut untuk menegaskan pernyataannya dari pemeriksaan sebelumnya. Harno menilai pembangunan Cinde merupakan inisiatif pemprov Sumsel yang ingin mengelola asetnya sehingga bersurat kepada Pemkot Palembang untuk mengosongkan Cinde.

"Tim cagar budaya telah merekomendasikan, bahkan ada tim khusus bangunan Pasar Cinde juga diminta dikosongkan," jelas dia.

Editorial Team