Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Operasi SAR penumpang KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali (Dok.IDN Times/istimewa)

Intinya sih...

  • Regulasi kapal tua maupun muda secara kelayakan adalah sama

  • Kapal-kapal di Indonesia mengacu pada standar internasional (SOLAS)

  • Pengusaha kesulitan menutupi biaya operasional

Palembang, IDN Times - Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) membantah pernyataan Wakil Ketua Komisi V DPR RI yang menyebut banyak kapal tua beroperasi di bawah standar keselamatan. Pernyataan tersebut mencuat setelah insiden tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya.

Ketua Bidang Tarif dan Usaha Gapasdap, Rahmatika mengatakan, pernyataan Wakil Ketua Komisi V itu tidak memiliki dasar lantaran tidak ada istilah kapal tua dari sisi teknis, melainkan kapal tua secara ekonomis.

“Kapal-kapal di Indonesia relatif masih cukup muda dibandingkan negara lain. Kapal yang paling tua rata-rata berusia antara 30-40 tahun dan semuanya memiliki standar kelayakan yang sama secara teknis” ujar Rahmatika.

1. Regulasi kapal tua maupun muda secara kelayakan adalah sama

Ketua Bidang Tarif dan Usaha Gapasdap, Rahmatika. (Dok. Istimewa)

Menurutnya, kapal-kapal di Indonesia mengacu pada standar internasional (SOLAS) karena Indonesia telah meratifikasi aturan International Maritime Organization (IMO). Regulasi kapal tua maupun muda secara kelayakan adalah sama, bahkan kapal-kapal yang sudah berumur melaksanakan standar keselamatan yang lebih ketat.

“Bisa dikatakan, kapal-kapal tersebut harus mengganti komponen konstruksi yang mengalami keausan sebesar 17 persen dengan konstruksi yang baru, sehingga setiap tahun kapal-kapal setelah menjalani pengedokan menjadi seperti baru kembali. Ini adalah aturan internasional secara teknis dan juga diterapkan oleh negara-negara di seluruh dunia," jelasnya.

2. Kapal-kapal di Indonesia mengacu pada standar internasional

Ilustrasi Kapal Feri (Kapal Penyeberangan) (IDN Times/Sukma Shakti)

Menurutnya, kapal-kapal di Indonesia mengacu pada standar internasional (SOLAS) karena Indonesia telah meratifikasi aturan International Maritime Organization (IMO). Regulasi kapal tua maupun muda secara kelayakan adalah sama, bahkan kapal-kapal yang sudah berumur melaksanakan standar keselamatan yang lebih ketat.

"Kapal-kapal tersebut harus mengganti komponen konstruksi yang mengalami keausan sebesar 17 persen dengan konstruksi yang baru, sehingga setiap tahun kapal-kapal setelah menjalani pengedokan menjadi seperti baru kembali. Ini adalah aturan internasional secara teknis dan juga diterapkan oleh negara-negara di seluruh dunia," jelasnya.

3. Pengusaha kesulitan menutupi biaya operasional

Ilustrasi Kapal (IDN Times/Sukma Shakti)

Ia menegaskan, jika ingin melakukan standardisasi keselamatan dan kenyamanan sesuai dengan UU Pelayaran Nomor 17 Tahun 2008, tentu tarifnya harus disesuaikan berdasarkan perhitungan dalam formulasi tarif yang ada. Besarannya saat ini masih di bawah 31,8 persen, sehingga tarif yang berlaku sekarang belum sesuai dengan perhitungan yang benar, masih kurang 31,8 persen.

"Akibatnya pengusaha kesulitan menutupi biaya operasional dan banyak perusahaan yang bangkrut karena tarif di Indonesia tidak memadai," ucapnya.

Demikian pula, KMP Tunu Pratama Jaya, yang menurut informasi, juga akan dijual sebelum tenggelam karena pengusahanya mengalami kesulitan dalam mengoperasikan kapal-kapalnya.

"Ini tentu sangat membahayakan transportasi penyeberangan dan pemerintah sudah seharusnya menerapkan tarif sesuai dengan perhitungan yang telah disepakati bersama antara pemerintah, YLKI, pengusaha, dan ke pelabuhan ASDP," terangnya.

4. Transportasi sangat berkaitan dengan keselamatan publik

pexels.com/Markus Winkler

Selain itu, hak angkutan penyeberangan saat ini juga belum terpenuhi dari sisi fasilitas pelabuhan. Seperti minimnya jumlah infrastruktur dermaga sehingga kapal-kapal hanya bisa beroperasi 30 persen per bulan, kondisi dermaga yang tidak layak, bahkan masih ada dermaga LCM yang sebenarnya tidak layak untuk operasional kapal penyeberangan.

"Keberadaan dermaga LCM juga sangat membahayakan keselamatan pelayaran karena rata-rata kapal ‘duduk’ di dasar laut, sehingga tidak bisa mendeteksi berat muatan sesungguhnya," bebernya.

Maka itu, menurutnya pernyataan Wakil Ketua Komisi V DPR RI sangat prematur dan tidak berdasar. Pihaknya siap berdiskusi dengan para wakil rakyat yang ada di Komisi V untuk lebih memperjelas situasi pengusahaan angkutan Feri di Indonesia yang saat ini iklim usahanya kurang kondusif.

"Transportasi sangat berkaitan dengan keselamatan publik, sehingga harus cermat dan berbasis data. Biarkan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) beserta Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang bekerja. Kita menunggu hasil penyelidikan dari pihak yang berwenang," ungkap Rahmatika.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team