Sejumlah tersangka yang terjaring operasi tangkap tangan terkait dugaan suap proyek Dinas PUPR Ogan Komering Ulu berjalan sebelum sesi konferensi pers di Jakarta, Minggu (16/3/2025). (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Dalam kasus OTT yang terjadi di OKU Empat orang tersangka dari unsur legislatif dan eksekutif disinyalir sebagai penerima suap dalam Pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) OKU tahun anggaran 2025. Pembahasan RAPBD di bulan Januari 2025 tersebut sempat berjalan alot sebelum akhirnya ada pemufakatan jahat untuk mengesahkan RAPBD 2025.
Dalam pembahasan RAPBD tersebut diketahui perwakilan DPRD OKU menemui pemda OKU untuk meminta jatah pokok pikiran atau pokir. Dalam pokir tersebut, diubah menjadi proyek fisik di PUPR OKU senilai Rp40 miliar dengan fee 20 persen.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan, dalam pemufakatan jahat tersebut ketua dan wakil ketua DPRD OKU mendapat Rp5 miliar, sedangkan anggota DPRD Rp1 miliar. Karena adanya efisiensi pokir tersebut dipangkas menjadi Rp35 miliar, namun untuk fee tetap disepakati seperti awal tetap Rp7 miliar.
Dalam pemufakatan jahat itu juga, anggaran PUPR yang sebelumnya Rp48 miliar untuk TA 2025 naik menjadi Rp96 miliar. Kepala Dinas PUPR OKU menawarkan sembilan proyek kepada pihak swasta lewat mekanisme penunjukan langsung yang disinyalir tidak sesuai dengan ketentuan. Kadis PUPR tersebut juga meminta komitmen fee sebesar 22 persen dengan rincian dua persen untuk PUPR dan 20 persen untuk DPRD.