Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi Pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG) (IDN Times/Rangga Erfizal)
Ilustrasi Pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG) (IDN Times/Rangga Erfizal)

Intinya sih...

  • Kasus keracunan MBG di Sumatra Selatan mencapai 296 anak sejak Januari 2025, memicu kekhawatiran orang tua dan menurut Ombudsman RI, pelayanan MBG perlu diperbaiki.

  • Ombudsman RI terus memantau pelaksanaan MBG di Sumsel dan menyarankan adanya perbaikan SOP penyajian makanan serta distribusi MBG untuk menjaga kualitas makanan yang dibagikan.

  • Dinkes Sumsel menyatakan masih banyak dapur penyedia MBG yang bekerja tanpa memiliki Syarat Sertifikat Laik Higienis Sanitasi (SLHS), sehingga pemerintah mengeluarkan instruksi final untuk mencabut izin SPPG jika SLHS tidak dipenuhi dalam satu bulan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Palembang, IDN Times - Kasus keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) kian menimbulkan keresahan orang tua. Sejak Januari 2025, tercatat sudah 296 anak di Sumatra Selatan mengalami keracunan hingga harus mendapat perawatan medis.

Situasi ini makin disorot setelah Badan Gizi Nasional (BGN) menutup sementara empat dapur penyedia MBG di sejumlah daerah seperti, Ogan Ilir (OI), Ogan Komering Ulu (OKU), Ogan Komering Ilir (OKI) dan Musi Banyuasin (Muba).

Ombudsman RI perwakilan Sumatra Selatan mengapresiasi langkah penonaktifan tersebut. Mereka meminta ada pembenahan lebih baik agar pelayanan MBG dapat berjalan lebih baik sehingga tidak ada anak-anak yang dikorbankan.

"Silakan saja (penonaktifan SPPG), sambil SPPG-nya berbenah dan melengkapi lagi persyaratan yang belum lengkap," ungkap Kepala Perwakilan Ombudsman RI Sumsel, M Adrian Agustiansyah, kepada IDN Times, Jumat (3/10/2025).

1. Minta adanya SOP peenaganan pertama keracunan MBG

ILustrasi Pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG) (IDN Times/Rangga Erfizal)

Sejak program ini berjalan, Ombudsman RI terus melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan MBG di Sumsel. Pihaknya bahkan menyarankan adanya perbaikan SOP penyajian makanan dan distribusi MBG sebelum sampai kepada siswa sehingga kualitas makanan yang dibagikan dapat terjamin.

"Harus tersedia SOP untuk penanganan kasus, perlu diatur juga pertolongan pertama di sekolah (UKS) terhadap gejala yang muncul. Dengan penanganan yang tepat maka akan tercipta golden hour sebagai langkah antisipasi agar keselamatan siswa dapat terjaga," jelas dia.

2. Kepercayaan publik menurun efek kasus keracunan

ILustrasi Pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG) (IDN Times/Rangga Erfizal)

Pihaknya pun menilai, akibat kasus keracunan yang marak justru menyebabkan menurunnya kepercayaan publik terhadap program MBG. Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah dalam hal ini SPPG untuk meningkatkan pelayanannya.

"Untuk mengembalikan kepercayaan publik, SPPG dapat membuat program field trip atau kunjungan bagi orang tua dan siswa untuk melihat langsung proses pengolahan MBG," jelas dia.

Saat ini Ombudsman masih melakukan pemeriksaan sekaligus mengumpulkan informasi di beberapa daerah seperti Palembang, Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Ogan Ilir, Prabumulih dan Ogan Komering Ilir (OKI) terkait tata kelola MBG yang ada. Pihaknya memastikan langkah ini mendapat perhatian untuk perbaikan bersama.

"Kami dalam tahap mengumpulkan informasi terkait pelaksanaan MBG," jelas dia.

3. Orang tua trauma anaknya keracunan

ILustrasi Pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG) (IDN Times/Rangga Erfizal)

Kasus keracunan MBG yang terjadi di SDN 178 Palembang pekan lalu diawali para siswa menyantap MBG yang disediakan SPPG. Awalnya, empat orang siswa mengalami mual dan muntah hingga harus dilarikan ke UKS. Dari sana, pihak SPPG membawa para siswa ke puskesmas sebelum akhirnya dirujuk ke Rumah Sakit, Kamis (25/9/2025).

"Ada 13 siswa, 12 siswa berasal dari kelas 4A dan satu siswa dari kelas 4B," ungkap Kepala Sekolah SDN 178 Palembang, Fatimah.

Melihat kondisi yang ada, orang tua pun menjadi cemas. Mereka tak menyangka kasus keracunan tersebut akan menimpa anaknya.

"Saya trauma lihat anak saya terlebih dia sempat kejang-kejang," ungkap ibu siswa bernama Agung, Sinta.

Sinta mengaku trauma jika anaknya harus menyantap MBG kembali. Padahal selama ini, anaknya aman-aman saja menyantap menu yang disediakan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

"Tidak tahu kenapa. Padahal kakaknya juga makan MBG yang sama di SDN 178. Namun memang menurut Agung tahunya terasa masam," jelas dia.

4. Rasakan bau dan rasa makanan yang berubah

siswa keracunan di SDN 178 Palembang (Dok: istimewa)

Berdasarkan keterangan anaknya, saat menyantap menu MBG yang berisi nasi putih, ayam katsu, tahu goreng, salad mayones, dan pisang, Agung mengalami mual, sakit perut, sakit kepala, hingga demam tinggi dan kejang-kejang. Sang anak mengeluhkan tahu yang sudah masam namun, dirinya belum dapat memastikan apa penyebab keracunan tersebut.

Dari kejadian ini, Shinta mengaku enggan mengizinkan anaknya menerima menu MBG lagi. Dirinya memilih menyediakan bekal agar kejadian serupa tidak terulang.

"Biar saya bekalkan saja saru rumah tidak usah makan MBG lagi," jelas dia.

Siswa yang mengalami keracunan bernama Difa mengaku merasakan rasa dan bau yang aneh setelah menyantap menu MBG yang diberikan kepadanya.

"Tadi tahunya terasa pahit dan ayamnya agak masam. Saya tidak mau lagi makan MBG biar bawa bekal dari rumah saja," jelas dia.

5. Instruksi final SPPG wajib miliki SLHS

Kepala Dinkes Sumsel Trisnawarman (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Dari maraknya kasus keracunan MBG, Dinkes Sumsel menilai masih banyak dapur penyedia MBG yang bekerja tanpa memiliki Syarat Sertifikat Laik Higienis Sanitasi (SLHS). Padahal SLHS tersebut berfungsi mencegah adanya kasus keracunan MBG yang berulang.

"Nah, jumlah SPPG yang belum memenuhi syarat SLHS ini masih banyak, makanya pemerintah mengeluarkan syarat ini," ungkap Kadinkes Sumsel, Trisnawarman.

Meski tidak merinci jumlah pastinya, ia mengakui dari 342 SPPG yang ada, sebagian besar masih beroperasi tanpa memiliki SLHS. Pemerintah telah mengeluarkan instruksi final untuk mencabul izin SPPG jika SLHS tersebut tidak dipenuhi dalam satu bulan.

"Jadi, pemerintah sekarang sudah mengeluarkan peraturan, bagi SPPG yang sudah bekerja sama dengan BGN diberi waktu 1 bulan untuk melengkapi syarat SLHS. Kalau tidak (melengkapi), mereka akan diputus kontraknya," jelas dia.

6. Banyak syarat yang harus dipenuhi SPPG untuk dapat SLHS

Dapur MBG Ilir Timur III Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Untuk memperoleh SLHS diperlukan pemenuhan sejumlah syarat yang cukup ketat. Beberapa di antaranya mencakup aspek kebersihan dan sanitasi pangan, mulai dari kondisi lingkungan serta bangunan, bahan makanan yang digunakan, perlengkapan yang dipakai, hingga kecukupan tenaga pengolah makanan.

"Syaratnya memang banyak, harus ada pelatihan penjamah makanan, kebersihan lingkungannya, kelayakan air minum yang dipakai, peralatan dan sebagainya. Memang agak berat (syarat pemenuhan operasional SPPG), tapi mau tidak mau harus begitu daripada kenapa-kenapa," jelas dia.

Menurutnya, hal itu dilakukan guna mencegah risiko pencemaran, gangguan kesehatan, serta penyakit yang bersumber dari makanan. Upaya ini sekaligus menjamin mutu dan kebersihan makanan bagi para pelajar.

"Sampai sekarang instruksi pemerintah masih meminta SPPG melengkapi syarat SLHS. Apakah sekarang disetop atau tidak, saya tidak tahu. Tapi, sekarang masih ada yang jalan kan," jelas dia.

Editorial Team