Padang, IDN Times - Puluhan ambulans hilir mudik di Rumah Sakit (RS) Bhayangkara, Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Barat (Sumbar), di Kota Padang, Kamis (27/11/2025) malam. Suara sirine memecah malam yang muram, mengiringi hujan lebat yang tidak berhenti seharian.
Setiap ambulans datang, kantong jenazah berwarna kuning dikeluarkan dengan ranjang dorong. Puluhan warga yang berada di ruang tunggu Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Bhayangkara serentak berdiri. Wajah mereka cemas. Pertanyaan mereka sama
“Jenazah dari lokasi mana itu, Pak?”
Namun, pertanyaan itu tidak langsung terjawab. Singkat jawaban petugas
“Sabar ya,”
Lantas, kantong jenazah dibawa ke ruang mayat di sudut belakang RS Bhayangkara untuk keperluan identifikasi.
Dari puluhan warga yang berkerumun di IGD RS Bhayangkara, ada dua sosok perempuan yang duduk di bagian sudut kursi tunggu. Wulan Sundari (26) bersama ibundanya, Afridayeni (48) yang datang dari Surian, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Solok.
Wajah mereka terlihat cemas. Wulan dan ibunya datang untuk memastikan keberadaan adiknya, Rahayu Putri Anjani (21) yang dikabarkan menjadi korban longsor di Jembatan Kembar, Kota Padang Panjang.
“Adik saya kuliah di Kota Padang. Tapi hari itu dia ke Bukittinggi bersama temannya yang bernama Selvi Marta (20). Mereka pergi naik mobil Selvi. Saya tahu dari unggahan di media sosialnya. Lalu pada hari Rabu 26 November 2025 saya hubungi dia untuk segera pulang ke Padang. Sebab saat ia pergi tidak minta izin, baik kepada saya satupun kepada mama," kata Wulan pada IDN Times.
Wulan mengatakan, sebelum pulang, Rahayu sempat meminta kiriman uang untuk belanja di Bukittinggi. Permintaan itu pun dipenuhi dengan janji pulang Kamis pagi.
Hujan lebat di penghujung November terjadi merata di Sumbar. Kabar bencana melanda sejumlah kabupaten/kota. Banjir bandang menyapu bantaran Sungai Lubuk Minturun, Kota Padang saat adzan Subuh usai berkumandang, 10 orang meninggal terseret air bah.
Sementara dari Kota Padang Panjang, banjir bandang menerjang jembatan kembar, puluhan korbannya. Belum lagi di Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, ada ratusan warga terseret derasnya banjir bandang.
Informasi itu silih berganti berseliweran di beranda media sosial. Kabar itu membuat Wulan semakin was-was. Ia mencoba kembali menghubungi adiknya untuk memastikan kondisinya.
“Saya telepon tidak nyambung. Saya masih berpikiran mungkin Rahayu sedang di jalan tidak dapat sinyal,” tuturnya dengan suara berat.
Namun, pikiran itu sontak berubah menjadi rasa cemas dan takut. Sebab, keluarga Selvi Marta mengabarkan, Selvi yang pergi bersama Rahayu ditemukan meninggal dunia terseret banjir bandang di Jembatan Kembar, Kota Padang Panjang. Jenazahnya telah dievakuasi ke RS Bhayangkara di Kota Padang.
“Saya tidak bisa bicara apa-apa saat itu. Kaki saya lemas. Ibu saya yang mendengar kabar itu langsung menangis sejadi-jadinya. Kami pun memutuskan pergi ke sini (RS Bhayangkara),” ucapnya.
Menempuh jarak sekitar 94 kilometer atau tiga jam perjalanan dari Solok menuju Kota Padang, perjalanan yang dilalui Wulan ternyata tak mudah. Sebab malam itu hujan lebat, sejumlah titik longsor di wilayah Air Dingin memperlambat waktu tempuh. Akhirnya setelah 4 jam lebih, Wulan sampai di RS Bhayangkara, Kota Padang, sekitar pukul 23.15 WIB. Langkah kakinya cepat, bergegas ke meja petugas Disaster Victim Identification (DVI) di depan IGD.
“Kami tanya ke petugas. Belum ada nama adik saya di sini,” ujarnya lirih.
Lantas Afridayeni, ibu Rahayu menyela.
“Kami tentu berharap anak kami selamat. Kalau pun tidak ada lagi, kami ikhlas. Pak petugas, tolong temukan badannya. Biar kami bawa pulang ke kampung,” ucapnya sembari berlinang air mata.
Ruang tunggu IGD RS Bhayangkara dini hari itu ramai dipenuhi masyarakat. Tapi suasananya hening, nyaris tanpa suara. Mata yang sendu saling bertatap, tapi mulut berat untuk bersuara. Mereka punya duka yang sama yang tidak mudah diungkapkan. Hanya wajah cemas dan sedih menunggu kabar dari petugas.
