Gunung Agung. (ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana)
Walau Bali termasuk pulau yang kecil, namun memiliki dua gunung api aktif yakni Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, serta Gunung Batur yang berlokasi di Kabupaten Bangli. Keberadaan dua gunung tersebut bagi masyarakat Bali sangatlah penting mulai dari kepentingan ekonomi, budaya, dan tentunya religius.
Gede Mujayasa (24), warga yang tinggal di Kawasan Desa Batur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, tidak jauh dari Gunung Batur yang meletus terakhir pada 2000 silam. Dari penuturan tetua di desanya, Gunung Batur terakhir meletus dahsyat pada 1926 yang membuat masyarakat memindahkan Desa Batur.
"Dulu informasi tetua desa itu di bawah di kaki Gunung Batur, dan pindah agak menjauh setelah meletus tertimbun material letusan" ungkapnya.
Walau tinggal di dekat Gunung Batur, namun tak ada pilihan bagi Mujayana atau warga lain kecuali selalu waspada. Ia hanya berharap pada kemajuan teknologi informasi serta gerap cepat pemerintah.
"Sekarang kan informasi sudah canggih. Jadi kalau sudah ada tanda-tanda gunung akan meletus pasti ada imbauan dari pemerintah. Jadi mitigasinya sudah ada pasti," ungkapnya.
Bagi masyarakat di Bali, gunung adalah tempat yang disucikan sehingga ritual-ritual adat rutin digelar untuk menghormati gunung. Misalnya saja di kawasan Besakih, yang menjadi tempat berdirinya pura terbesar di Bali.
Upacara atau tradisi pakelem selalu digelar masyarakat di Besakih. Pakelem dilakukan dengan menghaturkan persembahan suci ke kawah gunung, sebagai wujud syukur masyarakat karena Gunung Agung telah memberikan kehidupan kepada masyarakat sekitar.
"Biasanya ritual pakelem selalu digelar menjelang Upacara Betara Turun Kabeh, pada purnama ke dasa," ungkap Fendi.
Sama halnya dengan di Gunung Batur, juga rutin digelar ritual ngaturang pakelem sebagai wujud terima kasih dan memohon keselamatan terhadap Gunung Batur yang selama ini memberi kehidupan bagi masyarakat sekitar.
Bendesa Adat Wongaya Gede sekaligus Ketua Umum Pura Luhur Batukaru, I Ketut Sucipto, memaparkan Gunung Batukaru dianggap sebagai sumber kehidupan, khususnya bagi masyarakat Tabanan. Hutan yang mengelilingnya menyebabkan gunung ini menghasilkan sumber mata air yang mengalir dan sangat dibutuhkan bagi kehidupan.
"Percuma kita punya banyak lahan pertanian kalau airnya tidak ada. Sumber air ini datang dari mana? Ya, dari hutan di Gunung Batukaru ini," ujarnya, Jumat (9/12/2022).
Apabila hutan tidak dijaga dan dilestarikan, tentunya akan terjadi bencana kekeringan saat kemarau dan banjir saat musim penghujan. Pihak Desa Adat Wongaya Gede rutin melakukan penanaman pohon. Belum lama ini ditanam secara bertahap sebanyak 7.000 pohon.
Artikel kolaborasi ditulis oleh Rangga Erfizal (Sumsel), Prayugo Utomo (Sumut), Khusnul Hasana (Jatim), Rohmah Mustaurida (Lampung), Wayan Antara dan Wayan Antara (Bali).