Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Warga Pangkalan Balai memilah beras diduga dioplos bahan sintetis
Warga Pangkalan Balai memilah beras diduga dioplos bahan sintetis. (Dok. Istimewa)

Banyuasin, IDN Times - Keresahan masyarakat Banyuasin terkait viralnya beras diduga oplosan akhirnya terjawab. Berdasarkan koordinasi Pemkab Banyuasin dengan Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), beras tersebut merupakan beras fortifikasi yang telah memiliki izin edar resmi.

Adapun butiran putih yang diduga plastik merupakan vitamin yang dicampur dengan beras merk Cap Anak Raja. Butiran tersebut merupakan bahan fortifikasi yang aman dan ditujukan untuk konsumen tertentu seperti ibu hamil dan anak-anak.

1. Tim pangan mengamankan 2 karung beras sebagai sampel

ilustrasi beras (pexels.com/eva)

Sekda Banyuasin, Erwin Ibrahim mengatakan, pihaknya langsung menindaklanjuti laporan beras yang diduga mengandung bahan sintetis. Tim Pangan Kabupaten Banyuasin langsung melakukan penelusuran ke sejumlah minimarket yang menjual produk tersebut.

Tim terdiri dari perwakilan Diskoperindag, Dinas Kesehatan, Dinas Ketahanan Pangan, Satpol PP, DPMPTSP, dan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura untuk memastikan keamanan pangan di wilayahnya.

"Hasil pemantauan di enam minimarket, pihak toko telah menarik produk beras dari rak penjualan. Meski begitu, tim pangan mengamankan 2 karung beras sebagai sampel untuk diteliti lebih lanjut," ujarnya, Selasa (16/9/2025)

2. Butiran yang diduga plastik itu ternyata vitamin

Warga Pangkalan Balai memilah beras diduga dioplos bahan sintesis. (Dok. Istimewa)

Pihaknya mengirimkan sampel dari dua minimarket di kawasan Pangkalan Balai. Selanjutnya tim pangan sudah dilakukan pengetesan terhadap butir-butir putih yang diduga plastik. Ketika direndam dalam air selama 30 menit, ternyata butir-butir ini larut. Karena kalau terbuat dari plastik pasti tidak larut.

"Kami sudah berkoordinasi dengan BPOM dan dari hasil pengecekan sementara, butiran yang diduga plastik itu ternyata vitamin. BPOM menyebut ada dua jenis vitamin dalam bentuk butiran yang dicampur ke dalam beras merek Cap Anak Raja," jelas Erwin.

3. Beras Cap Anak Raja Pulen Khusus mengandung 1 persen kernel fortifikasi

Warga Pangkalan Balai memilah beras diduga dioplos bahan sintesis. (Dok. Istimewa)

Erwin yang juga ketua tim pangan Banyuasin ini mengungkapkan, kejadian serupa pernah terjadi di Tangerang dan sempat memicu keresahan warga. Sebelum akhirnya dijelaskan bahwa beras tersebut fortifikasi. Beras Cap Anak Raja Pulen Khusus diketahui mengandung sekitar 1 persen kernel fortifikasi, yakni butiran khusus yang mengandung vitamin dan mineral.

"Butiran ini memang memiliki bentuk, warna, dan tekstur yang sedikit berbeda dari beras biasa karena berwarna putih susu atau gading, lebih pipih, dan bertekstur padat. Ini dapat menimbulkan kesalahpahaman jika tidak diketahui sebelumnya," ungkapnya.

4. Tim pangan Banyuasin masih menunggu hasil uji BPOM keluar

Warga Pangkalan Balai memilah beras diduga dioplos bahan sintesis. (Dok. Istimewa)

BPOM juga telah menyatakan, produk tersebut memenuhi standar keamanan pangan nasional dan bukan termasuk beras palsu maupun mahal. Beras itu ditujukan untuk meningkatkan asupan gizi masyarakat tertentu.

"Dari sampel yang kami ambil baik dari masyarakat maupun dari gerai minimarket, semuanya tetap akan kami kirim ke BPOM untuk diuji laboratorium. Hasil uji tersebut akan menjadi pegangan untuk memastikan kandungan vitaminnya serta menjawab keraguan masyarakat," tegas Erwin.

Meskipun pengetesan awal menunjukkan bahwa butiran yang dikhawatirkan bukanlah plastik, tim pangan Banyuasin tetap akan menunggu hasil uji laboratorium resmi dari BPOM sebagai rujukan akhir.

"Masyarakat diimbau tidak panik dan menunggu hasil resmi yang akan segera diumumkan dalam waktu dekat," ucapnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team