Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Budidaya Padi Terapung, Strategi Dorong Produksi Gabah saat Banjir

IMG_20250702_125519.jpg
Budidaya padi terapung (Dok. Benyamin Lakitan)
Intinya sih...
  • Budidaya padi terapung ditargetkan meningkatkan produksi gabah kering panen (GKP) di Sumsel hingga 3,5 juta ton pada 2025.
  • Inovasi budidaya padi terapung menggunakan rakit atau media terapung sebagai solusi untuk meningkatkan produksi gabah, terutama di lahan sebelumnya tidak produktif.
  • Peningkatan hasil produksi gabah juga dipengaruhi oleh peran pemerintah dan teknologi pertanian lokal yang relevan dengan finansial terjangkau.

Palembang, IDN Times - Peningkatan produksi gabah kering panen (GKP) di Sumatra Selatan (Sumsel) ditarget mencapai 3,5 juta ton pada 2025. Namun proses budidaya padi mengalami sejumlah masalah seperti cuaca kering hingga lahan yang banjir.

Persoalan itu jadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah provinsi untuk merealisasikan target produksi tahun ini, dan salah satu langkah strategi mendorong hasil produksi GKP tetap positif di kondisi kekeringan dan kebanjiran adalah inovasi mekanisme tanam padi lewat budidaya padi terapung.

1. Budidaya padi terapung jadi solusi di lahan rawa pengganti lahan sawah

Petani Padi from I Stock

Menurut ahli pertanian Sumsel sekaligus Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Sriwijaya (Unsri) Benyamin Lakitan, program budidaya padi terapung merupakan sistem tanam padi di atas permukaan air menggunakan rakit atau media terapung.

Inovasi budidaya ini, kata dia, sebagai pengganti lahan sawah. Sistem tersebut juga cocok untuk daerah yang sering tergenang banjir atau memiliki lahan rawa, serta bisa menjadi solusi untuk meningkatkan produksi gabah, terutama di lahan yang sebelumnya tidak produktif.

"Petani butuh teknologi pertanian untuk meningkatkan produktivitas. Salah satunya pemanfaatan lahan. Sumsel khususnya Palembang ini masih memiliki lahan basah yang luas dan tersedia," katanya dalam diskusi akselerasi program swasembada pangan, untuk mewujudkan ketahanan ekonomi Sumsel yang berkelanjutan, Rabu (2/7/2025).

2. Sumsel butuh teknologi pertanian relavan untuk mempertahankan pangan berkelanjutan

ilustrasi panen padi (pexels.com/Safari Consoler)
ilustrasi panen padi (pexels.com/Safari Consoler)

Budidaya padi terapung jelasnya, sekarang sudah dikelola Dinas Pertanian Sumsel di Jakabaring. Harapannya, dari inovasi itu, petani tidak gelisah menghadapi masalah dan kondisi cuaca. Terutama menghadapi lahan rawa dan pasang surut air sungai.

"Sumsel ini kendala produksi pertanian dengan risiko gagal panen paling sering adalah kemarau panjang dan defisit air. Peningkatan hasil prodksi harus didorong dengan sistem pengelolaaan air agar produksi hasil panen terjamin," jelas dia.

Pemilihan budidaya padi terapung diterapkan di Sumsel karena, inovasi ini mempermudah petani dan menyesuaikan kondisi teknologi yang relavan terhadap masalah pertanian di suatu wilayah.

"Teknologi yang dibutuhkan adalah teknologi yang relavan tidak harus canggih, karena jika teknologi makin sulit, justru menyusahkan petani. Sementara inovasi paling relavan, makin menjangau petani lokal," kata Benyamin.

3. Pemerintah berperan dalam mendorong peningkatan hasil pertanian

ilustrasi panen padi (pexels.com/Vũ Bụi)
ilustrasi panen padi (pexels.com/Vũ Bụi)

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel, produksi gabah kering pada 2024 mencapai 2.842.560 ton gabah kering giling (GKG) dari luas panen 521.250 hektar. Angka itu jika dibandingkan tahun 2023 meningkat, meski kondisi kemarau.

Potensi peningkatan itu pun dipengaruhi program budidaya padi terapung yang berhasil dijalankan. Bahkan beberapa daerah penyumbang produksi gabah terbesar di Sumsel sukses mendorong peningkatan gabah seperti di Banyuasin, Ogan Komering Ulu Timur (OKUT), dan Ogan Komering Ilir (OKI).

Potensi peningkatan produksi gabah lanjut Benyamin, tak hanya berdasarkan teknologi relavan di petani seperti budidaya padi terapung. Melainkan peran pemerintah pun sangat berpengaruh. Termasuk bagaimana pemerintah memperhatikan petani agar bisa hidup sejahtera dari usaha mempertahankan pangan utama Indonesia, khususnya komoditas ungguk Sumsel.

4. Pemanfaatan inovasi pertanian harus teknologi tepat guna dan tepat sasaran

Ilustrasi petani menanam padi di sawah (ANTARA FOTO/Abdan Syakura)

Benyamin menyampaikan, untuk membantu petani sebagai aktor utama mempertahankan lumbung pangan, hal penting lain adalah provinsi perlu menyiapkan SDM atau memilih teknologi relevan. Karena secara realitas teknologi yang dibutuhkan adalah sesuai dengan finansial terjangkau.

Termasuk pemanfaatan inovasi pertanian lokal dengan langkah teknologi tepat guna (TTG). Salah satunya, inovasi yang bisa memberikan ragam keuntungan lewat novelty atau memiliki nilai pembaruan dan tak plagiat.

"Mendorong pangan berkelanjutan dan produksi yang meningkat harus banyak pihak terlibat, dari Forkopimda, kampus, ahli akademisi, kebijakan pemda dan utamanya petani, peternak ataupun nelayan yang mendapatkan edukasi inovasi pertanian," jelas dia.

Karena lanjutnya, kini sudah banyak petani di Sumsel tanpa regenerasi. Bahkan, usia petani sudah di atas 50 tahun yang menyulitkan inovasi dan teknologi pertanian terkadang tak relavan. Padahal untuk skala komersial dan mendapatkan keuntungan, masalah yang harus diselesaikan adalah bagaimana teknologi berjalan sesuai kapasitas petani tradisional.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hafidz Trijatnika
EditorHafidz Trijatnika
Follow Us