Begini Cara Polisi Usut Kasus di Unsri dan Pelecehan Seksual Lain

Palembang, IDN Times - Kasus pelecehan seksual terhadap DR (22) oleh seorang dosen di Fakultas Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Universitas Sriwijaya (FKIP Unsri) berinisial A (34), kini mulai masuk babak baru. Penyidik Ditreskrimum Polda Sumsel meningkatkan perkara menjadi sidik atau pemeriksaan.
Sang dosen akan dihadirkan dalam pemeriksaan kedua, Senin (6/12/2021) mendatang. Sebelumnya, Mapolda Sumsel telah melakukan pemeriksaan saksi korban, dan olah TKP untuk memeriksa fakta terkait proses terjadinya pelecehan.
Untuk menjerat pelaku pelecehan seksual dibutuhkan alat bukti yang kuat, salah satunya dengan bukti visum. Dalam perkara korban DR, proses pelecehan dan pelaporan sudah terjadi cukup lama. Korban pun sulit untuk divisum karena pelecehan secara fisik dengan cara dicium payudara dan dipaksa memegang alat vital.
IDN Times menanyakan pandangan pakar hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palembang, mengenai langkah apa saja yang bisa digunakan korban pelecehan untuk melapor meski tanpa bukti visum.
1. Lima syarat yang bisa digunakan polisi untuk mengungkap kasus

Visum menjadi bukti kuat untuk mengusut kasus pelecehan seksual. Namun dalam beberapa kasus, proses visum tidak dapat dilakukan karena jarak antara kejadian dan pelaporan terjadi cukup lama.
Direktur LBH Palembang, Juardan Gultom mengatakan, setiap kasus pidana telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Proses hukum dapat dikatakan pidana jika memenuhi syarat. Kelima syarat itu adalah laporan korban dan pemeriksaan terlapor, saksi mata, hasil olah TKP, bukti (visum dll), atau saksi ahli.
“Untuk menetapkan tersangka dibutuhkan minimal dua alat bukti. Keterangan korban sudah jadi satu bukti dan hasil olah TKP (jika menemukan indikasi) juga bisa menjadi alat bukti. Visum sangat perlu, hanya saja jika tidak ada, bisa menggunakan alat bukti lain,” ungkap dia.
2. Hasil olah TKP juga penting mencari indikasi pelecehan

Dari laporan korban DR, proses pelecehan seksual fisik sudah masuk dalam bukti. Hanya saja dalam proses hukum pidana, laporan korban harus didukung dari keterangan terlapor pada saat pemeriksaan kepolisian. Dari sana, polisi akan memadukan hasil pemeriksaan dengan bukti-bukti yang ada.
"Hasil olah TKP polisi akan menemukan indikasi pelecehan. Rangkaian bukti ini bisa menjadi bukti menguatkan pelecehan seksual," ujar dia.
3. Pemeriksaan internal Unsri bisa jadi petunjuk

Juardan mengakui, perkara pelecehan fisik kerap sulit dibuktikan. Penyebabnya, hanya ada korban dan pelaku dalam peristiwa itu. Untuk mencari bukti dari saksi, polisi harus berusaha ekstra dalam melakukan penyelidikan.
Di sisi lain, pengakuan terduga pelaku yang mengakui telah melakukan pelecehan fisik dalam pemeriksaan internal Unsri, bisa menjadi bukti polisi untuk terus melakukan pendalaman.
"Saya rasa itu sudah cukup, karena keterangan disampaikan terlapor kepada Universitas bisa jadi bukti petunjuk," ujar dia
4. Terduga pelaku bisa dijemput paksa

Terakhir, soal tidak hadirnya sang dosen dalam proses pemeriksaan hari ini bisa menjadi salah satu indikasi. Dalam aturan pemeriksaan, terlapor diberi kesempatan untuk tidak hadir selama tiga kali. Jika pun nantinya terlapor terus mangkir, penyidik dapat langsung menjemput secara paksa.
"Hak terlapor untuk mangkir diatur tiga kali dalam ketentuan hukum acara. Baru bisa dipanggil secara paksa," tutup dia.