Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Gubernur Sumatra Barat Mahyeldi Ansharullah saat diwawancarai Pimpinan Redaksi IDN Times Uni Lubis, Selasa (30/12/2025).
Gubernur Sumatra Barat Mahyeldi Ansharullah saat diwawancarai Pimpinan Redaksi IDN Times Uni Lubis, Selasa (30/12/2025). (IDN Times/Halbert Caniago)

Intinya sih...

  • Aktivitas perkebunan dan penebangan jadi sorotan dalam bencana banjir di Sumbar

  • Bencana ini harus menjadi titik balik dalam kebijakan pemanfaatan ruang dan pengawasan aktivitas berbasis lahan.

  • Gubernur Sumbar minta pengawasan aktivitas perkebunan dan pertambangan diperkuat

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Padang, IDN TimesBanjir dan longsor yang melanda sejumlah daerah di Sumatra Barat menjadi peringatan keras bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi serius terhadap tata ruang dan pengawasan aktivitas berbasis lahan. Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah menilai, bencana ini tidak bisa dilepaskan dari aktivitas manusia di kawasan rawan, seperti perkebunan, penebangan, dan pertambangan.

"Dalam evaluasi awal pascabencana, pemerintah menyoroti kombinasi antara curah hujan tinggi dan pemanfaatan ruang yang tidak selaras dengan daya dukung lingkungan," kata Mahyeldi, saat diwawancarai Pimpinan Redaksi IDN Times, Uni Lubis, Selasa (30/12/2025).

Mahyeldi mengatakan, aktivitas perkebunan, khususnya di wilayah dengan kemiringan tinggi dan dekat aliran sungai, disebut berkontribusi memperparah dampak banjir dan longsor.

1. Aktivitas perkebunan dan penebangan jadi sorotan

Ilustrasi perkebunan kelapa sawit (pexels.com/Pok Rie)

Kecamatan Palembang, Kabupaten Agam, menjadi salah satu wilayah yang disorot oleh Mahyeldi. Diketahui, Palembayan menjadi salah satu wilayah yang terdampak paling parah di Sumbar dalam bencana banjir kali ini.

Di Palembayan, kata Mahyeldi, terdapat aktivitas perkebunan kelapa sawit. Dirinya menilai keberadaan kebun dan aktivitas penebangan di kawasan dengan tingkat kecuraman tertentu perlu dievaluasi secara menyeluruh.

“Kita harus mengevaluasi faktor-faktor yang menyebabkan bencana ini, termasuk perkebunan, penebangan pohon, dan bagaimana kondisi wilayahnya,” kata dia,

Evaluasi ini dinilai penting agar pemanfaatan ruang tidak terus menempatkan masyarakat pada risiko bencana berulang, terutama di daerah yang selama ini menjadi langganan banjir dan longsor.

2. Kebijakan tata ruang akan ditinjau ulang

Gubernur Sumbar, Mahyeldi usai tinjau lokasi bencana (Foto: Humas)

Bencana ini juga mendorong Pemprov Sumbar untuk meninjau kembali kebijakan tata ruang. Mahyeldi berujar, penyesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) menjadi langkah yang tidak terelakkan.

Penataan ulang ruang diarahkan untuk memastikan kawasan rawan tidak lagi dijadikan lokasi permukiman maupun aktivitas ekonomi yang berisiko tinggi. Pemprov Sumbar pun akan mengingatkan kepala daerah kabupaten/kota agar lebih cermat dalam menetapkan izin dan peruntukan lahan.

“Ke depan, kebijakan tata ruang harus lebih tegas agar masyarakat tidak lagi tinggal atau beraktivitas di wilayah yang memiliki potensi bahaya,” tegasnya.

Selain tata ruang, Pemprov Sumbar menegaskan komitmen untuk memperketat perizinan, terutama yang berkaitan dengan perkebunan, penebangan hutan, dan pertambangan. Menurut Mahyeldi, kelonggaran izin di wilayah rentan dapat berujung pada kerusakan lingkungan yang memperbesar dampak bencana.

“Kita harus lebih selektif dan tegas dalam memberikan izin, baik perkebunan, penebangan, maupun pertambangan,” kata dia,

Langkah ini menjadi bagian dari upaya jangka panjang untuk menekan risiko bencana, seiring kondisi cuaca yang semakin sulit diprediksi dan curah hujan yang cenderung tinggi.

3. Gubernur minta pengawasan diperkuat

Kondisi warga yang tengah mengungsi Pengungsian di Jorong Kayu Pasak, Nagari Salareh Aie, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, Sumbar, Kamis (4/12/2025). (IDN Times/Halbert Caniago)

Dalam konteks pengawasan, Mahyeldi menyampaikan harapan agar pemerintah pusat membentuk satuan tugas khusus pertambangan. Satgas ini diharapkan mampu mengendalikan dan mengawasi aktivitas tambang secara lebih ketat, khususnya di wilayah yang rawan banjir dan longsor.

Di lain pihak, Pemprov Sumbar pun menyatakan dukungan terhadap keberadaan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) dan menilai pola pengawasan serupa diperlukan di sektor pertambangan.

"Pengawasan dari pusat penting agar pengendalian aktivitas tambang tidak sepenuhnya dibebankan kepada daerah, terutama di wilayah dengan risiko lingkungan tinggi seperti Sumbar," kata dia.

Dirinya menegaskan, bencana ini harus menjadi titik balik dalam kebijakan pemanfaatan ruang dan pengawasan aktivitas berbasis lahan.

Editorial Team