Kordinator Badan Metereologi, Klimatologi, Geofisika (BMKG) Sumsel, Stasiun Klimatologi Kelas I Palembang, Nuga Putrantijo (IDN Times/Rangga Erfizal)
Senada, Kordinator Badan Metereologi, Klimatologi, Geofisika (BMKG) Sumsel, Stasiun Klimatologi Kelas I Palembang, Nuga Putrantijo menjelaskan, puncak musim hujan akan terjadi pada Desember 2020, Januari dan Maret 2021. Kondisi ini akan berdampak terhadap kerawanan bencana wilayah dataran tinggi dan rendah.
"Wilayah dataran rendah seperti daerah aliran sungai (DAS) harus menjadi perhatian karena dampak musim hujan dapat mengakibatkan banjir. Sedangkan untuk wilayah dataran tinggi yang berada di Sumsel bagian tengah, barat dan selatan, harus waspada pada kelabilan tanah yang berdampak longsor akibat intensitas hujan tinggi," ungkap Nuga.
Intensitas hujan yang tinggi disebabkan oleh fenomena La Nina yang berada di Samudra Pasifik, dan mengakibatkan iklim di Indonesia khususnya Sumsel seperti curah hujan menjadi lebih tinggi dari normalnya.
"La Nina artinya seluruh uap air jadi tinggi dan curah hujan juga lebih tinggi dari normalnya. Kondisi ini diperkirakan akan berlangsung hingga April 2021," jelas dia.
Selain pengaruh sirkulasi angin monsun dan anomali iklim di Samudera Pasifik, penguatan curah hujan di Sumsel juga turut dipengaruhi oleh gelombang atmosfer ekuator berupa gelombang Madden Julian Oscillation (MJO) dan Kelvin, atau dari timur ke barat berupa gelombang Rossby.
"Aktivitas La Nina dan MJO inilah yang menjadi tumpukan awan berpotensi hujan," jelas dia.