Erupsi Gunung Marapi (Foto: Grup Whatsapp PGA Marapi)
Wafid mengatakan, laju emisi atau fluks gas SO2 Gunung Marapi yang terukur dari satelit Sentinel juga masih tergolong rendah. Tercatat, pada 10 April 2025 sebesar 40 ton per hari.
"Potensi terjadinya letusan atau erupsi masih tetap ada yang dapat terjadi sewaktu-waktu sebagai bentuk pelepasan dari akumulasi tekanan energi yang dihasilkan oleh dinamika pasokan fluida atau magma," katanya.
Ia mengungkapkan, dengan adanya aktivitas erupsi dan hembusan tersebut, maka diharapkan tekanan stress pada tubuh gunung api akibat pasokan fluida atau magma dapat dilepaskan sehingga tidak terbentuk akumulasi tekanan yang besar.
"Dengan demikian diharapkan tidak terjadi erupsi besar yang melebihi erupsi Desember 2023, sehingga jika letusan atau erupsi terjadi, maka potensi bahaya dari lontaran material letusan diperkirakan masih akan berada di dalam wilayah radius 3 kilometer dari pusat aktivitas kawah Gunung Marapi," katanya.
Ia menyatakan bahwa abu erupsi dapat berpotensi mengganggu saluran pernapasan dan penerbangan yang penyebarannya mengikuti arah dan kecepatan angin.
"Material erupsi yang jatuh dan terendapkan di bagian puncak dan lereng Gunung Marapi juga tetap berpotensi menjadi lahar saat bercampur dengan air hujan. Aliran atau banjir lahar dapat terjadi pada lembah, bantara dan aliran sungai-sungai yang berhulu di bagian puncak Gunung Marapi," katanya.
"Di area kawah atau puncak Gunung Marapi juga terdapat potensi bahaya dari gas-gas vulkanik beracun seperti gas CO2, CO, SO2, dan H2S," tutupnya.