Ahli Psikologi Forensik: Bazarsah Bereaksi di Luar Kendali Rasional

- Reza Indragiri menyebut individu sulit merespon secara rasional dalam keadaan terdesak
- Reza Indragiri: Cara berpikir warga sipil dan militer tidak berbeda dalam merespon bahaya
Palembang, IDN Times - Tim Penasihat Hukum terdakwa Kopda Bazarsah menghadirkan saksi Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel dalam sidang saksi meringankan terdakwa. Saksi dihadirkan untuk menganalisis dan memaparkan tingkah laku serta mental orang-orang yang berhadapan dengan hukum dalam situasi perbuatan hukum yang dilakukan.
Dalam kesaksiannya, Reza Indragiri menyebutkan perbuatan terdakwa dapat dilihat dan dianalisis dari dua hal mengenai cara berpikirnya. Cara berpikir pertama terjadi sebagai respon yang sangat cepat, sangat amat cepat, otomatis dan bahkan intuitif sedangkan cara berpikir kedua merupakan cara berpikir rasional mengandalkan kalkulasi dan perhitungan yang matang.
"Dalam sebuah peristiwa (penggerebekan & tembakan peringatan) sistem berpikir rasional ini dibutuhkan waktu yang memadai untuk memproses sebuah kejadian. Individu harus memiliki ketenangan untuk memproses hal tersebut menjadi cara berpikir rasional namun, tidak semua individu bisa melakukannya dan cenderung terjebak pada sistem berpikir pertama," ungkap Reza Indragiri di Pengadilan Militer 1-04 Palembang, Senin (7/7/2025).
1. Individu sulit merespon secara rasional dalam keadaan terdesak

Penasihat hukum berusaha menjelaskan, kejadian penembakan yang terjadi di Negara Batin, Way Kanan Lampung terjadi karena dua versi. Versi pertama berdasar keterangan saksi masyarakat dan personel TNI yang berada di lokasi kejadian mendengar suara tembakan yang dipicu dari penggerebekan.
Sementara versi kedua merupakan saksi ke-13 polisi yang hadir dalam penggerebekan, yang mendengar suara tembakan pertama datang dari dalam arena judi. Dalam kejadian ini, terdakwa dapat merespon suara tembakan sebagai hal yang tidak rasional.
"Dalam situasi terdesak individu sulit merespon untuk berpikir rasional. Situasi kritis tidak memungkinkan orang dalam situasi genting untuk berpikir rasional," jelas dia.
2. Cara berpikir sipil dan militer tidak berbeda dalam merespon bahaya

Dalam pola pikir tersebut, dirinya menilai dapat terjadi pada militer ataupun masyarakat sipil biasa. Setiap individu dapat terjebak pada cara berpikir tidak rasional yang menyebabkannya mengambil tindakan destruktif.
"Militer dan sipili secara generik proses berpikirnya sama, mereka hanya berbeda berbeda dari pengalaman," jelas dia.
3. Pembunuhan berencana harus memenuhi 4 unsur

Dirinya menilai, respon tindakan tidak rasional yang dilakukan dapat diterka dari cara manusia melakukan tindakannya. Sebuah pembunuhan dapat dikatakan berencana jika memenuhi unsur empat elemen yakni, ada target, insentif, sumber daya, dan risiko.
"Artinya pelaku sudah secara spesifik menimbang siapa yang menjadi sasaran. Di kepalanya pelaku sudah menimbang empat elemen yang menjadi target, hitung-hitungannya, manfaat dan dan risiko yang ada," jelas dia.
Hanya saja tindakan tersebut tidak bisa terjadi semata-mata karena respon dari situasi genting yang terjadi. Ada perbuatan yang tidak terduga yang mempengaruhi cara mereka dalam berpikir.
"Semua orang bisa mengatakan apa yang dilakukannya untuk mempertahankan diri yang terjadi karena adanya provokasi tembakan awal. Apapun itu, tidak datang dari orang yang mengklaim dirinya terancam namun harus ada objek nyata yang mengancam sehingga ada kenyataan bahwa kejadian ini cukup untuk membahayakan diri," jelas dia.