Jakarta, IDN Times- Publik di tanah air kembali disuguhkan bagaimana sikap represif polisi saat berhadapan dengan mahasiswa, pada aksi unjuk rasa menyuarakan aspirasi penolakan terhadap RUU KUHP dan revisi UU KPK di sejumlah daerah selama se pekan ini.
Walau dari pihak kepolisian menilai sikap tersebut masih wajar, namun masyarakat Indonesia sudah ditunjukkan fakta, bahwa Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Halu Oleo (UHO), Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) Randi (21), tewas terkena peluru tajam dari jarak dekat.
Sama halnya dengan mahasiswa jurusan Teknik D-3 UHO Kendari, Muh Yusuf Kardawi (19), menjadi korban kedua yang meninggal setelah perawatan intensif usai dioperasi di RSU Bahteramas Kendari, Sultra.
Belum lagi, dari temuan Tim Aliansi Masyarakat Tolak RUU Kendari yang menduga masih banyak mahasiswa yang ditahan polisi, dan masih banyak korban mahasiswa yang belum terdata.
Badan Pekerja Kontras Sulawesi Asyari Mukrim menyatakan, tindakan kekerasan di Kendari menunjukkan bahwa aparat kepolisian gagal melakukan reformasi di sektor keamanan. Institusi kepolisian dianggap menyalahgunakan wewenang, tetap berwatak militeristik, yang seharusnya berfungsi sebagai pengayom, pelindung, dan pelayan masyarakat.
"Segala bentuk tindakan aparat kepolisian menunjukkan bahwa aparat Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara telah melakukan tindakan abuse of power," kata Asyari dalam keterangan pers yang diterima Jumat (27/9).
Terpisah, atas peristiwa tersebut, Dewan Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Mualimin Pardi Dahlan menyatakan, pihaknya sudah mengeluarkan seruan nasional. Karena semua berkepentingan untuk memastikan terlindunginya hak konstitusional setiap warga negara Indonesia, tegaknya demokrasi, hak asasi manusia dan keadilan ekologis.
"Untuk ini, sebaiknya segera bentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF), dengan melibatkan semua unsur seperti kampus dan organisasi masyarakat sipil untuk mengusut peristiwa ini," kata Mualimin kepada IDN Times, saat berada di Kendari, Jumat (27/9) malam.