Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang saat hadir undangan Pemprov Jabar. (Debbie Sutrisno/IDN Times)

Palembang, IDN Times - Polemik Pondok Pesantren (Pones) Al Zaytun Indramayu memunculkan pro dan kontra. Kurikulum ponpes diklaim sebagian pihak telah menyimpang dari ajaran Islam. Nyanyian Havenu Shalom Aleichem dan kontradiksi perempuan di barisan depan shaf salat, membuat sejumlah ormas Islam meminta pemerintah melakukan penyelidikan ponpes tersebut.

Menanggapi pro kontra tersebut, Ketua Umum Forum Pondok Pesantren Sumatra Selatan (Forpess), KH Muhsin Salim, akhirnya angkat bicara. Menurutnya, pendidikan Islam harus berdasarkan sanad keilmuan yang jelas. Meski ponpes tersebut mengklaim kurikulumnya modern, sanad keilmuan yang jelas akan menjaga kurikulum pengajaran tetap berdasarkan Al-Qur'an dan Al-Hadis.

"Semua ponpes pada dasarnya tidak ada yang mengajarkan penyimpangan. Semua ponpes baik, mengajarkan ilmu agama bersumber dari Al-Qur'an dan Al Hadis serta kitab-kitab klasik yang digunakan ulama-ulama, yang notabene berkaliber dan terjamin sanad keilmuannya," ungkap Muhsin kepada IDN Times, Sabtu (1/7/2023).

1. Al Zaytun ambil jalan berbeda dari ponpes lain

Pengurus Forum Pondok Pesantren Sumatra Selatan (Forpess) (Dok: Pemprov Sumsel)

Dirinya menyayangkan jika Al Zaytun menabrak kaidah keilmuan meski berbasis pendidikan Islam. Dirinya menilai, apa yang terjadi di Al Zaytun merupakan ulah segelintir oknum petinggi ponpes.

"Sejauh ini ada 568 ponpes di Sumsel yang tetap konsisten tidak terpengaruh dengan kejadian di Al Zaytun. Apa yang diajarkan tetap konsisten sesuai sanad dan ciri ponpes masing-masing," jelas dia.

Perkara Al Zaytun yang berbeda dari kebanyakan ponpes lain di Indonesia, memang dinilai membuka ruang untuk perdebatan. Muhsin menilai, perlu investigasi mendalam untuk mengklaim ajaran yang dibawa Al Zaytun kepada klaim sesat.

Sebelum ada keputusan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah, semua pihak diminta menahan diri agar tak saling menyesatkan.

"Polemik ini karena adanya pernyataan dari oknum pimpinan ponpes yang berbeda dari kebanyakan ponpes. Hal inilah yang memunculkan kritikan, sehingga pentingnya tabayun. Karena inti dari setiap ponpes mengajarkan soal akidah dan makna kepositifan," jelas dia.

2. Al Zaytun disarankan benahi konsep tarbiyah

Pengurus Forum Pondok Pesantren Sumatra Selatan (Forpess) (Dok: Pemprov Sumsel)

Muhsin menilai, langkah untuk menentukan sebuah ponpes sesat atau tidak adalah proses yang panjang. Tim investigasi akan menilai apakah ajaran yang dibawakan di sana menyimpang atau tidak karena hal ini perlu dibuktikan dengan hukum.

"Masih dalam proses investigasi, kabar penyimpangan ini tentu harus dilihat dan diinvestigasi terlebih dahulu. Nantinya akan ditangani secata autentik lewat hukum. Nanti bisa dilihat jika menyimpang, ajarannya seperti apa?" jelas dia.

Muhsin pun menerangkan, sama halnya di Sumsel ponpes terdiri dari dua jenis karakter. Ada yang salaf atau tradisional, dan ada juga yang modern. Ponpes tersebut memiliki ciri yang berbeda tetapi memiliki tujuan yang sama yakni membentuk karakter, peminpin penerus bangsa dan agama.

"Kalau kita menilai dan menyarankan di Al Zaytun untuk membenahi konsep tarbiyah atau pendidikannya," jelas dia.

3. Forpess lakukan pendataan santri Sumsel di Al Zaytun

Instagram @rafi.alhaq

Muhsin pun mengklaim jika pihaknya masih mendata adakah warga Sumsel yang mondok di Al Zaytun. Pihaknya meminta masyarakat untuk tidak takut menyekolahkan anaknya untuk menjadi santri dan menyarankan kepada orang tua dapat memilih ponpes yang jelas.

"Jadi intinya saran saya untuk para orang tua dalam memilih ponpes harus jelas dan memiliki sanad keilmuan. Sehingga tidak muncul keraguan," beber dia.

4. Aliran sesat di Sumsel terkendalikan

Ilustrasi aliran sesat. Kabarkampus.com

Dikonfirmasi terpisah, Ketua Komisi Fatwa MUI Sumsel, KH Amin Dimyati, menyebutkan bahwa di Sumsel sempat berkembang ajaran yang dinilai menyimpang atau sesat. Beberapa aliran menyimpang berkedok agama tersebut tak hanya merusak agama juga keragaman yang terjalin. MUI Sumsel bahkan sempat mengeluarkan fatwa untuk menindak aliran yang dianggap menyimpang.

"Memang ada beberapa kasus aliran sesat yang ditemukan di Sumsel tetapi, tidak banyak dan semua terkendali," ungkap Amin Dimyati.

5. MUI Sumsel klaim lakukan pengawasan cegah aliran sesat

IDN Times/Galih Persiana

MUI Sumsel mencatat dalam 15 tahun terakhir pihaknya mencatat ada beberapa aliran yang dinyatakan sesat. Tahun 2009 misalnya, ada aliran Amanat Keagungan Ilahi (AKI) yang dinyatakan sesat dan menyesatkan. Lalu 2022, kembali MUI mengeluarkan fatwa serupa mengenai aliran Al-Haq serupa mengajarkan kesesatan. Terbaru pada tahun 2023 terkait, ajaran raja adil atau Tasawuf Makom Hakiki Mutlak termasuk dalam aliran sesat.

Menurutnya, untuk menilai ajaran yang diajarkan menyimpang atau tidak MUI telah mengeluarkan 10 karakteristik aliran sesat yang patut dihindari. Salah satu poinnya mengingkari penafsiran Al Quran dan Hadis yang tidak sesuai kaidah tafsir dalam Islam.

"Untuk mencegah aliran sesat ini berkembang kita MUI terus memastikan pengawasan, bukan dibiarkan," jelas dia.

6. Aliran sesat selalu berusaha mengelabui

Ilustrasi toleransi agama (IDN Times/Mardya Shakti)

Amin menerangkan, pengawasan terhadap aliran sesat di Sumsel terus dilakukan lewat koordinasi dengan pemerintah daerah dan aparat keamanan. Terlebih, beberapa aliran yang sebelumnya sudah difatwakan sesat untuk diawasi.

"Pengawasan juga harus dilakukan berhati-hati. Karena mereka (Aliran Sesat) jika mengetahui siapa kita yang melakukan pengawasan akan berpura-pura baik, pura-pura lurus, padahal sengaja untuk mengelabui," tutup dia.

Editorial Team