Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Lebaranku Ulang Tahunku: Kado Spesial dari Gus Dur

Pesantren.id

1 Syawal 1420 Hijriah, bertepatan dengan 8 Januari 2000. Idul Fitri pertama di tahun baru milenium kedua manusia sejak 1 Masehi. Tahun itu spesial, umat Islam berlebaran dua kali. 27 Desember 2000 bertepatan 1 Syawal 1421, bagian dari siklus yang akan ditemui setiap sekitar 30 tahun sekali.

Bukan cuma untuk umat Islam, untuk saya pribadi tahun itu pun spesial: lebaran tepat di hari ulang tahun! Untuk kalian yang belum pernah merasakan ulang tahun saat lebaran (saya yakin banyak), itu rasanya bak hari lahir yang dirayakan oleh seluruh umat Islam. Bahkan kado pertama ulang tahun ke-9 yang saya dapat sejak jauh hari, adalah dari Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Presiden RI ke-4.

Untuk pertama kalinya, pemerintah memutuskan untuk meliburkan sekolah selama 1 bulan penuh saat Ramadan. Kebijakan yang disambut gegap gempita oleh seluruh siswa sekolah saat itu, termasuk saya. Kebijakan yang melegenda, sampai masa kini anak milenials masih selalu membahas masa itu kala bulan puasa tiba.

Kalap, bulan puasa itu betul-betul bisa dinikmati dengan bebas tanpa seragam. Saya bisa lebih cepat untuk mudik ke rumah nenek di Sumedang. Awal puasa, saya tidak tahu kalau 1 Syawal saat itu bertepatan dengan 8 Januari. Namun semakin hari, semakin orang menantikan hari Lebaran, para paman-bibi mulai berspekulasi tentang hari ulang tahun saya pas di hari Lebaran: kado kedua yang datang kali ini lebih hebat!

Saya makin tidak sabar menanti lebaran. Maklum, seumur hidup sejak kecil saya belum pernah merasakan merayakan hari ulang tahun. Sebagai anak seorang buruh serabutan, saya tak punya privillege tersebut. Saya pun tak pernah ambil pusing untuk menuntut orang tua merayakan ulang tahun dengan pesta, karena tidak terbiasa dengan acara begitu.

Merayakan ulang tahun dengan pesta di masa itu, dengan mengundang banyak teman yang membawa bungkusan kado, saya anggap hanya untuk orang yang berlebih harta: bukan untuk keluarga saya.

Namun keluarga besar berencana merayakannya tahun itu. Tentu saya tak akan menolak, kegirangan sisa puasa itu saya lalui dengan antusias, tak bisa berhenti memikirkan Lebaran tiba.

Setiap sayur yang digodok, setiap rendang yang dimasak, setiap kue kastangel dan putri salju yang dipanggang, saya anggap itu adalah seluruh persiapan untuk menyambut pesta ulang tahun saya. Ah! Begitu membumbungnya hati si Apit kecil kala itu.

Tiba di hari Lebaran, pukul 04.00 saya sudah terjaga. Endorfin sudah menjalar ke seluruh tubuh, saya mandi tanpa merasakan dingin yang menusuk, segera bersiap untuk salat Id. Setiap keluarga yang berpapasan, langsung menyelamati saya saat itu. Setiap berpapasan dengan tetangga nenek, saya ditepuki. Saya laksana pangeran seharian.

Seperti biasa, usai salat Id keluarga besar berkumpul, berbaris giliran untuk sungkeman dengan kakek dan nenek kami, yang duduk di kursi sofa spesial mereka. Doa nenek kepada saya saat itu lebih panjang daripada yang lainnya, cucunya ini bertambah usia hari itu.

Usai sungkeman, sofa spesial kakek-nenek disodorkannya kepada saya: saya duduk gantian menjadi pusat perhatian. Tidak ada kue untuk ditiup lilinnya, namun setiap keluarga sudah memegang bungkusan kadonya masing-masing untuk diberikan kepada saya. Saya terima dengan senang hati seluruh kado, berikut THR yang lebih banyak daripada sepupu saya yang lain. Saya jumawa, hari itu saya lebih kaya daripada sepupu saya yang lain.

Kini sudah 25 tahun sejak hari itu. Siklus Ramadan dan Idul Fitri dua kali dalam setahun diperkirakan akan kembali hadir pada 2030. Akankah ulang tahun saya dirayakan oleh seluruh umat Islam lagi?

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hafidz Trijatnika
EditorHafidz Trijatnika
Follow Us