Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Suasana lebaran dalam 7 tahun terakhir di Palembang, Sumatra Selatan (IDN Times/Rangga Erfizal)

Palembang, IDN Times - Langit masih gelap saat suara sayup gema takbir terdengar dari masjid. Suara tersebut bergema memanggil umat Islam untuk bersiap menuju masjid terdekat merayakan rasa syukur Idul Fitri di Hari Raya. Suara gema takbir juga menjadi penuntun para jurnalis untuk turun liputan ketika hari raya.

Sejak menjadi jurnalis tujuh tahun silam, momen perayaan Idul Fitri menjadi rutinitas liputan yang harus dilalui. Saya tidak pernah absen untuk melakukan peliputan di Masjid Agung Palembang yang menjadi titik kumpul masyarakat Palembang saat momen Hari Raya.

Masjid Agung Palembang yang berada di titik nol Kota Palembang, menjadi tempat masyarakat merayakan salat Id sekaligus bersilaturahmi dengan tumpah ruah ke jalanan. Tak jarang momen Salat Id tersebut dapat memenuhi Jembatan Ampera yang hanya berjarak 50 meter dari masjid terbesar di Sumsel tersebut.

Bukan hanya masyarakat yang tinggal di Palembang, mereka yang pergi merantau turut melaksanakan salat di sana. Apa yang menjadi sakral, semua orang berbaur menjadi satu untuk melaksanakan salat hingga tumpah ruah ke jalan.

Lebaran jadi momen yang berat, tetapi saya juga sudah terbiasa dengan kondisi ini. Jadi tak menjadi masalah yang cukup berarti. Setidaknya, dalam peliputan saat lebaran, kita masih bisa berkumpul dengan teman-teman lain yang juga harus bekerja saat lebaran.

Setiap tahunnya salat Id menjadi momen terbaik untuk mencari gambar ritual keagaamaan. Saat orang tumpah ruah melaksanakan salat adalah momen yang indah untuk diabadikan lewat kamera. Awak media kerap mengambil gambar terlebih dahulu sebelum ikut dalam melaksanakan Salat Id bersama. Momen ini hanya terjadi sekali dalam setahun.

Setiap tahunnya momen sakral salat Id selalui saya lakukan bersama-sama dengan beberapa rekan jurnalis lainnya. Kami selalu tahu dimana titik kumpul tanpa perlu aba-aba atau janji sebelumnya. Momen tetap liputan di tengah hiruk pikuk merayakan lebaran menjadi salah satu hal yang Indah jika dipikirkan kembali.

Beberapa liputan mengenai salat Id di Masjid Agung Palembang memiliki cerita menarik. Ketika pandemik COVID-19 2020 lalu, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dilakukan saat jaga jarak dilakukan, suasana Palembang menjadi sepi tanpa aktivitas. Hanya pengurus masjid saja yang melaksanakan kegiatan sakral tersebut.

Kala itu, kondisi Palembang layaknya kota mati, sepi tak ada yang keluar. Gema takbir hanya menggaung dari pengeras suara masjid tanpa ada orang yang berkumpul untuk melaksanakan salat. Beberapa petugas kepolisian berjaga agar masyarakat tetap patuh terhadap pembatasan. Suasana menjadi sepi tak ada yang keluar.

Imbauan pemerintah untuk salat di rumah saja dilakukan masyarakat karena kasus COVID-19 tengah tinggi-tingginya, banyak orang yang berguguran akibat pandemik kala itu. Sebagai jurnalis saya tetap keluar dan pergi menggambarkan suasana kota yang sepi di hari yang fitri.

Momen dari tahun ke tahun tersebut selalu terekam di dalam kamera dan ingatan. Dari suasana salat yang ramai menjadi sepi hingga kini kembali normal kembali. Setidaknya saya sempat membuat berita foto mengenai perbandingan kondisi suasana salat Id saat kota diserang virus dan saat suasana normal kembali.

Tiga tahun setelah pandemik, kini kembali berangsur membaik. Orang-orang kembali melaksanakan ritual keagamaan seperti biasa dan mudik kembali ke kampung halaman. Kondisi serupa akan menjadi suatu hal yang nyata di dalam ingatan. Ada kehangatan tersendiri turun liputan di saat Idul Fitri, sesederhana itu.

Setelah tujuh tahun meliput kegiatan Idul Fitri, tahun ini saya absen mengambil bagian. Saya memilih mengambil cuti untuk rehat sejenak dari rutinitas tahunan tersebut. Dibalik itu semua, selalu ada esensi lebaran tentang kebersamaan, keikhlasan dan berbagi kebahagiaan. Tahun ini jadi Idul Fitri yang patut dirayakan bersama keluarga.

Editorial Team