Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi penyadapan karet (pexels)

Intinya sih...

  • Eksistensi karet sebagai komoditi unggulan Sumsel terus memerosot karena fluktuasi harga dipengaruhi pasar luar negeri.
  • Pemerintah memiliki andil dominan dalam perbaikan harga karet untuk mendukung petani lokal.
  • Tantangan pemerintah adalah program peremajaan kebun karet dan intervensi dana pusat untuk menstabilkan harga karet.

Palembang, IDN Times - Eksistensi karet sebagai komoditi unggulan Sumatra Selatan (Sumsel) terus memerosot. Hal ini terjadi karena produksi karet mentah tak disokong peran pemerintah dalam menjaga stabilitas harga bagi para petani.

"Bahkan fluktuasi harga karet yang dipengaruhi oleh pasar luar negeri membuat penurunan produksi karet dan penutupan pabrik. Terutama penguasaan pasar Singapura," ujar Kepala Bidang Perekonomian dan Pendanaan Pembangunan dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Sumatra Selatan (Bappeda Sumsel), Hari Wibawa, Jumat (12/7/2024).

1. Pemerintah berkontribusi terhadap harga karet untuk menyokong petani lokal

Petani saat melakukan penyiraman tanaman tembakau (IDN Times/Ruhaili)

Padahal pemerintah memiliki andil dominan dalam perbaikan harga karet untuk mendukung petani yang menghasilkan produk karet jadi atau bersih.

Persolan saat ini, investor dengan kepemilikan Penanaman Modal Asing atau PMA, kerap mematok harga karet berdasarkan pasar internasional seperti Singapura.

"Memang butuh intervensi dari pusat untuk menstabilkan harga agar lebih menguntungkan petani lokal," kata dia.

2. Komoditi karet belum mendapat sokongan pajak seperti kelapa sawit

Aktivitas peremajaan bibit di perkebunan kelapa sawit. (Dok. Istimewa)

Selain pasar luar negeri yang menyebabkan harga karet Sumsel anjlok, tantangan terbesar pemerintah untuk mengembalikan entitas komoditi unggulan daerah adalah program peremajaan kebun karet dari bantuan pendanaan negara.

"Ada tantangan dalam hal peremajaan kebun karet dan perlunya dukungan dana pemerintah. Upaya ini mirip peremajaan kebun sawit yang sudah mendapat dukungan pajak," jelasnya.

3. Eksportir karet Sumsel dominan ke Jepang, namun harga justru berdasarkan pasar Singapura

Ilustrasi petani (IDN Times/Riyanto).

Secara umum eksportir produk karet dominan pengiriman ke Jepang, mamun karena pemilik pabrik karet adalah pengusaha dengan sokongan PMA dan rata-rata berasal dari Singapura, maka harga karet menyesuaikan nominal asing.

"Produk yang sekitar 70-80 persen milik petani lokal, dikuasai dana pasar internasional yang pemerintah kita sendiri tidak mampu membiayai peremajaan karet sampai barang jadi," kata dia.

Editorial Team