Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Toko Emas Palembang
Toko Emas Palembang (IDN Times/Hafidz Trijatnika)

Intinya sih...

  • Harga emas di Palembang mencapai Rp13 juta per suku atau 6,7 gram untuk perhiasan 22 karat. Meski mahal, pembelian emas tetap tinggi karena perlindungan nilai dan ekspektasi pelonggaran moneter.

  • Nilai emas yang tak berpengaruh inflasi namun makin melambung berpotensi jadi tanda krisis ekonomi. Lonjakan harga dipengaruhi oleh perlambatan dana pihak ketiga atau DPK.

  • Emas tetap dibeli ketika harga mahal karena nilai investasi yang safe haven. Investasi emas diyakini menjamin masa pensiun dan harus diawali dengan penyusunan rencana jangka panjang.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Palembang, IDN Times - Harga emas di Palembang kini menyentuh angka Rp13 juta per suku atau 6,7 gram untuk perhiasan 22 karat atau kadar kandungan 92 persen. Sedangkan emas batangan sudah tembus di kisaran Rp2,4 juta per gram.

Meski harga terbilang tinggi dan terus melambung, animo pembelian emas ketimbang memilih menjual di masyarakat masih mendominasi. Banyak hal yang menyebabkan emas tetap diburu publik walau kini harganya terkadang gila-gilaan. Apa saja alasannya?

1. Investasi emas dianggap safe haven

Toko Emas Palembang (IDN Times/Hafidz Trijatnika)

Pengamat ekonomi Sumatra Selatan (Sumsel) Sri Rahayu, emas tetap dibeli ketika harga mahal, karena nilai investasi yang safe haven. Investasi emas perhiasan ataupun emas batangan memiliki nilai masing-masing. Meski berbeda pangsa pasar, investasi emas diyakini menjamin masa pensiun.

Rahayu menyampaikan, trik penting dalam investasi emas adalah menentukan tujuan masa mendatang, seperti merinci tujuan keuangan di masa tua. Selain memastikan target, investasi emas harus diawali dengan penyusunan rencana jangka panjang. Penting juga untuk memantau harga emas di pasaran.

"Mau investasi emas perhiasan atau batangan sama saja, keduanya punya prospek menjanjikan. Emas tidak terdampak inflasi, sehingga harganya akan terus naik," kata dia kepada IDN Times.

2. Kebijakan The Fed pengaruhi harga emas

Toko Emas Palembang (IDN Times/Hafidz Trijatnika)

Mengutip pernyataan pakar ekonomi peneliti Universitas Islam Indonesia (UII) Listya Endang Artian, alasan masyarakat ramai-ramai membeli emas di saat harganya melonjak adalah sebagai bentuk perlindungan nilai (store of value). Hal ini seiring munculnya gejolak global yang makin intens, dan dinilai mengancam perekonomian dunia.

Kemudian disebabkan ekspektasi publik yang berharap ada pelonggaran moneter di tengah kebijakan bank sentral. Berdasarkan konsep expectation theory, harga aset termasuk emas, dipengaruhi oleh ekspektasi pelaku pasar terhadap kebijakan moneter dan suku bunga yang ditetapkan oleh bank sentral.

Situasi tersebut merujuk terhadap Federal Reserve (The Fed) di Amerika Serikat (AS). Ketika suku bunga diturunkan, seperti yang terjadi selama pelonggaran moneter pasca-pandemi COVID-19, opportunity cost dari memegang emas menjadi lebih rendah.

3. Harga emas kian tinggi waspada krisis ekonomi

Emas Palembang (IDN Times/Hafidz Trijatnika)

Meski minat masyarakat tetap tinggi dalam kondisi lonjakan harga emas yang tampak signifikan, sebenarnya situasi sekarang perlu disoroti. Sebab, nilai emas yang tak berpengaruh inflasi namun makin melambung, berpotensi jadi tanda krisis ekonomi.

Sebab berkaca dari sejarah keuangan Indonesia saat krisis moneter 1998 lalu, ketika harga emas naik tajam dalam waktu singkat, biasanya dunia sedang menghadapi sektor niaga dalam ketidakpastian besar.

Asumsi itu pun diperkuat dari pengamatan pakar ekonomi Sumatra Selatan (Sumsel) dari Universitas Sriwijaya, Sukanto. Ia menyatakan, lonjakan harga emas dipengaruhi karena data dana pihak ketiga atau DPK mengalami perlambatan.

Nilai DPK yang melambat juga berdasarkan catatan Bank Indonesia. Yakni pada triwulan II tahun 2025, khusus Sumsel, angka DPK turun hingga 12,5 persen. Penurunan itu, dipengaruhi masyarakat yang mulai mengurangi menabung uang di perbankan.

Editorial Team