Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Donald Trump president of USA (X/BRICS News)

Intinya sih...

  • Sistem ekonomi terbuka Sumsel rentan mengalami gejolak negatif neraca perdagangan.

  • Sejumlah komoditas unggulan Sumsel yang selama ini dikirim ke Amerika Serikat meliputi karet dan barang dari karet, bahan bakar mineral, bubur kertas, serta lemak dan minyak hewan nabati.

  • Jalin kerjasama negara BRICS jadi solusi mengantisipasi kebijakan AS terkait tarif impor 19 persen.

Palembang, IDN Times - Kesepakatan antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, berada dalam titik temu kebijakan impor. Yakni, tarif impor sebesar 19 persen akan dikenakan terhadap seluruh produk asal Indonesia yang masuk ke pasar Amerika Serikat. 

Berkaitan kebijakan itu, adakah efek besar terhadap neraca perdagangan Tanah Air, khususnya di Sumatra Selatan (Sumsel)? Apalagi Sumsel jadi salah satu wilayah mayoritas penghasil komoditas unggul. Dampak aturan tersebut, tentu potensi memengaruhi nilai ekspor-impor yang diminati oleh pasar AS.

1. Sistem ekonomi terbuka Sumsel rentan alami gejolak negatif neraca perdagangan

ilustrasi ekonomi (unsplash.com/Markus Spiske)

Menurut pengamat ekonomi Sumsel dari Universitas Sriwijaya (Unsri), Sukanto, kebijakan Era Trump memicu efek neraca perdagangan. Sebab Sumsel menganut sistem ekonomi terbuka dan dipandang rentan mengalami gejolak ekonomi negatif dari faktor eksternal. Termasuk dari sisi potensi penurunan permintaan eksportir komoditas.

“Tentu saja kenaikan tarif ini akan memengaruhi daya saing produk kita. Harga yang lebih tinggi akan menurunkan permintaan, sehingga kinerja sektoral pun ikut tertekan,” kata dia, Jumat (18/7/2025).

2. Sumsel punya komoditas unggulan yang diminati pasar AS

Potret kota Cleveland di Ohio, Amerika Serikat (unsplash.com/dj_johns1)

Sejumlah komoditas unggulan Sumsel yang selama ini dikirim ke Amerika Serikat meliputi karet dan barang dari karet, bahan bakar mineral, bubur kertas, serta lemak dan minyak hewan nabati. Kondisi tersebut, lanjut Sukanto, secara umum berdampak terhadap tarif perdagangan Sumsel berdasarkan kegiatan ekspor dan impor.

Apalagi jelasnya, dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, secara rata-rata kontribusi ekspor komoditas Sumsel terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berada di angka sebesar 16 persen, sedangkan ekspor Sumsel ke AS berkisar 5,5 persen.

"Artinya potensi dampaknya terhadap ekonomi Sumsel sekitar 0,9 persen," kata dia.

3. Jalin kerja sama negara BRICS jadi solusi mengantisipasi kebijakan AS terkait tarif impor 19 persen

ilustrasi ekonomi dunia (unsplash.com/Christine Roy)

Tak saja dari sisi ekspor dan impor, Sukanto menilai, imbas dari kebijakan yang telah ditetapkan Trump juga berpotensi memberikan dampak luas pada sektor lain. Keadaan itu berpotensi terjadi, apabila AS mengalami inflasi akibat peningkatan harga barang, yang didorong oleh berkurangnya produk-produk impor asal Tiongkok.

“Oleh karena itu, kita mesti waspada, meningkatnya impor dari Tiongkok karena ekspansi pasar mereka ke negara lain termasuk Indonesia, dimana harganya jauh lebih murah dari produk domestik. Dalam jangka menengah industri dalam negeri bisa colaps, dan berujung pada rasionalisasi pekerja-PHK," jelas diam.

Sukanto menyampaikan, terdapat beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi dampak negatif dari kebijakan impor 19 persen. Mulai dengan melakukan perluasan negara tujuan ekspor selain Amerika seperti ke negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan), Uni Eropa. Kemudian mempererat kerjasama antara negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN).

Editorial Team