Palembang, IDN Times - Lampu sudah redup, bising suara kendaraan mulai samar. Waktunya rehat sejenak sebelum memejamkan mata. Tapi, gawai masih dalam genggaman. Kira-kira sekitar pukul 22:00 WIB medio September, jadi awal pertemuan kembali sahabat lama kala mengenyam pendidikan sarjana.
"Belum tidur kamu?," sapa reporter IDN Times lewat pesan singkat di Whatsapp. Kebetulan, sedang iseng menggulir dan membuka status teman-teman yang mengunggah aktivitasnya.
Namun, dari sekian banyak kegiatan memenuhi beranda Whatsapp, rasa penasaran muncul dari unggahan Rezalina Indra Putri. Ejak, sapaan akrabnya, mengunggah informasi mengenai investasi emas. Ia memang suka membaca dan mengulik isu ekonomi.
Salah satu Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Musi Banyuasin tersebut gemar menabung sejak muda. Ketika berkuliah, dia sering memantau harga emas. Katanya, biar uang tak habis untuk jajan.
Ejak mengunggah artikel layanan emas digital. Terselip dalam unggahan, ia menuliskan narasi. "Emas makin tinggi, naik terus. Apakah investasi emas digital efektif?" begitu kira-kira statusnya.
Usai membaca status tersebut, ketertarikan muncul ingin mengobrol dan berdiskusi lebih dalam terkait investasi safe haven. Apalagi minat Ejak sejalan dengan IDN Times yang aktif bicara harga emas, penyebab inflasi faktor emas, hingga pembahasan emas masih dianggap paling aman untuk modal masa depan.
Ejak pun membalas sapaan IDN Times. "Belum, masih me time sambil nonton (drama) Korea. Kenapa?" Jawabnya.
Obrolan bersambung dari sekedar bertanya kabar, jadi pembahasan berat. Memulai percakapan masih konsistenkah menabung emas? Ia menyampaikan, sekarang jadi nasabah Pegadaian Sekayu.
Dia menabung emas digital yang ia cicil tiap bulan. Pembeliannya ukuran 5 gram dengan cicilan sama tiap bulan, meski harga emas naik. Ejak bilang, dia menyetorkan uang bulanan dengan nominal tetap untuk menukar emas fisik saat biaya lunas.
"Kemarin nabung emas waktu harga emas masih Rp8 jutaan 5 gram. Sekarang sudah naik ya," kata dia.
Ejak cerita, pertama dia deposit uang awal sebagai tanda jadi menabung emas. Kemudian selama setengah tahun, dia membayar uang cicilan. Pembelian mulai awal 2025 dan tiap bulan dicicil sekitar Rp1,6 jutaan. Setelah menyelesaikan pembayaran, ia bisa langsung mengambil emas fisik di Pegadaian.
"Tiap bulan cicilannya sama, walaupun di bulan itu harga naik, Karena bayar cicilan harganya dihitung saat pertama kita beli," jelasnya.
Keinginannya menabung emas, karena pengalaman pribadi dia sulit menyimpan uang. Sebab ada saja niat berbelanja jika tak berbentuk emas. Sedangkan tabungan emas, bisa dititip di Pegadaian atau bisa digadai jika membutuhkan uang cepat. Ketimbang dijual, kata Ejak, lebih baik 'taruh' dulu di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut.
Kepercayaannya menerapkan tabungan emas sebagai modal masa depan, tak terlepas dari kebiasaan Ejak waktu remaja yang sering berinvestasi. Dia bercerita, dari cara menabungnya, ia bisa membiayai acara lamaran mandiri tanpa bantuan orang tua saat memutuskan menikah.
"Alhamdulillah, emas sampai sekarang tetap jadi pilihan menabung. Sudah berumah tangga, manfaatnya juga terasa," ujarnya.