Perjuangan Pasutri Urus Masjid Cheng Ho Palembang; Ikhlas di Minoritas

"Fokus bersama kebaikan, bahagia pasti menghampiri"

Sudah lebih dari 25 tahun Sulaiman alias Abok dan Nur Aini atau akrab disapa Tan Erni menjalani bahtera rumah tangga. Berbagai lika-liku kehidupan dan asam garam pernikahan dilewati bersama sejak 14 Mei 1993.

Pasangan suami istri itu kompak mengurus Masjid Al Islam Muhammad Cheng Ho Sriwijaya sekitar 1,5 tahun belakang. "Kami telah menganggap Masjid Cheng Ho menjadi rumah kedua," kata Erni.

1. Mengurus Masjid Cheng Ho Palembang bersama keluarga PITI Sumsel

Perjuangan Pasutri Urus Masjid Cheng Ho Palembang; Ikhlas di MinoritasMasjid Al Islam Muhammad Cheng Ho Sriwijaya Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Bukan soal cara mereka bertanggung jawab mengelola Masjid Cheng Ho, namun hal menarik dari keduanya justru tentang perjuangan dalam ikatan kekeluargaan Persatuan Islam Tionghoa Indonesia di Sumatra Selatan (PITI Sumsel).

Sebelum menikah, Sulaiman dan Erni sudah meyakini Islam. Keduanya menjadi mualaf di tahun berbeda. Sulaiman mualaf pada 1988, disusul Erni dua tahun setelahnya pada 1990.

Amanah luar biasa diberikan Sulaiman sebagai Ketua Masjid Cheng Ho Palembang menurutnya bukan perkara mudah. Mulai hal kecil perlu Sulaiman urus agar Masjid Cheng Ho eksis dengan segala fasilitas dan keunikan.

Apalagi Masjid Cheng Ho yang masuk lokasi wisata religi Palembang, sering dikunjungi wisatawan lokal maupun mancanegara. Keamanan dan kebersihan lingkungan menjadi poin penting di bangunan yang menggabungkan budaya Arab dan negara Tirai Bambu.

Erni mengatakan, tak jarang beberapa orang heran melihat mereka mengelola masjid. Sebab keduanya merupakan keturunan etnis Cina yang menjadi minoritas di tengah umat muslim Palembang. Walau begitu, ia bersama Sulaiman ikhlas mengelola Masjid Cheng Ho.

"Yang penting fokus bersama kebaikan, bahagia pasti menghampiri," ujarnya.

Baca Juga: Peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam yang Jadi Masjid Nasional

2. Pembangunan Masjid Cheng Ho Palembang menghabiskan dana Rp3 miliar

Perjuangan Pasutri Urus Masjid Cheng Ho Palembang; Ikhlas di MinoritasMasjid Al Islam Muhammad Cheng Ho Sriwijaya Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Masjid Al Islam Muhammad Cheng Ho merupakan rumah ibadah umat muslim yang didirikan PITI Sumsel dari bantuan Pemerintah Provinsi (Pemprov). Mereka juga memanfaatkan donasi masyarakat Palembang, serta beberapa bantuan dari luar negeri termasuk para wisatawan.

Pembangunan Masjid Cheng Ho Palembang menelan dana sekitar Rp3 miliar, dari ide awal mendirikan masjid tercetus kali pertama di Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo atas dorongan Ketua PITI Sumsel.

Terlepas dari anggaran yang cukup besar, kehadiran Masjid Cheng Ho diharapkan menjadi syiar Islam bagi mualaf dan masyarakat di Bumi Sriwijaya. Termasuk sarana penyampaian jika Islam di Tiongkok adalah agama leluhur, bukan agama baru sebagaimana yang diketahui banyak orang.

Berikut 15 pendiri yayasan Muhammad Cheng Ho Sriwijaya dari PITI Sumsel:

- A. Herry Djohan
- Afandi
- Edison Hasan
- Ekik Salim
- Hendra
- Herryanto
- Herwansyah
- Junaidi
- Karim Hasan
- Merry Efendi
- Obrin Saleh
- M. Siddik
- Sulaiman K. KHO
- Yanto
- Muhammad Solihin

Baca Juga: Merawat Toleransi, 10 Artis Muslim Ikut Rasakan Kemeriahan Natal

3. Masjid Cheng Ho Palembang pertama kali digunakan pada 22 Agustus 2008

Perjuangan Pasutri Urus Masjid Cheng Ho Palembang; Ikhlas di MinoritasMasjid Al Islam Muhammad Cheng Ho Sriwijaya Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Masjid Cheng Ho berdiri di tanah seluas 4.990 m2 hibah Pemprov Sumsel ketika Gubernur Sumsel dipimpin Syarial Oesman. Pemakaian perdana masjid pada 22 Agustus 2008 saat Ketua PITI Sumsel dijabat Muhammad Afandi yang kini sudah tutup usia.

Kala itu, Ketua Masjid Cheng Ho Palembang masih di bawah tanggung jawab Ekik Salim. Dalam perjalanan pembangunan masjid di Bumi Sriwjaya, pendiri terinspirasi kemegahan Masjid Cheng Ho di Surabaya, Jawa Timur.

"Nama Cheng Ho ditetapkan karena meneruskan syiar Islam Panglima Cheng Ho dan perjalanannya di Tiongkok masuk Indonesia," ucap Erni.

Tujuan pemakaian nama Panglima Cheng Ho atau Laksamana Haji Muhammad Cheng Ho, bukan untuk mengkultuskan budaya Cina, tetapi agar masyarakat dan mualaf di Bumi Sriwijaya meneladani serta mengingatkan hidup seperti Laksamana Haji Muhammad Cheng Ho.

"Dia mampu membangun sinergi antara tugas negara sebagai pejabat dan misi dakwahnya sebagai seorang muslim," tambahnya.

4. Ornamen Masjid Cheng Ho Palembang dipoles tiga warna sebagai arti pemersatu

Perjuangan Pasutri Urus Masjid Cheng Ho Palembang; Ikhlas di MinoritasMasjid Al Islam Muhammad Cheng Ho Sriwijaya Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Melihat arsitektur masjid yang kental dengan ornamen Tiongkok dan desain masjid dominan berwarna merah tentu memiliki arti khusus. Masjid Cheng Ho Palembang dipoles dengan tiga warna yakni Merah, Hijau, dan Kuning dengan harapan persatuan di tengah perbedaan.

"Kalau desain inspirasi dari bangunan di Jawa, untuk arti warna masjid ada arti masing-masing. Merah yang menonjol karena budaya Chinese dan berarti berani, hijau menandakan Islam, dan kuning menggambarkan Kerajaan Sriwijaya," jelasnya.

Masjid Cheng Ho Palembang kokoh berdiri di antara dua menara bagian kanan dan kiri. Menara tersebut bermakna 'Hablum Minallah dan Hablum Minannas'. Memiliki lantai dasar berukuran 4x4 meter, atap Masjid Cheng Ho memiliki lima tingkat setinggi 17 meter yang berarti salat 5 waktu dengan 17 rakaat dalam sehari.

Kesan ornamen tanduk di atap menjadi ciri Palembang. Kehadiran unsur khas itu sengaja masuk dalam arsitek, karena masjid Cheng Ho dibangun di Bumi Sriwijaya dan kebudayaan Palembang banyak kesamaan dengan budaya Cina.

"Artinya kedua kebudayaan ini telah menjalin hubungan yang baik dan saling menguntungkan," tandas dia.

Baca Juga: Pesta Pernikahan Boleh Digelar Meski Palembang PPKM Level 3

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi

Berita Terkini Lainnya