Kenang Veteran Palembang Era 60-an Berperang Melawan Malaysia

Rupawi mengenang saat makan hewan buruan untuk bertahan

Indonesia menyatakan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Namun soal perang dan membela Tanah Air terus berlanjut hingga benar-benar bebas dari penjajahan. Sebab dari fakta yang terjadi, Bumi Pertiwi masih harus melawan penjajah hingga era 60-an.

Bahkan para pejuang mati-matian merebut wilayah, seperti yang dikisahkan seorang veteran di Palembang, Rupawi Djimun. 

"Dulu saya menetap di Timor Timur (sekarang Timor Leste) untuk berjuang merebut daerah Serawak, sekarang Malaysia, yang sebenarnya masuk geografi Kalimantan Barat," ujar veteran kelahiran 26 Oktober 1942 ini kepada IDN Times.

1. Ceceran darah menjadi pemandangan biasa saat perang

Kenang Veteran Palembang Era 60-an Berperang Melawan MalaysiaIlustrasi Bendera Indonesia (IDN Times/Aldila Muharma)

Sembari mengenang kisah lama dengan penuh haru, Rupawi bercerita terlahir menjadi veteran dan mengemban amanah seorang tentara merupakan kebanggaan pribadi dan keluarga. Bahkan ia memegang teguh kutipan 'Harga Mati untuk Tugas Negara'.

Ia bercerita kala melawan tentara Malaysia pada 1965 hingga 1966. Rupawi yang saat ditemui mengenakan seragam veteran lengkap; topi berwarna hijau dan pin simbolis Pejuang Seroja, menggambarkan situasi mengerikan ketika berperang.

"Tembak-tembakan dan lihat mayat mati di tempat dan terkapar sudah biasa, kucuran darah dan bertebaran tengkorak sudah menjadi hal yang tak mengerikan bagi kami," kata dia.

Baca Juga: PPKM Level 4, Perayaan HUT RI di Palembang Digelar Virtual 

2. Tidak ikut perang diancam masuk penjara

Kenang Veteran Palembang Era 60-an Berperang Melawan MalaysiaKisah Veteran di Palembang, Ikut Perang Hingga Lihat Mayat Terkapar (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Rupawi mau tak mau harus ikut perang melawan Negeri Jiran untuk merebut teritori. Dirinya mengaku tak bisa menolak perintah atasan. Sebab jika tidak mengikuti tugas negara, ancaman pelepasan jabatan menjadi risiko besar yang terpaksa ditanggung.

Bagi Rupawi, melepas anggota sebagai abdi negara menjadi hal berat kala itu. Karena ia baru meminang pujaan hati, Nurmila yang kini menjadi istrinya. Rupawi menikah pada 1964 dan mengemban tugas tentara sejak 1962. Sedangkan tugas perdana yang harus dirinya laksanakan adalah menetap di Kalimantan Barat.

"Saya dulu pertama tugas di Prabumulih, baru menikah saya harus meninggalkan 13 bulan keluarga untuk ikut melawan Malaysia. Jika saya tidak ikut, risiko dipecat dan saya tidak mau, tapi ada juga yang masuk penjara karena melanggar perintah komandan," ungkapnya.

Walau ia merupakan seorang tentara, faktanya menjadi veteran bisa berasal dari warga sipil. Asal mereka terlibat dalam perbantuan peperangan. Misal, warga yang bertugas menjadi kurir pengantar surat atau siapa saja yang berpartisipasi menjalankan keberhasilan perintah negara.

"Veteran itu bukan cuma pejuang kemerdekaan, ada banyak. Kalau pejuang kemerdekaan, mereka yang berperang era 45-49, pejuang sebelum orde baru dan kemerdekaan juga ada. Tapi generasi yang masih ada sekarang tinggal veteran pembela Trikora menghadapi musuh Belanda di Irian Barat, pembela Dwikora merebut Malaysia di Kalimantan Barat, dan pembela Seroja, serta petugas tim-tim menghadapi Portugis," jelas dia.

3. Pengalaman pernah tinggal di hutan dan makan hewan buruan

Kenang Veteran Palembang Era 60-an Berperang Melawan MalaysiaIlustrasi perang/konflik. (IDN Times/Aditya Pratama)

Selama menjalani tugas dan menetap di Kalimantan Barat, dirinya harus meninggalkan istri dan anak-anak. Kala bertugas, Rupawi baru memiliki seorang putra. Memang menjadi hal sulit ketika tak bersama keluarga.

"Alhamdulillah semua tugas lapangan saya selesai tahun 1975 dan saya bisa menetap di Palembang. Tepat di hari TNI pada 5 Oktober, saya menyelesaikan semua tugas dan bisa berkumpul bersama keluarga. Kalau ingat waktu tugas buat gubuk, tinggal di hutan, makan hewan buruan. Wah, gak terbayang mungkin anak zaman sekarang," ujarnya.

Rupawi kini menikmati masa tua dengan ikhlas mengurus kegiatan veteran di Palembang. Ia menempati posisi sebagai Sekretaris Veteran Sumsel. Setiap bulan, semua anggota dan pengurus bertemu untuk saling tegur sapa dan sesekali menerima bantuan dari pihak luar.

"Kalau sekarang veteran di Palembang ini ada masih 100-an. Cuma yang aktif tidak sampai setengahnya, karena usia yang tak lagi bisa bergerak," tambah dia.

4. Veteran Palembang kurang menerima perhatian pemda

Kenang Veteran Palembang Era 60-an Berperang Melawan MalaysiaKisah Veteran di Palembang, Ikut Perang Hingga Lihat Mayat Terkapar (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Meski tak menjadi pengurus atau anggota aktif veteran, daftar legiun veteran di Palembang masih mendapatkan bantuan internal kepengurusan serta bantuan dari pemerintah daerah. Namun ia mengaku, ada beberapa veteran yang tidak menerima semua bantuan. Mereka merupakan veteran kelompok perdamaian.

"Sampai sekarang kami tidak tahu kenapa (tidak ada bantuan dari pemerintah) padahal sudah lama diajukan. Maksudnya bantuan tetap per bulan sebesar Rp1.813.000. Tapi kalau bantuan internal kami upayakan," katanya.

Rupawai pun mengungkapkan, walau mereka menerima bantuan veteran dari pemerintah, namun pemda terkesan tidak berempati atau tak menunjukkan rasa peduli. Bahkan dirinya membandingkan masa jabatan periode sebelumnya dengan sekarang.

"Mohon maaf ya, tapi ini benar-benar kami rasakan. Kami tidak menerima perhatian sejak bukan Pak Alex yang menjadi Gubernur. Dulu paling tidak ada tali asih 2-4 minggu sekali sebear Rp300 ribu untuk kami. Sekarang untuk kegiatan acara veteran pun tidak terlihat. Kami juga ingin merasakan apresiasi," tandas dia

Baca Juga: Lanjutkan PPKM Level 4, Palembang Fokus 4 Poin Ini 

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi

Berita Terkini Lainnya