Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Berkunjung ke Musala Al Kautsar, Bangunan Tepi Sungai Musi Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)
Berkunjung ke Musala Al Kautsar, Bangunan Tepi Sungai Musi Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Intinya sih...

  • Musala Al Kautsar berdiri di tepian Sungai Musi sejak abad ke-18
  • Bangunan kayu musala tetap kokoh, menerapkan aturan khusus umat laki-laki, namun tetap boleh disinggahi wanita muslim yang ingin beribadah
  • Tradisi religi dan seni rodat di musala ini mulai terkikis, namun tetap aktif menggelar majelis taklim tiap Minggu dan Selasa malam
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Palembang, IDN Times - Semilir angin diiringi suara riuh mesin perahu kecil dan kapal di Sungai Musi, jadi momen istimewa saat duduk di teras Musala Al Kautsar Palembang. Lalu lalang kapal batubara pun bergantian melintas di teras belakang musala. Suasana berbeda itu, tak bisa dirasakan jika tidak singgah ke Musala Al Kautsar, Jalan Ali Gatmir, Gang Sei Buntu 10 Ilir Palembang.

Musala Al Kautsar merupakan rumah ibadah umat muslim yang masih berdiri kokoh di tepian Sungai Musi Palembang. Sejak ratusan tahun lalu sekitar abad ke-18, bangunan panggung struktur kayu di atas aliran sungai ini baru dua kali mengalami renovasi.

1. Musala Al Kautsar jadi saksi pengeboman peristiwa 5 hari 5 malam

Berkunjung ke Musala Al Kautsar, Bangunan Tepi Sungai Musi Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Tak hanya kekokohan bangunan yang masih bertahan terapung di tepi Sungai Musi, keistimewaan Musala Al Kautsar juga terletak pada bagaimana pengurus musala menerapkan aturan khusus umat Islam pria yang boleh beribadah di sana.

Alasannya, karena secara mazhab Hambali, laki-laki wajib salat berjamaah di musala atau masjid dan salat berjamaah bagi pria memiliki banyak keutamaan. Berbeda dengan umat Islam perempuan, yakni sebaik-baiknya beribadah adalah di rumah.

Menurut pengurus Musala Al Kautsar Abdullah, meski tidak menyediakan mukena, busana yang digunakan perempuan untuk salat, musala ini tetap boleh disinggahi wanita muslim yang ingin beribadah. Asal katanya, membawa mukena masing-masing.

"Pembangunan musala ini sebagai tempat beribadah dan untuk menyiarkan agama Islam," kata dia, ketika IDN Times berkunjung ke Musala Alkautsar.

Bangunan kayu dengan aksesori tulisan Arab dan foto hitam putih ala bingen di sisi dinding, jadi bukti autentik Musala Al Kautsar sudah berdiri tegak di tepi Sungai Musi sejak lama. Bahkan sejarahnya, musala ini jadi saksi kejadian perang 5 hari 5 malam di Palembang.

"Musala ini dulu pernah jadi saksi pengeboman oleh orang Belanda, untuk menghancurkan kawasan kekuasaan di sini," jelas Abdullah.

2. Musala Al Kautsar sering disinggahi nelayan

Berkunjung ke Musala Al Kautsar, Bangunan Tepi Sungai Musi Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Masuk ke dalam Musala Al Kautsar, terlihat mimbar sederhana warna coklat sebagai tempat imam memimpin salat. Mimbar kayu yang menempel di dinding warna hijau putih tersebut tampak menonjol. Apalagi bentuk mimbar itu membulat corong ke atas seperti bangunan kubah ciri khas musala.

Memiliki luas kurang lebih 10x12 meter, Musala Al Kautsar mampu menampung sekitar 200 jemaah dalam satu waktu. Jemaah itu biasanya dari warga sekitar musala dan ada juga yang dari Banyuasin, daerah Sungsang, dan Mesuji.

Jemaah luar Palembang itu, biasanya singgah di waktu salat Zuhur juga Asar. Mereka adalah nelayan yang melintas di Sungai Musi. Tak hanya salat, nelayan-nelayan tersebut sengaja ingin istirahat.

Nelayan yang singgah di sana, biasanya menambatkan perahu kecil atau getek mereka di pagar teras belakang musala yang langsung menghadap ke bantaran Sungai Musi. Teras belakang itu dipagar dan disediakan tangga untuk kapal kecil merapat.

Tetapi kata Abdullah, semenjak Palembang makin maju dengan banyak pembangunan jembatan-jembatan penghubung ulu dan ilir, kebiasaan nelayan bersinggah ke Musala Al Kautsar berkurang. Kini ujarnya, lebih banyak masyarakat yang memancing di teras musala sembari duduk santai, nongkrong, dan mengobrol.

3. Musala Al Kautsar pernah aktif gelar rodat seni tradisional umat muslim

Berkunjung ke Musala Al Kautsar, Bangunan Tepi Sungai Musi Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Tahun 80-an, cerita Abdullah, banyak anak muda aktif menggelar seni tradisional rodat khas umat Islam. Mereka adalah warga asli Kawasan 10 ilir. Sekitar tahun 1980-1988, bahkan seni rodat Musala Al Kautsar selalu menang dan meraih juara. Namun setelah tahun itu, tradisi mulai terkikis. Penyebabnya, kata dia, tidak ada yang melestarikan dan minat generasi muda tak seantusias dari generasi-generasi sebelumnya.

"Zaman saya masih kecil, wah, aktif sekali kegiatan religi di sini. Sekarang tinggal yang tua-tua. Tapi kami sekarang tetap aktif menggelar majelis taklim tiap Minggu dan Selasa malam," jelas Abdullah.

Selain mengurus Musala Al Kautsar, Abdullah ternyata keturunan segaris pendiri rumah ibadah ini. Musala Al Kautsar dibangun oleh Habib Husein bin A. Alkaff, dan Abdullah adalah cucu dari pendiri musala.

"Saat ini, musala dijaga dari generasi ke generasi oleh keluarga Syekh Abu Bakar yang membantu renovasi bangunan yang diperluas sisi kanan dan kiri, serta dijaga juga dengan warga sekitar," jelas dia.

4. Musala Al Kautsar tidak pernah banjir meski di tepi Sungai Musi

Berkunjung ke Musala Al Kautsar, Bangunan Tepi Sungai Musi Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Bukan hanya saat ramadan, jemaah di Musala Al Kautsar Palembang juga ramai ketika momen Ziarah Kubro. Bahkan banyak imam besar asal Yaman yang berkunjung ke musala, karena memang pendiri musala merupakan keturunan wali dan perantau dari Arab.

Masyarakat sekitar musala ini pun, kebanyakan merupakan peranakan keturunan Arab yang mayoritas mereka adalah pedagang, sehingga tradisi umat Islam masih sangat berkembang.

Abdullah bercerita, keistimewaan Musala Al Kautsar Palembang tak hanya dari aturan dan bangunan yang berada di atas aliran Sungai Musi. Rumah ibadah ini, tidak pernah kebanjiran meski berdiri di sungai terpanjang kedua di Pulau Sumatra tersebut.

"Cuaca hujan sederas apapun, musala ini Alhamdulillah tak pernah banjir. Paling di teras belakang, merembes air dan tidak masuk dalam musala," katanya.

Cerita menarik lain kata Abdullah, selama musala ini ada, sejumlah tokoh dan pejabat pernah berkunjung dan salat di sini, seperti Wali Kota Palembang Eddy Santana dan Harnojoyo. Kemudian ada juga dari pengacara tenar Ari Yusuf Amir.

"Harnojoyo dulu itu salat subuh berjamaah pernah di sini, karena programnya," jelas dia.

Musala Al Kautsar jadi salah satu bukti, bahwa bangunan lama masih tetap bertahan di tengah gempuran kemajuan infrastruktur kota. Harapan ke depan, musala ini bisa didukung oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang sebagai lokasi wisata religi. Apalagi letak bangunan unik dan terbuka umum untuk siapa saja 24 jam, bagi yang ingin berkunjung.

Editorial Team