TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Naik Turun Iuran BPJS Kesehatan, Pengamat: Gap Politik dan Manajerial

Tetap rakyat yang menanggung beban pembayaran

ANTARA FOTO/Septianda Perdana

Palembang, IDN Times - Tarif iuran BPJS Kesehatan kembali naik untuk kelas I dan II mulai Juli mendatang. Pengamat kebijakan publik sekaligus ahli sosial, MH Thamrin menyebut, polemik naik turun iuran BPJS Kesehatan semakin menunjukkan kalau adanya jurang politik. 

"Dalam konteks kebijakan ini, memperlihatkan kesan tentang adanya gap yang terjadi antara politik dan kemampuan teknis manajerial. Keinginan politiknya adalah menghasilkan kebijakan populis untuk meng-cover rakyat sehingga masuk sistem jaminan sosial nasional," kata Thamrin kepada IDN Times, Kamis (21/5).

Baca Juga: Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Jilid II Digugat ke Mahkamah Agung 

1. Kenaikan iuran terjadi karena pengaruh defisit BPJS Kesehatan yang terus membengkak

BPJS Kesehatan (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

Menurut Thamrin, persoalan BPJS Kesehatan saat ini cenderung merugikan rakyat, utamanya di tengah pandemik COVID-19.

Awalnya, BPJS Kesehatan dibuat dengan tarif rendah untuk menarik minat masyarakat. Namun kemudian, jumlah pengguna layanan BPJS menjadi besar. Dampaknya, kata dia, biaya yang harus dikeluarkan BPJS Kesehatan jauh lebih besar dari iuran yang diterima.

Defisit tersebut kian terasa dan terus membesar. "Akhirnya pemerintah cari jalan mudah dengan mengembalikan tanggung jawab defisit ke penerima manfaat, yaitu rakyat," kata dia. 

2. Seharusnya kebijakan BPJS Kesehatan mengedepankan implementasi konsep

Kantor BPJS Kesehatan Sumsel (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Thamrin yang juga akademisi pascasarjana FISIP Unsri ini menilai, ada langkah yang perlu dievaluasi agar layanan BPJS Kesehatan bisa berjalan efisien. Pemerintah, kata dia, harus memperlihatkan transparansi pengelolaan keuangan.

"Pelajaran penting yang dapat ditarik dari peristiwa naik turunnya iuran BPJS adalah bagaimana sebaiknya pembuat kebijakan bisa mengimplementasikan konsep. Bukan sekadar mendesain rencana yang ingin terlihat populis, tanpa ada dasar ideal," jelas dia.

3. BPJS Kesehatan juga dinilai perlu menciptakan manajerial yang efisien agar bisa tetap melayani publik

Kantor BPJS Kesehatan Sumsel (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Lebih jauh, kata Thamrin, implementasi yang berjalan di BPJS Kesehatan seharusnya mengedepankan efisiensi manajerial pengelola. Sebab, pemerintah saat ini berada di posisi tidak mampu menutupi defisit.

"Kebijakan ini tampak seperti perputaran permainan. Bermula dari gugatan masyarakat yang kemudian diterima oleh Mahkamah Agung dengan alasan tidak tepat menaikkan iuran di tengah COVID-19 karena kondisi ekonomi melemah. Tetapi mendadak muncul argumen kesinambungan layanan dan malah dijadikan alasan lagi untuk menaikkan tarif," terang dia.

Baca Juga: MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS, Ini Tanggapan Sri Mulyani

4. Meski terdapat perbedaan kebijakan dari aturan sebelumnya, tetap rakyat yang menanggung defisit

Ilustrasi aktivitas di Kantor BPJS Kesehatan Palembang Jalan R Sukamto (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Dari kasus naik-turunnya tarif BPJS Kesehatan, menurut Thamrin, bisa menjadi gambaran bagaimana sebetulnya pemerintah tidak mampu menutupi defisit negara. Secara sederhana, imbuhnya, pemerintah seolah membuat peraturan berbeda, namun justru menghasilkan beban yang sama bagi masyarakat.

"Naiknya tarif sebagai alasan kesehatan perlu ditangani saat corona. Memang terdapat beberapa perbedaan dalam kebijakan kenaikan iuran ini. Terbaru, kenaikan hanya di kelas I dan II," kata dia. 

Sementara sebelumnya--yakni di kenaikan pertama dan kemudian dibatalkan MA--seluruh kelas sempat naik dan menanggung defisit yang besar. 

Baca Juga: Pengusaha Tak Masalah Iuran BPJS Kesehatan Naik, Asal Layanan Oke

Berita Terkini Lainnya