Mengapa Produktivitas Kopi Sumsel Rendah? Ini Analisa Bank Indonesia
Hanya produksi 140 ton/tahun, padahal bisa digenjot 250 ton
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Palembang, IDN Times -Stabilnya kondisi ekonomi Sumsel di awal tahun 2020 ini tidak dibarengi dengan rendahnya market share pada sektor perkebunan, terutama pada komoditas kopi.
"Tahun 2019 ekonomi Sumsel tumbuh 5,67 persen di triwulan ketiga, dan inflasi terjaga di angka 2,06 persen dengan ekspor yang tumbuh relatif. Hal yang perlu dibenahi yakni pemasaran kopi. Karena kopi ini komoditi unggul dan memiliki lahan terluas di Sumsel, tapi produktifitasnya dan pengembangannya masih rendah," kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Wilayah Sumsel, Yunita Resmi Sari, Senin (13/1).
1. Sumsel memiliki tiga komoditas terluas yang mampu jadi penyumbang ekspor terbesar
Yunita mengungkapkan, Sumsel memiliki tiga komoditi terluas yang mampu jadi penyumbang ekspor terbesar, yakni karet, kertas dan kopi. "Ada yang relatif dan stabil, tetapi ada yang tumbuh (peningkatan ekonomi) sedikit, ini yang perlu diperbaiki," ungkap dia.
Sejauh ini, sambung Yunita, Sumsel baru berhasil memproduksi dan memasarkan 140 ton kopi per tahun. Padahal, lahan perkebunan kopi mampu mengembangkan produktivitas hingga 250 ton per tahun.
"Angka ini semestinya layak membuat Sumsel mampu mem-branding kopi ke mancanegara," sambung dia.
Baca Juga: Anggaran Tak Bertambah, Gubernur Sumsel Minta Pelayanan Tak Terganggu