[OPINI] Ramadan dan Hal-hal Remeh Dalam Menafsirkan Kehendak Tuhan

#CeritaRamadan persamaan tradisi mudik masyarakat di Asean

Intinya Sih...

  • Ramadan dan lebaran di Asean memiliki persamaan dengan tradisi mudik
  • Kementerian Perhubungan memprakirakan 193,6 juta orang melakukan perjalanan selama Idul Fitri mendatang
  • Masyarakat Vietnam juga memiliki tradisi yang hampir sama dengan Indonesia saat merayakan tahun baru imlek

Akhir-akhir ini saya terobsesi dapat membaca pikiran orang tanpa harus bertukar cerita soal keluh kesah mereka. Obsesi ini sudah barang tentu bukan untuk mengetahui permasalahan mereka, tapi menyelami ragam keresahan dari pikiran banyak orang. 

Saya suka memikirkan apa yang menjadi isi pikiran orang-orang yang berlalu lalang ketika terjadi kemacetan. Saya hanya ingin tahu apakah mereka juga sama dalam memandang katakanlah keruwetan lalu lintas yang selalu jadi hal biasa saat ramadan.

Orang-orang semakin sering keluar untuk sekadar berbuka puasa bersama, belanja baju lebaran, dan pernak-pernik lebaran. Tentu hal-hal tersebut membuat ramadan selalu tambah meriah. Saat ramadan semakin di ujung, kita sering temui kemacetan di jalan. Terkadang kemacetan itu membuat kita lelah, tapi akhirnya menerima hal itu menjadi biasa. Saya ingin tahu, apakah kita punya rasa jengkel yang sama di tengah kemacetan atau justru punya gambaran berbeda?

Saya juga kerap membayangkan hal-hal remeh lain seperti perputaran uang karena lebaran. Momen ini jadi barang yang dirayakan satu tahun sekali, sehingga bagi sebagian orang menjadi momen sakral penuh kebahagiaan.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memprakirakan ada 193,6 juta orang melakukan perjalanan selama Idul Fitri mendatang. Orang yang pergi merantau akan kembali, orang yang punya masalah saling memaafkan, dan orang akan bersilahturahmi untuk membunuh rindu.

Saya membayangkan, jika tradisi ramadan dan lebaran ini tak bedanya dengan masyarakat Vietnam saat merayakan tahun baru imlek yang juga setahun sekali. Mereka juga melakukan hal yang sama, pulang kampung, dan berkumpul dengan keluarga serta berwisata.

Saat momen Imlek, masyarakat Vietnam rela melakukan perjalanan jauh secara road trip. Mencari tiket perjalanan dari Ho Chi Minh ke Da Nang atau Hoi An, sama sulitnya mencari tiket antar kota di Indonesia. Setidaknya kita harus memesan tiket sejak jauh hari. Momen ini lah yang saya anggap mirip dengan tradisi lebaran yang kita jalani. Hanya saja yang membedakan, orang-orang di Vietnam tak perlu memikirkan bagaimana mudik antar pulau sehingga mereka tak perlu memikirkan antre berjam-jam menunggu kapal.

Baik masyarakat Vietnam dan Indonesia tentu dua hal berbeda, namun punya tradisi yang hampir persis sama. Hal ini tentu menjadi asumsi saya bahwa sebagai manusia yang hidup di satu kawasan sama, tentu punya kebiasaan yang sama pula. Kesamaan ini jadi terlihat biasa karena kita berada pada satu regional yang sama.

Dari semua ini, kita membayangkan tradisi lebaran bagi masyarakat di kawasan Asean juga penuh kaitannya dengan tradisi kultural keagamaan dan kebudayaan yang sebelumnya telah ada. Banyak tradisi yang saat ini masih kita pegang teguh beralkuturasi dengan nilai religusitas Islam. Apa yang baik tentu akan dilanjutkan. Hal berbeda jika orang-orang di Pegunungan Andes sana punya kebiasaan yang sama. Tentu makin ribet lagi nanti bila saya memikirkan apa yang mereka pikirkan.

Keinginan membaca pikiran ini merupakan gambaran filosofis mengenai manusia yang terus kita pikirkan dari waktu ke waktu. Ribuan tahun manusia memaknai kehidupan. Bahkan saat ini pencarian soal makna dari kehidupan manusia belum sampai ke tahap paripurna. Manusia memaknai hal-hal di sekitarnya untuk mencari arti kehidupan.

Maka dari itu, lebaran dan tradisi keagamaan sama pentingnya bagi kita dalam memahami nilai dari perjalanan dalam mengarungi kehidupan dan langkah kita menafsirkan kehendak Tuhan. Selamat berlebaran. 

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi

Berita Terkini Lainnya