[Opini] Konservatisme Memahami Kerugian Negara di Kasus Akuisisi PTBA

Pengamat Hukum Sumsel punya pandangan berbeda akuisisi PTBA

Intinya Sih...

  • Mantan pejabat PT Bukit Asam (PTABA) dituntut hingga 18-19 tahun penjara dalam dugaan kasus korupsi akuisisi saham PT Satria Bahana Sarana (SBS) oleh Kejaksaan Tinggi Sumatra Selatan.
  • PTBA membantah tudingan, menyatakan proses akuisisi sebagai bagian dari akselarasi perusahaan dan upaya menekan pengeluaran dalam penggunaan jasa kontraktor.
  • Pengamat Hukum Sumsel memiliki pandangan berbeda, menyatakan bahwa kerugian negara bukanlah akibat tindakan korporasi PT Bukit Asam.

Palembang, IDN Times - Mantan pejabat PT Bukit Asam (PTABA) mendapat tuntutan tinggi hingg 18-19 tahun penjara dalam dugaan kasus korupsi akuisisi saham PT Satria Bahana Sarana (SBS). Perusahaan jasa kontraktor tersebut dikhususkan oleh PT Bukit Asam (PTBA) untuk melakukan proses pertambangan batu bara.

Namun dalam proses akuisisi tersebut, penyidik dari Kejaksaan Tinggi Sumatra Selatan (Kejati Sumsel) menemukan indikasi korupsi dalam mekanisme pengambilalihan perusahaan. Jaksa menilai langkah akuisisi menimbulkan kerugian negara sehingga masuk dalam ranah pidana.

Namun pihak PTBA membantah hal tersebut. Mereka mengklaim apa yang telah dilakukan merupakan bagian dari proses akselarasi perusahaan, dan upaya menekan pengeluaran dalam penggunaan jasa kontraktor.

Proses sidang selama empat bulan berujung pada tuntutan JPU kepada mantan Dirut PTBA, Milawarma, dan Direktur PT SBS, Tjahyo Imawan. Mereka dituntut pidana penjara 19 tahun penjara dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.

Sedangkan terdakwa Wakil Ketua Tim Akuisisi Penambangan PTBA, Nurtina Tobing, dan Tim Akuisisi Penambangan  PTBA, Saiful Islam, masing-masing dituntut 18 tahun penjara denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.

Sementara itu untuk terdakwa Anung Dri Prasetya sebagai mantan Direktur Pengembangan Usaha PTBA dituntut 18 tahun 6 bulan penjara, dengan denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.

Proses persidangan menunggu putusan yang akan dilakukan di Pengadilan Tipikor. Pengamat Hukum Sumsel, Dian Puji Nugraha Simatupang, memiliki pandangan berbeda mengenai kasus tersebut. Berikut Opini yang disampaikan olehnya.

Baca Juga: Saksi Ahli UI Sebut Akuisisi Kasus PTBA Bukan Ranah Tipikor

Akuisisi Dalam PT Bukit Asam: Mungkinkah Ada Kerugian Negara

Oleh: Dian Puji Nugraha Simatupang
Ketua Peminatan Hukum Keuangan Publik dan Perpajakan Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Akhir-akhir ini ada pemberitaan mengenai tindakan akuisisi yang dilakukan anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (AP BUMN) PT Bukit Asam yang diduga merugikan keuangan negara, sehingga mengakibatkan adanya penetapan tersangka.

Kejadian ini secara hukum keuangan publik harus dibaca sebagai maraknya kembali konservatisme dalam memahami keuangan dan kerugian negara di Indonesia.

Akuisisi sebagai Tindakan Korporasi
Secara hukum. Akuisisi merupakan pengambilalihan perusahaan atau aset perdata yang dibiayai keuangan perusahaan, sehingga merupakan tindakan korporasi yang menggunakan mekanisme hukum keperdataan.

Tidak ada unsur publik atau negara di dalamnya, kecuali dapat dibuktikan adanya pembiayaan langsung negara dalam APBN atau APBD dalam bentuk alokasi langsung dan dipertanggungjawabkan dengan mekanisme APBN maulun APBD.

Akuisisi perusahaan sebagai tindakan korporasi lazimnya menggunakan jasa profesi independen untuk menilai dan menentukan tindakan tersebut telah sesuai dengan karakter perusahaan, peraturan perundang-undangan, serta estimasi manfaat yang diperoleh. Apabila bagi perseroan terbuka, upaya akuisisi mewajibkan beberapa syarat yang dimungkinkan tindakan akuisisi dapat dilakukan menurut prinsip perusahaan yang sehat sehingga lebih ketat.

Mengingat ketatnya proses akuisisi tersebut, jika ada dugaan akuisisi merugikan perusahaan, maka sudah semestinya tindakan hukum dengan mengajukan permohonan pemeriksaan ke pengadilan berdasarkan Pasal 138 UUPT, bukan memprosesnya ke ranah hukum publik, misalnya hukum pidana, karena mekanisme hukumnya masih harus diuji pada hukum keperdataan terlebih dahulu.

Kerugian Negara bukan akibat Tindakan Korporasi

Kerugian negara sebagai kekurangan hak dan kewajiban negara tidak dapat muncul dari tindakan keperdataan yang dilakukan PT Bukit Asam sebagai AP BUMN, entitas korporasi yang tidak mengelola keuangan negara.

Menyamakan PT Bukit Asam sebagai BUMN dan keuangan negara tidak hanya bertentangan dengan sistem hukum, tetapi juga bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 1/PHPU/2019.

Padahal kerugian keuangan negara hakikatnya ditujukan pada kekurangan hak dan kewajiban yang muncul dari pengelolaan keuangan negara yang termuat dalam APBN, sehingga dialokasikan, ditambahkan, dan dikeluarkan kas negara.

Sementara itu, akuisisi yang dilakukan anak perusahaan PT Bukit Asam tidak pernah dialokasikan dalam APBN, karena selain bukan hak dan kewajiban negara, juga bahkan tidak ada kepentingan hukum negara untuk membiayai akuisisi tersebut.

Akuisisi sebagai tindakan keperdataan tidak mungkin dialokasikan dan dibiayai negara, karena APBN ditujukan untuk tujuan bernegara dan bukan tujuan perusahaan. Oleh sebab itu, penggunaan keuangan negara wajib untuk kepentingan umum, bukan kepentingan perusahaan.

Dalam pembedaan tersebut jelas tidak mungkin kerugian negara muncul dalam tindakan korporasi yang dilakukan PT Bukit Asam, karena keuangan negara sendiri tidak pernah membiayai proses akuisisi tersebut dan tidak pernah diakui sebagai hak atau kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang dengan cara mengalokasikannya dalam UU APBN.

Menyatakan akuisisi sebagai bagian dari keuangan negara justru menimbulkan risiko besar bagi APBN. Jika ada tuntutan hukum akibat akuisisi, APBN pun harus siap menanggungnya.

Tindakan Akuisisi oleh PT Bukit Asam bukan kerugian negara. Proses akuisisi yang diduga terjadi penyimpangan dalam PT Bukit Asam secara ilmu hukum diselesaikan dengan prosedur dalam Pasal 138 UUPT, dan terlalu jauh menggunakan prosedur hukum pidana, apalagi tindak pidana korupsi.

Dalam hal semua pihak menginginkan akuisisi perusahaan tidak merugikan perseroan, upaya yang efektif dilakukan adalah memitigasinya dengan mekanisme korporasi, bukan pidana, arena lebih dapat dipulihkan dan dikendalikan secara cepat dan tepat.

Selain itu, proses akuisisi bukanlah proses pengambilan keputusan pribadi seseorang sehingga dimintakan pertanggungjawaban pidana, karena proses itu dilakukan perseroan dan berdasarkan prosedur perseroan. Oleh sebab itu, prosedur Pasal 138 UUPT menjadi cara bagi semua pihak, khususnya kejaksaan atas nama kepentingan umum, jika dianggap perseroan telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Sisi lain, menyatakan dugaan kerugian dalam akuisisi PT Bukit Asam sebagai kerugian negara merupakan bentuk paradoksal yang paling aneh di Indonesia, karena PT Bukit Asam sebagai BUMN bukanlah pengelola keuangan negara dan tidak pernah mendapatkan penyertaan modal APBN, juga tidak pernah didirikan oleh negara atau bukan penyelenggara negara.

Kondisional ini menimbulkan persoalan mengenai apakah memang benar PT Bukit Asam sebagai BUMN juga dapat dianggap sebagai hak dan kewajiban negara, padahal pengakuan negara dalam APBN tidak pernah dialokasikan bagi AP BUMN.

Konklusi

Atas dasar segala pemahaman dari segi teoritis hukum keuangan publik, menjadikan tindakan akuisisi oleh PT Bukit Asam sebagai bentuk yang menimbulkan kerugian keuangan negara merupakan bayangan tidak pasti (uncertainty shadow) yang akan sulit dibuntikan benar atau tidaknya negara kehilangan hak dan kewajibannya.

Hal ini disebabkan negara tidak memiliki kepentingan atas hak dan kewajibannya dalam PT Bukit Asam, karena tidak pernah menyetorkan modal atau tidak pernah meminta dividen. Oleh sebab itu, perlunya UUPT disosialisasikan kepada semua pihak ke depan, terutama penegak hukum dan auditor agar pemahaman mengenai korporasi semakin baik mengenai makna penyertaan modal (inbreng) dan akuisisi yang masih berada dalam ranah hukum perusahaan.

Baca Juga: Begini Pendapat Eks Investigator BPKP Soal Akuisisi Saham oleh PTBA

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi

Berita Terkini Lainnya