Cerita Ramadan: Berjuang Sembuh dari DBD Demi Ramadan 1445 H

#CeritaRamadhandariSumsel mengajarkan pola hidup sehat

Intinya Sih...

  • Suasana Ramadan di Palembang mulai terasa, dengan banyaknya hampers lebaran di kios-kios pinggir jalan.
  • Kondisi penyebaran DBD di Sumsel, terutama Palembang, sedang naik. Penularan virus nyamuk meningkat karena faktor cuaca dan banjir.
  • Pengendalian tepat penularan DBD seharusnya dilakukan dengan larvasidasi, bukan hanya fogging, untuk mengurangi kasus DBD yang tidak bergejala.

Palembang, IDN Times - Memasuki pekan ketiga Ramadan 1445 Hijriah, suasana menyambut hari raya mulai terasa. Bila sebelumnya banyak outlet menjajakan ragam jenis kurma sebagai takjil berbuka, kini sudah menjamur hampers atau bingkisan lebaran berjejer di kios-kios pinggir jalan.

Tepat hari ke-18 menjalani puasa, hawa adem dan sejuk Kota Palembang mengiringi khidmat beribadah. Meski beberapa kali udara terasa terik, namun atmosfer sejuk tetap menyelimuti. Hiruk pikuk dan sorak sorai pemburu takjil pun belum usai.

Beberapa pasar bedug di Bumi Sriwijaya juga masih diramaikan oleh warga yang berkumpul sembari ngabuburit. Bedanya, sebagian dari mereka sudah menyelipkan obrolan persiapan menyongsong Idul Fitri.

Tak jarang bertemu orang di tempat publik, tersirat banyak pertanyaan. "THR sudah cair belum?".

Tidak sempat memikirkan kesiapan lebaran, saya justru sibuk bolak-balik ke rumah sakit. Aktivitas konsultasi ke dokter pun sudah jadi hal biasa sepertinya. Hampir sepekan harus menikmati ramadan di bangsal inap saat banyak orang justru berkumpul di rumah untuk berbuka bersama keluarga. Namun saya terpaksa terbaring melawan sakit.

Sebelum menginap di kamar rawat, sempat mengobrol singkat dengan seorang narasumber. "Yang penting imun kuat, tetap makan meski sudah terdiagnosa demam berdarah," kata Kepala Dinas Kesehatan Sumatra Selatan (Dinkes Sumsel) Muyono pada 19 Maret 2024 lalu.

Belum hilang dari ingatan, perbincangan tersebut ternyata dilewati sendiri. Harus tetap makan walau kondisi tubuh menolak. Beberapa hari setelah bertemu pihak Dinkes dan memantau penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di rumah sakit, saya justru dinyatakan terjangkit DBD berdasarkan hasil cek darah.

"Tumbang juga akhirnya," kataku membatin.

Lima hari di rumah sakit sejak 21 Maret 2024 memaksaku tak bisa menunaikan kewajiban dari  kantor. Sejumlah rencana liputan pun batal dilakukan.

Baca Juga: RS Palembang Terbanyak Rujukan DBD, 90 Pasien Tak Bergejala

Kasus DBD di Sumsel terutama Palembang memang sedang naik. Penularan virus nyamuk Aedes Aegepty makin tinggi karena faktor cuaca dan banjir. Berdasarkan data Dinkes Sumsel, kasus DBD mengalami tren tertinggi pada 8 Maret 2024 sejak lima tahun terakhir. Kenaikan kasus mingguan menembus angka seribu lebih dalam kurun waktu tak sampai sebulan.

Sejak Januari 2024 hingga 25 Maret 2024, sudah ada 2.058 kasus yag tercatat dan Palembang merupakan wilayah terbanyak penyebaran DBD. Selain karena menjadi lokasi rujukan rumah sakit, paparan DBD di Palembang turut dipengaruhi beberapa kawasan kumuh tidak mendapatkan optimalisasi pengendalian nyamuk Aedes Aegepty.

Kondisi itu disebabkan masyarakat sekitar yang kurang maksimal menjaga kebersihan, serta pemberantasan sarang nyamuk untuk mengendalikan penularan vektor tidak dilakukan rutin, berkelanjutan, atau berkala.

Sebagian warga memilih untuk menerima fogging (tindakan pengasapan dengan bahan Insektisida) ketimbang memberantas sarang nyamuk untuk mencegahnya berkembang biak.

Publik menilai bahwa fogging lebih efektif dari memberantas sarang nyamuk dan mengurangi jentik. Padahal menurut pihak kesehatan, aktivitas fogging tidak mengurangi jentik nyamuk. Pengaruh fogging terhadap penyebaran DBD justru tak sampai 70 persen.

Pengendalian tepat penularan DBD justru dengan pemberian larvasidasi (pemberantasan) jentik dengan menaburkan bubuk larvasida. Faktanya, fogging lebih efektif untuk membunuh nyamuk dewasa dan tidak mematikan jentik. Penyebaran DBD akan berhenti apabila tidak ada lagi jentik berkembang.

Baca Juga: Kasus DBD di Palembang Naik 60 Persen, Korban Meninggal Bertambah

Terbaru, kasus DBD di Sumsel sudah merenggut nyawa 5 orang warga Palembang dan Musi Banyuasin. Makin tingginya kasus DBD di Sumsel juga dipengaruhi banyak masyarakat yang sudah positif DBD, namun tidak mengetahui jika mereka telah terpapar.

Tercatat dari semua kasus DBD, 90 persen penderita dinyatakan tak bergejala berdasarkan diagnosa klinis. Hal ini bisa terjadi karena imunitas tubuh dalam kondisi baik. Namun risiko kematian tetap mengancam apabila kasus DBD terlambat ditangani dan diketahui lebih cepat.

Rata-rata kasus DBD yang asimtomatik atau kondisi penyakit tak bergejala. Kasusnya baru bisa diketahui lewat rapid tes menggunakan antigen NS1, yakni pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan protein non-struktural 1 (NS1), protein yang dimiliki virus Dengue.

Kasus pasien DBD di Sumsel dominan lebih cepat menular terhadap perempuan. Dari 1.945 kasus pasien perempuan yang terkena DBD, sebanyak 990 orang dan 939 kasus tertular terhadap laki-laki dengan penularan tertinggi di bawah usia 18 tahun.

Hal terpenting dalam upaya penanganan DBD yang perlu dipahami adalah tidak menunda untuk memeriksakan diri ke pusat layanan kesehatan jika mengalami kondisi badan lemah, demam naik turun, serta kurang napsu makan.

Kemudian mulai menerapkan pola hidup sehat. Selain agar tidak mudah mudah sakit, kebiasaan konsumsi makanan bergizi dan menjaga kebersihan lingkungan juga dapat meningkatkan daya tahan tubuh atau imunitas badan.

Jika bukan dari diri sendiri dan kesadaran mandiri, siapa lagi yang akan mengingatkan. Tetap jaga kesehatan dan selalu berpikir positif jadi kunci utama punya jiwa, jasmani dan rohani yang kuat. Semangat, bekerja semua...Selamat menikmati akhir ramadan jelang hari raya Idul Fitri. Mari kita terlahir suci dan bersih kembali.

Baca Juga: Kasus DBD di Palembang Menurun Saat Kemarau, Kok Bisa?

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi

Berita Terkini Lainnya